Di PSG, Buffon Jadi Manusia Biasa

7 Maret 2019 17:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Buffon pada pertandingan melawan Man United di Liga Champions. Foto: Christian Hartmann/Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Buffon pada pertandingan melawan Man United di Liga Champions. Foto: Christian Hartmann/Reuters
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Namanya adalah Gianluigi Buffon. Namun, banyak juga yang memanggilnya 'Superman'.
ADVERTISEMENT
Panggilan tersebut memang bukan sekadar julukan, melainkan juga pengkultusan atas kemampuan Buffon di bawah mistar. Jika Iker Casillas adalah orang suci (mereka memanggilnya dengan 'San Iker') yang tak tersentuh di muka gawang, Buffon adalah manusia super kebal peluru yang susah betul dilewati.
Namun, setangguh apa pun Superman, ia punya kelemahan juga: Kryptonite. Buat Buffon, entah bagaimana, kryptonite itu adalah Liga Champions. Ia sudah meraih beragam trofi juara --termasuk Piala Dunia-- hingga menggapai status legendaris. Namun, trofi Liga Champions tetap tidak mau mampir ke lemarinya.
Sudah tiga kali Buffon menjejak partai final, tetapi ketiganya selalu berujung kekalahan. Sementara musim ini, apa yang dicapainya bersama PSG betul-betul menjadi sebuah kekecewaan yang berlipat.
ADVERTISEMENT
Buffon, yang sudah berusia 40 tahun ketika meninggalkan Juventus pada akhir musim kemarin, masih bertekad untuk bermain dengan tujuan meraih trofi 'Kuping Besar' Liga Champions. Oleh karena itu, ia memilih PSG sebagai pelabuhan karier selanjutnya.
Di kompetisi domestik memang tidak ada masalah, tetapi turnamen antarklub Eropa itu lain cerita. Buat PSG sendiri, Liga Champions sudah berulang kali menjadi ajang di mana mereka dipermalukan. Pada musim 2016/17, mereka terdepak meski unggul 4-0 atas Barcelona pada leg I. Pada leg II, Barcelona bangkit dan menghantam mereka 6-1.
Namun, ketika Buffon dan PSG bersanding, yang terjadi bukanlah dua kedigdayaan yang bercampur jadi satu, melainkan dua entitas yang berujung menjadi "apes kuadrat". Sial ketemu sial.
ADVERTISEMENT
Buat Buffon, yang sudah bermain pada 20 laga PSG musim ini, pertandingan leg II perdelapan final melawan Manchester United, Kamis (7/3/2019) dini hari WIB, adalah pertandingan di mana statusnya turun dari 'Superman' menjadi manusia biasa.
Sebetulnya, narasi sudah tersaji manis untuk PSG dan Buffon. Kemenangan 2-0 yang mereka dapat di Old Trafford dua pekan silam adalah modal bagus. Dengan keunggulan dua gol, plus fakta bahwa kedua gol itu adalah gol tandang, PSG sudah menapak satu kaki di perempat final.
Namun, United dan Ole Gunnar Solskjaer tidak sekadar menjegal mereka, melainkan menendang mereka jatuh ke kubangan.
PSG boleh tampil dominan, baik dari segi penguasaan bola dan penciptaan peluang. Meski begitu, gaya main mereka yang cenderung horizontal (mengandalkan sayap), justru memberi peluang United lewat sisi tengah. 'Iblis Merah', yang memutuskan bermain direct dan vertikal, akhirnya medapatkan kesempatan.
ADVERTISEMENT
Kesalahan-kesalahan PSG pada laga ini juga tidak membantu diri mereka sendiri. Blunder Thilo Kehrer --yang malah memberikan backpass kepada Romelu Lukaku-- membuat United unggul pada menit kedua. Selain itu, penalti United via Marcus Rashford di ujung laga juga berawal dari handball Presnel Kimpembe.
Yang paling menyakitkan buat PSG, dan membuat Buffon turun level dari 'Superman' menjadi manusia biasa, adalah gol kedua United.
Pada menit ke-30, Rashford, yang berada di luar kotak penalti dan tidak mendapatkan posisi ang menguntungkan, tiba-tiba saja melepaskan sepakan tajam. Buffon mestinya cukup punya pengalaman menghadapi tembakan-tembakan macam ini.
Namun, eks kiper Parma itu melakukan kesalahan. Alih-alih menepis sepakan yang cukup tajam itu, ia malah berusaha menangkapnya. Alhasil, bola terlepas dari tangkapan Buffon dan jadi mangsa empuk Lukaku.
ADVERTISEMENT
Buffon ditaklukkan oleh Lukaku. Foto: Benoit Tessier/Reuters
Sepersekian detik setelah gagal menangkap bola itu, Buffon juga sempat terpeleset. Ia pun berada dalam posisi yang tidak menguntungkan untuk menghadapi tembakan rebound. Hasilnya, Lukaku dengan leluasa menceploskan bola ke dalam gawang.
Jika itu belum cukup untuk membuat malam Buffon bertambah murung, ingat pula hal ini: Rashford yang membobol gawangnya adalah pemuda yang usianya berselisih dua dekade dengannya. Namun, Rashford memperlakukan tendangan penalti itu dengan amat matang. Dengan penuh ketenangan, ia menyepak bola tanpa basa-basi, membuat si kulit bulat melesak melewati gapaian tangan Buffon.
ESPNFC mencatat, Buffon masih bisa membuat dua penyelamatan dari dua attempts on target United. Namun, seorang 'Superman' mestinya bisa melakukan lebih dari apa yang diperlihatkan di Parc des Princes malam itu.
ADVERTISEMENT