Di Balik 'Captain Tsubasa', Ada Mimpi Yoichi Takahashi

27 April 2018 17:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Takahashi bersama patung Tsubasa. (Foto: Yoshikazu Tsuno/AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Takahashi bersama patung Tsubasa. (Foto: Yoshikazu Tsuno/AFP)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
“Saya tidak menduga dampak dari apa yang saya ciptakan akan sebesar ini. Karya saya tak hanya diterima di negara saya, namun juga di seluruh dunia.”
ADVERTISEMENT
Kalimat itu datang dari Yoichi Takahashi pada 2013. Ketika itu, reporter Marca bertanya padanya perihal ‘Captain Tsubasa’ –manga ciptaannya— yang digandrungi seluruh dunia. Dan memang begitulah. sudah banyak sekali kebahagiaan yang dirasakan Yoichi berkat menciptakan ‘Captain Tsubasa’.
Mulai dari seringnya lelaki berusia 57 tahun itu datang ke Barcelona, entah untuk memberikan sepatah-dua patah kata di acara Konvensi Manga, atau diundang oleh klub kesukaannya, FC Barcelona. Selain itu, ia juga bertanggung jawab membuat negaranya menjadi demam sepak bola.
Berawal dari bermimpi, kini bisa menginspirasi. Hidup Takahashi kini lengkap sudah.
***
Meski sepak bola sudah seperti teman baginya kini, percayalah, sama sekali tak tersirat dalam diri Takahashi kecil untuk menjadikan sepak bola sebagai kawan karib. Saat usianya belum 10 tahun, mimpinya sama dengan bocah-bocah Jepang yang hidup di era 60-70-an: menjadi atlet bisbol.
ADVERTISEMENT
Ya, mau bagaimana lagi. Ketika itu, sepak bola memang dianaktirikan oleh masyarakat Jepang. Berbagai media Jepang jarang betul menjadikan sepak bola sebagai tajuk utama pemberitaannya. Jangankan itu, Jepang saja saat itu tak memiliki liga profesional. Beda jauh dengan bisbol yang lebih tertata dan profesional.
Setelah membelokkan mimpinya dari atlet bisbol menjadi mangaka saat usianya 10 tahun, ia masih terobsesi dengan bisbol. Ia suka sekali menciptakan komik-komik bertemakan bisbol demi mengisi waktu luang. Meski saat itu tak dirilisnya karena satu dan lain hal.
Akan tetapi, nasib membelokkan mimpi Takahashi di tahun 1978. Saat itu, televisi Jepang memutuskan untuk menyiarkan Piala Dunia di Argentina dan ia memutuskan untuk menyaksikannya. Dari situ, ia paham aturan sepak bola dan ia jadi tahu apa serunya menyaksikan sepak bola.
ADVERTISEMENT
Kapten Tsubasa 2018. (Foto: anmienewsnetwork)
zoom-in-whitePerbesar
Kapten Tsubasa 2018. (Foto: anmienewsnetwork)
“Saya masih kelas tiga SMA ketika menyaksikan Piala Dunia 1978. Saat saya menyaksikannya, saya langsung jatuh cinta dengan sepak bola. Rasanya olahraga ini bisa membuatmu lepas seperti burung. Ketika kamu di lapangan, kamu bisa menjadi apapun yang kamu mau,” tutur sosok yang sudah merilis 14 seri manga ‘Captain Tsubasa’ itu kepada NHK.
“Selain itu, gol di sepak bola rupanya tak sebanyak bisbol. Sehingga, saya menghargai betul prosesnya terciptanya gol. Plus, saya juga merasa senang tiap kali ada tim yang bisa mencetak gol.”
Tiga tahun setelah turnamen paling akbar di dunia sepak bola itu digelar, ia merilis komik pertamanya di Weekly Shonen Jump. Melalui medium itu, dia bermimpi bahwa orang-orang Jepang sadar bahwa sepak bola tak kalah seru jika dibandingkan bisbol. Komik itu ia namai ‘Captain Tsubasa’.
ADVERTISEMENT
Tak diduga-duga, karya pertamanya itu dicintai bocah-bocah di Jepang. Edisi pertama ‘Captain Tsubasa’ bisa hidup dari 1981-1998. Kesuksesan ini membuat kisah bocah bernama Tsubasa Oozora itu diangkat menjadi anime pada 1983. Anime itu bertahan dari tahun 1983-1986 dan punya 128 episode.
Apa itu sudah cukup? Tentu tidak. Menurut laporan NHK, tujuh tahun setelah ‘Captain Tsubasa’ edisi perdana dirilis, anak-anak kecil yang bermain sepak bola jumlahnya naik hingga dua kali lipat. Totalnya ada 240.000.
Akibatnya, pada 1993, JFA – asosiasi sepak bola Jepang – mengumumkan bahwa mereka akan menggulirkan liga profesional. Sehingga, pada 1998, bocah-bocah yang menggemari ‘Captain Tsubasa’ itu bisa merasakan apa yang Tsubasa rasakan: bermain d Piala Dunia.
Mengapa dampaknya bisa sebesar ini? Menurut Takahashi, itulah ‘kekuatan komik’.
ADVERTISEMENT
Tsubasa Ozora (Foto: YouTube/Ismi Tsubasa Ozora)
zoom-in-whitePerbesar
Tsubasa Ozora (Foto: YouTube/Ismi Tsubasa Ozora)
“Komik itu menggerakkan hati pembacanya. Itulah yang membuat komik itu tak kalah hebatnya dari medium seni lainnya seperti film atau novel. Saya rasa, orang-orang Jepang harusnya bangga memiliki komik atau manga,” katanya.
Adapun, yang dimaksud oleh Takahashi sebagai ‘kekuatan komik’ sebenarnya bukan suatu yang abstrak. Malah, ‘kekuatan komik’ itu terbentuk dari tiga hal. Pertama, melalui kedalaman cerita. Kedua, melalui karakter. Ketiga, melalui teknik gambar yang apik.
Untuk urusan yang pertama, ‘Captain Tsubasa’ diuntungkan dengan plot yang tidak njlimet .
‘Captain Tsubasa’ bercerita tentang Tsubasa Oozora yang bermimpi membawa negaranya menjuarai Piala Dunia. Untuk mencapai mimpinya, Tsubasa bekerja sama dengan rekan-rekannya yang lain. Kisah yang tentunya pernah dialami semua orang.
ADVERTISEMENT
Lalu, untuk yang kedua, ‘Captain Tsubasa’ juga berhasil menyuguhkannya melalui karakter yang beragam wataknya. Tengok rival Tsubasa, Kojiro Huyga, sebagai misal.
Hyuga digambarkan beda betul secara karakter dengan Tsubasa. Jika Tsubasa periang, maka Hyuga keras kepala. Kalau Tsubasa hidup di keluarga kelas menengah, maka Hyuga hidup di kelas bawah.
Dan jangan lupakan pula karakter macam Ryo Ishizaki yang sengaja diciptakan Yoichi untuk mengingatkan kepada pembacanya bahwa mimpi itu masih bisa menjadi nyata meski tak punya bakat. Ishizaki pada akhirnya sukses karena kerja kerasnya sebagai orang biasa.
Ketiga, untuk soal gambar, Tsubasa pun sangat kaya dan ini disebabkan karena fantasi Takahashi tak terbatas di sepak bola saja. Untuk adegan khas Tachinana Bersaudara –lompat setelah memijak telapak kaki demi melakukan tendangan salto–, misalnya, penggambaran hiper-realistis itu disebut Yoichi terinspirasi dari gerakan gulat.
ADVERTISEMENT
Tim Jepang Tsubasa (Foto: Tsuchida Production)
zoom-in-whitePerbesar
Tim Jepang Tsubasa (Foto: Tsuchida Production)
Ketiga kombinasi itulah yang membuat 'Captain Tsubasa' punya dampak sebesar ini. Setelah Tsubasa sukses besar (hingga Takahashi membuat banyak seri manga ini), ia pun mereplikasi formula yang sama –meski beda sudut pandang— di manga-manga sepak bola berikutnya.
Dalam ‘Hungry Heart: Wild Striker’, misalnya, Takahashi bercerita tentang seorang adik pesepak bola terkenal yang ingin menjadi pesepak bola juga. Atau ‘Pride’ yang bercerita tentang bintang J-League 1 yang harus membangun mimpinya dari nol lagi di tim J-League 2. Hingga ‘Golden Kids’, yang bercerita tentang seorang kiper bernama Goru Kitagawa yang terobsesi menjadi pemain terbaik di dunia.
Ya, dalam manga-manga sepak bola itu, ia ingin menunjukkan pada pembacanya bahwa sepak bola adalah olahraga yang menyenangkan. Meski seumur hidupnya hanya 'Captain Tsubasa' yang terus dikenang orang, ia mengaku tak masalah. Selama apa yang ia buat berhasil bikin pembacanya berani bermimpi, hidupnya lengkap sudah.
ADVERTISEMENT
“Saya rasa, kamu bisa melihat cara hidup saya dalam manga saya. Saya harap, karya manga saya bisa menginspirasi orang-orang untuk mengikuti mimpi mereka. Jika saya berhasil melakukan itu, hidup saya berarti ada maknanya,” pungkasnya.