Demi Kejutan, Parma Dilarang Kalah Sebelum Berperang

31 Agustus 2018 18:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lucarelli, simbol kesetiaan Parma.  (Foto: ANDREAS SOLARO / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Lucarelli, simbol kesetiaan Parma. (Foto: ANDREAS SOLARO / AFP)
ADVERTISEMENT
Untuk Alessandro Lucarelli, kebangkrutan Parma adalah hal terburuk yang pernah terjadi dalam hidupnya. Pria 41 tahun itu, kepada BBC World Service, mengatakan bahwa Parma sudah menjadi bagian dari hidupnya. Sebagai kapten, Lucarelli pun memutuskan untuk bertahan sampai akhirnya sukses membawa Parma kembali ke Serie A.
ADVERTISEMENT
Di balik kesedihan itu, Lucarelli rupanya mampu menemukan garis keperakan. Ada hal-hal di sepak bola level bawah yang pada akhirnya jadi pengalaman tak terlupakan bagi pria kelahiran Livorno tersebut.
"Dalam masa itu aku menemukan sepak bola regional dan ternyata asyik juga, lho. Semua lawan berusaha mengerahkan upaya terbaik saat menghadapi kami. Para tifosi lawan pun banyak yang datang dari luar kota. Mereka menganggap bahwa laga melawan Parma adalah sebuah perayaan besar. Namun, pengalaman yang paling menarik adalah ketika aku melihat sebuah traktor di lapangan sebelum pertandingan," kenang Lucarelli.
Masa-masa kelam Parma yang digambarkan Lucarelli itu kini sudah lewat. Lucarelli sendiri, setelah berhasil membawa Parma ke level tertinggi, memutuskan untuk gantung sepatu. Kini, Parma telah kembali ke dunia gemerlap dan di sana, tidak ada traktor di tengah lapangan, melainkan pemain-pemain kelas dunia seperti Cristiano Ronaldo.
ADVERTISEMENT
Pada Minggu (2/9/2018) dini hari WIB, Ronaldo akan bertamu ke Ennio Tardini. Selain membawa Juventus menang, pemain kawakan asal Portugal itu punya misi lain, yakni 'memecahkan telur'. Dua pertandingan sudah dilalui Ronaldo bersama Juventus tetapi belum ada satu gol pun yang dicetaknya. Padahal, dalam dua pertandingan itu setidaknya ada 15 tembakan yang dia lepas.
Problem yang dialami Ronaldo itu hampir sama dengan musim lalu saat masih berkostum Real Madrid. Setelah absen pada lima laga pertama La Liga akibat sanksi RFEF, Ronaldo gagal mencetak gol dalam tiga pertandingan liga perdananya menghadapi Real Betis, Deportivo Alaves, dan Espanyol. Ronaldo baru bisa 'memecahkan telur' saat Real Madrid bertandang ke Coliseum Alfonso Perez, markas Getafe.
ADVERTISEMENT
Setelah gol ke gawang Getafe itu, Ronaldo pun masih belum bisa benar-benar konsisten. Eks pemain Manchester United ini baru bisa menjadi mesin gol bagi timnya setelah kompetisi memasuki putaran kedua. Di akhir musim, catatan gol Ronaldo mencapai 44 gol dari 44 penampilan.
Di dua laga perdananya bersama Juventus, Ronaldo seharusnya sudah bisa mencetak gol jika yang dijadikan ukuran adalah jumlah tembakan yang dibutuhkan tiap satu gol. Musim lalu Ronaldo butuh 3,18 tembakan untuk menghasilkan satu gol. Sementara, musim ini dia punya catatan 7,5 tembakan per laga.
Ronaldo pada pertandingan antara Juventus dan Lazio. (Foto: Reuters/Massimo Pinca)
zoom-in-whitePerbesar
Ronaldo pada pertandingan antara Juventus dan Lazio. (Foto: Reuters/Massimo Pinca)
Artinya, Ronaldo masih belum berhenti mengupayakan keberuntungannya. Gol perdana pun, rasanya, hanya tinggal tunggu waktu. Sekarang, yang jadi permasalahan adalah, seberapa kuatkah Parma untuk mencegah Ronaldo mencetak gol di rumahnya sekaligus mencuri angka dari Juventus?
ADVERTISEMENT
Parma sejauh ini baru mengumpulkan satu angka hasil dari satu kali kalah dan satu kali bermain imbang. Hasil imbang itu diraih Parma saat nerhadapan dengan Udinese. Menariknya, Parma sebetulnya punya kans meraup poin penuh di laga itu karena sudah unggul 2-0 via Roberto Inglese dan Antonino Barilla. Namun, hanya dalam empat menit keunggulan itu lenyap setelah Rodrigo De Paul dan Seiko Fofana mencetak masing-masing satu gol untuk Zebrette.
Di laga kedua, penampilan Parma memburuk. Dalam Derbi Emilia-Romagna menghadapi SPAL, mereka kalah segalanya baik dari penguasaan bola maupun jumlah tembakan. Hasilnya, pasukan Roberto D'Aversa pun harus pulang dari markas SPAL dengan tangan hampa.
D'Aversa sendiri selalu memainkan pakem 4-3-3 dalam dua pertandingan pertama Parma. Dalam skuat Parma, praktis hanya Bruno Alves, Luigi Sepe, Massimo Gobbi, Gervinho, dan Inglese yang benar-benar punya banyak pengalaman di sepak bola level tertinggi. Selebihnya, mereka diperkuat nama-nama 'asing' seperti Barilla, Alberto Grassi, dan Luca Siligardi.
ADVERTISEMENT
Selebrasi para pemain Parma usai Roberto Inglese mencetak gol ke gawang Udinese. (Foto: Getty Images/Alessandro Sabattini)
zoom-in-whitePerbesar
Selebrasi para pemain Parma usai Roberto Inglese mencetak gol ke gawang Udinese. (Foto: Getty Images/Alessandro Sabattini)
Di atas kertas, dengan komposisi skuat demikian, Parma tentu bukan lawan sepadan bagi Juventus. Namun, keberadaan Alves yang merupakan kompatriot Ronaldo itu bisa menjadi keuntungan tersendiri. Alves punya banyak pengalaman dan dia pun bisa memberikan informasi tambahan soal bagaimana membendung ketajaman Ronaldo.
Selain itu, Inglese juga bisa menjadi senjata mematikan untuk Parma, khususnya dalam situasi duel udara. Pemain 26 tahun itu punya keunggulan dari segi postur dan itu bisa dimanfaatkan oleh Parma seperti ketika ChievoVerona mengejutkan Juventus lewat gol sundulan Mariusz Stepinski.
Terakhir, sebagai tuan rumah, Parma tentunya memiliki keuntungan tersendiri. Apalagi, sejarah sebenarnya memihak mereka. Pada pertemuan terakhir di Ennio Tardini, 2015 silam, klub kelahiran 1913 ini sukses memetik kemenangan atas Juventus. Jose Mauri ketika itu berhasil jadi pahlawan kemenangan Parma.
ADVERTISEMENT
Artinya, Parma sama sekali bukan tanpa harapan. Memang, harapan yang mereka miliki tidak besar. Namun, itu bukan alasan untuk merasa minder. Menghadapi Juventus nanti, Parma tak boleh kalah sebelum berperang jika ingin membuat kejutan.