Deschamps: Mengangkut Air, Mengangkut Prancis Lebih Baik

13 Juli 2018 18:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Deschamps antarkan Prancis ke final Piala Dunia. (Foto: Alexander Hassenstein/Getty Images)
zoom-in-whitePerbesar
Deschamps antarkan Prancis ke final Piala Dunia. (Foto: Alexander Hassenstein/Getty Images)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sejarah tentang water carrier, atau lebih lazim disebut sebagai pengangkut air, adalah sejarah tentang kemuraman dan kekurangan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan tulisan di Daily JStor berjudul 'The Story Behind The Parisian Water-Carrier' yang ditulis oleh Cynthia Green, pada abad 17 sampai 18 silam, Sungai Seine yang mengitari Paris adalah sungai yang tercemar. Seine dijadikan tempat pembuangan, seperti pembuangan kotoran manusia, pembuangan limbah industri, pembuangan mayat, ditambah lagi hewan juga kerap membuang kotoran di situ.
Akibat dari Seine yang tercemar, pihak pemerintah Prancis kala itu mengeluarkan larangan agar masyarakat tidak meminum air dan mandi dari air yang berasal dari Seine. Kebijakan ini membuat Prancis, yang ketika itu sedang berada dalam pergolakan seusai Revolusi Prancis yang terjadi di akhir abad 18, sempat dilanda kesulitan air bersih.
Pada masa itu, air hanya terdapat di kolam-kolam yang ada di tengah kota. Berbeda dengan Belanda yang sudah menerapkan kebijakan pembuatan sumur, Prancis belum menerapkan kebijakan tersebut. Dari sulitnya mendapatkan air--warga kerap berebut mengambil air di tengah kota--, lahirlah sebuah pekerjaan bernama porteur d’eau, atau, yang lebih kita kenal sebagai water carrier, pengangkut air.
ADVERTISEMENT
Di tengah kesulitan air yang dialami, para porteur d'eau ini menjadi sosok penolong sekaligus pahlawan. Para pengangkut air ini, yang kebanyakan adalah imigran-imigran dari Auvergne, menjadi orang yang mengisi air-air di rumah dan hotel-hotel yang dimiliki oleh para bangsawan Prancis kala itu.
Berbekal dua buah ember, yang diikatkan oleh tali kepada sebuah kayu besar, atau berbekal kuda yang mengangkut dua ember di kedua sisi pelana, para pengangkut air ini berkeliling mengangkut air. Para pengangkut air ini memang orang tak berada, dan para pekerjanya punya peluang besar terkena penyakit punggung dan hernia. Tapi berkat mereka, Prancis terhindar dari kesulitan air yang melanda.
Hal inilah yang sekarang sedang dilakukan oleh Didier Deschamps. Sebagai pengangkut air Timnas Prancis di masa lampau, sekarang, dia sedang berusaha membawa Timnas Prancis ke arah yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
***
Dahulu, ketika dia menjadi bagian dari Timnas Prancis yang sukses menjuarai Piala Dunia 1998, Deschamps bukanlah sosok yang menjulang secara fisik. Tinggi badannya hanya 169 cm, beda dengan Laurent Blanc, Emmanuel Petit, atau Patrick Vieira yang memiliki tinggi badan sekitar 190 sampai 180 cm. Dia juga tidak semenonjol Zinedine Zidane yang punya teknik olah bola mumpuni.
Namun, satu kalimat yang dia ucapkan dengan nada tegas dari sudut ruang ganti saat paruh waktu Prancis lawan Brasil 1998 silam, sedikit menjelaskan Deschamps. "Kita tidak akan membiarkannya pergi, kan? Tidak sekarang!"
Prancis yang sudah dalam keadaan unggul lewat dua gol Zidane mampu menambah keunggulan lewat gol Petit di ujung laga. Prancis menang. Prancis berpesta. Prancis juara dunia.
ADVERTISEMENT
Dari apa yang dia lakukan tersebut, tampak bahwa Deschamps adalah sosok yang tak kenal kompromi. Semasa dia bermain, dia memang dikenal sebagai pemain yang rela melakukan pekerjaan kotor. Tekel serta usaha merebut bola dari pemain yang terkadang kasar, adalah pekerjaannya. Dari total 398 penampilan yang dia torehkan semasa menjadi pemain, hanya 11 gol yang dia cetak.
Namun, soal gelar, jangan tanya berapa gelar yang sudah dia raih. Semasa bermain, dia sudah meraih 16 gelar, baik itu bersama Juventus, Marseille, dan Chelsea. Meski tidak menonjol, setidaknya, dia acap membawa tim yang dia bela meraih gelar juara. Dia biarkan pemain lain bersinar. Dia rela bermain kotor, dan dengan jiwa kepemimpinannya yang tinggi, dia bawa tim menjadi juara.
ADVERTISEMENT
Michel Platini menyelamati Didier Deschamps. (Foto: AFP/Gabriel Bouys)
zoom-in-whitePerbesar
Michel Platini menyelamati Didier Deschamps. (Foto: AFP/Gabriel Bouys)
Mental tidak mau kalah dan jiwa kepemimpinan yang sudah terpupuk sejak masa menjadi pemain inilah yang menjadi modal besar Deschamps ketika menjadi manajer. Meski kerap dikritik karena memiliki pemahaman taktik yang buruk, Deschamps mampu membawa semangat persatuan yang sempat hilang usai Prancis menjadi runner-up Piala Dunia 2006.
Penunjukkannya pada 2012, setelah Laurent Blanc dianggap gagal, berbuah manis bagi Prancis. Les Bleus mampu berbicara banyak di turnamen besar. Diawali dengan perempat final Piala Dunia 2014, Prancis sukses menjadi runner-up Piala Eropa 2016. Semangat kesatuan yang dia bawa ke dalam tim membuat Prancis, yang dihuni pemain-pemain yang apik secara teknik, mampu tampil lebih kolektif.
Namun, seperti layaknya pengangkut air yang melayani bangsawan pada abad 17 dan 18 silam, Deschamps tidak mau menonjol ke permukaan. Jiwa seperti ini, dilansir dari tulisan di laman The Guardian berjudul 'Didier Deschamps: the water carrier who holds France in his trusted hands' yang digubah Amy Lawrence, sudah tampak ketika dia mengantarkan Olympique Marseille menjadi juara Ligue 1 musim 2009/2010.
ADVERTISEMENT
"Ketika para pemainnya berpesta dan bernyanyi, sang manajer (Deschamps) memutuskan untuk tidak ikut. "Saya bukanlah penari yang baik", ujarnya. Benar-benar, dia hanya ingin sukses yang didapat itu disematkan kepada para pemainnya, bukan kepadanya. Dia tidak ingin mendominasi cerita yang ada," tulis Amy.
Semangat persatuan ini pula yang dia bawa ke Rusia dalam ajang Piala Dunia 2018. Terlepas dari skema bertahan yang dia terapkan--hal ini mengundang tanya dan kesal dari beberapa tim yang melawan Prancis, termasuk Eden Hazard--, semangat persatuan yang dia bawa, diwakili oleh skuat Prancis yang berasal dari beragam etnis, Prancis mampu melangkah setapak demi setapak di Piala Dunia 2018.
Didier Deschamps bersama skuat Prancis. (Foto: AFP/Patrik Stollarz)
zoom-in-whitePerbesar
Didier Deschamps bersama skuat Prancis. (Foto: AFP/Patrik Stollarz)
Sekarang, tinggal selangkah lagi bagi Deschamps untuk mengantarkan para pemainnya ke gelar Piala Dunia pertama mereka.
ADVERTISEMENT
***
Pekerjaan pengangkut air pada abad 17 dan 18 di Prancis boleh jadi adalah pekerjaan yang tak disorot. Namun, berkat para pengangkut air itulah, Prancis tetap hidup dan selamat dari kesulitan air yang melanda. Pengangkut air, lebih dari sekadar seseorang yang mengangkut dua ember dengan kayu di bahunya, merupakan malaikat pemberi hidup ketika itu.
Deschamps pun tidak beda jauh. Eric Cantona sempat melabelinya sebagai seorang water carrier, ungkapan yang menghadirkan banyak interpretasi tentang gaya main dari Deschamps semasa jadi pemain. Namun, pengangkut air ini membawa gelar bagi klub-klub yang dia bela semasa jadi pemain. Dia melayani para bangsawan berpredikat pemain bintang di masa lampau.
Banyak yang salah menerjemahkannya sebagai gelandang yang gemar main keras dan bermental petarung saja. Padahal, maknanya lebih dari itu. Deschamps, yang tidak segenius Zidane dan gelandang kreatif lainnya, merupakan pengalir bola yang baik bagi mereka.
ADVERTISEMENT
Setelah gagal di Piala Eropa 2016, sekarang Deschamps punya kesempatan besar untuk mengantarkan Prancis menjuarai Piala Dunia 2018. Sang pengangkut air tersebut, saat ini punya kesempatan besar untuk mengangkut Prancis ke arah yang lebih baik.