Di Italia, Kasus Rasialisme Tak Kunjung Padam

8 Januari 2018 8:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Matuidi menentang rasialisme dalam sepak bola. (Foto: AFP/Marco Bertorello)
zoom-in-whitePerbesar
Matuidi menentang rasialisme dalam sepak bola. (Foto: AFP/Marco Bertorello)
ADVERTISEMENT
Juventus pulang dari kandang Cagliari, Minggu (7/1/2018) dini hari WIB, dengan tiga angka. Tapi Blaise Matuidi pulang dengan perasaan merana.
ADVERTISEMENT
Secara umum, laga yang digelar di Sardegna Arena tersebut berjalan seperti apa yang diinginkan oleh Matuidi. Ia terpilih sebagai starter, bermain sejak menit pertama, dan membawa Juventus pulang dengan tiga angka.
Namun, secara khusus, usai laga tersebut, perasaan Matuidi teriris. Nyaris sepanjang laga, diskriminasi dilakukan oleh pendukung tuan rumah kepada eks-pemain Paris Saint-Germain tersebut.
Matuidi kemudian mengunggah status di Facebook miliknya. Menurutnya, apa yang dilakukan oleh sekelompok orang ini merusak nilai-nilai dan sifat kemanusiaan yang telah menjadi agenda sepak bola.
"Hari ini, mereka mengejek saya. Orang-orang lemah tersebut berusaha mengancam saya dengan sebuah ujaran kebencian,” kata Matuidi di halaman Facebook miliknya.
“Saya bukan pembenci dan hanya bisa memaafkan apa yang mereka lakukan. Sepak bola adalah cara untuk mempercepat persamaan, semangat, dan inspirasi. Karena hal tersebut, saya ada di sini sekarang. Salam damai."
ADVERTISEMENT
Usai kasus tersebut viral, beragam upaya dilakukan oleh Cagliari. Senin (8/1) dini hari WIB, mereka bahkan mengunggah pernyataan yang isinya permintaan maaf. "Kami meminta maaf, jika apa yang dilakukan pendukung kami menghina warna kulit Anda."
Bagi Matuidi, ini adalah kali kedua ia menjadi korban dari diskriminasi rasial. Ketika bertandang ke markas Hellas Verona, Desember 2017 lalu, Matuidi juga mengalami hal serupa. Saat itu, ia dihina oleh pendukung lawan ketika merayakan gol pembuka Juventus.
Akibat peristiwa tersebut, FIGC—PSSI-nya Italia—pun menghukum Verona dengan biaya 20 ribu euro. Selain itu, Verona juga mendapatkan peringatan penutupan sebagian tribune stadion jika kasus seperti ini terulang kembali dalam satu tahun ke depan.
Bukan kali ini saja pemain berkulit hitam menjadi korban rasialisme. Musim lalu, pemain asal Ghana, Sulley Muntari, ketika memperkuat Pescara, menjadi korban dari diskriminasi rasial dari suporter Cagliari.
ADVERTISEMENT
Apa yang dialami oleh Muntari saat itu bahkan lebih parah. Karena sudah tak tahan, ia memilih untuk meninggalkan lapangan. Apesnya, wasit malah memberi kartu kuning, meski pada akhirnya FIGC membatalkan hukuman.
Menurut laporan The Local, pada beberapa tahun belakangan, kasus diskriminasi rasial di Italia sama sekali tak mengalami penurunan. Diskriminasi yang diterima oleh Matuidi dan Muntari hanyalah contoh kecil.
Mauro Valeri, sosiolog asal Italia, mengatakan bahwa rasialisme adalah masalah laten di Italia. Ia menambahkan bahwa ini adalah masalah kelas sosial dan tak hanya terjadi level kompetisi profesional.
“Apa yang terjadi pada Muntari adalah satu episode kelam. Kasus Muntari diketahui karena ia bereaksi. Di luar itu masih banyak episode lain dan banyak di antara mereka yang memilih diam kendati mengalami diskriminasi yang jauh lebih parah,” kata Valeri kepada AFP.
ADVERTISEMENT
“Kasus rasialisme tak hanya terjadi pada kompetisi Serie A atau Serie B, melainkan juga menyasar semua kelas pertandingan di Italia. Dalam dua tahun terakhir, ada 80 kasus yang diketahui,” imbuh Valeri.
“Kampanye soal itu, tak mendapatkan tempat di sepak bola Italia,” tambahnya. “Di Italia, kampenye anti-rasialisme bukanlah kampanye yang menyedot perhatian. Jika Anda memilih untuk kontra dengan rasialisme, bisa-bisa Anda dituduh komunis.”
Masalah rasialisme di Italia tak kunjung surut karena buruknya pengawasan parlemen. Politisi cenderung membicarakan masalah lain dalam setiap rapatnya, ketimbang mengurusi hal seperti ini.
“Secara umum, mengampanyekan anti-rasialisme sama saja mengurangi simpatisan dan memangkas dukungan,” pungkas Valeri.