Di Tangan Koeman, Cahaya Redup Belanda Mulai Menyala

27 Maret 2018 21:24 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Koeman, harapan baru Belanda.  (Foto: Craig Brough/Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Koeman, harapan baru Belanda. (Foto: Craig Brough/Reuters)
ADVERTISEMENT
Kemenangan meyakinkan 3-0 Belanda atas Portugal di laga uji tanding Selasa (27/3/2018), merepresentasikan beberapa hal. Pertama, hasil positif tersebut mengembalikan martabat Oranje sebagai salah satu raksasa di Eropa. Seluruh dunia tahu, kini Belanda menjauh dari kentalnya tradisi sebagai kontestan pelanggan Piala Dunia dan Piala Eropa lantaran gagal lolos dalam dua edisi teranyar.
ADVERTISEMENT
Sementara yang terakhir lebih kepada keberhasilan awal Ronald Koeman sebagai arsitek anyar Belanda. Ya, kemenangan tersebut jadi yang perdana bagi pelatih yang semasa bermain terkenal dengan tendangan geledeknya tersebut. Lebih dari itu, Koeman juga berhasil membuktikan jika ia sukses mengejawentahkan warisan Louis van Gaal.
Van Gaal adalah pelatih terbaik Belanda dalam empat tahun ke belakang. Bersamanya, Belanda finis di peringkat ketiga pada Piala Dunia 2014. Tidak sempurna-sempurna amat, memang, tetapi 'Tim Oranye' ketika itu sukses menundukkan Brasil pada perebutan tempat ketiga dan melumat Spanyol di fase grup.
Kemenangan atas Spanyol sendiri terbilang impresif. Mereka sukses menghantam La Furia Roja dengan skor 5-1 berkat pakem dasar 5-3-2 yang dicanangkan Van Gaal saat itu. Alih-alih tampil defensif, Belanda justru lebih intes dalam menyerang ketimbang Spanyol. Total 10 tembakan tepat sasaran sukses mereka lepaskan, dua kali lipat lebih banyak ketimbang 'Tim Matador' yang saat itu berstatus sebagai juara bertahan Piala Dunia waktu itu.
ADVERTISEMENT
Meski menurunkan pakem lima bek, pada praktiknya beralih menjadi 3-4-1-2. Salah satu kekuatan Belanda waktu itu terletak pada pos wing-back yang ditempati Daryl Janmaat dan Daley Blind. Janmaat dan Blind sering melakukan overlap (ikut naik menyerang) untuk menunjang duet Arjen Robben dan Van Persie di lini depan. Untuk menjaga keseimbangan, sebagai konsekuensinya, Van Gaal menyerahkannya kepada Nigel de Jong dan Jonathan de Guzman --dua gelandang yang mengandalkan derterminasi-- untuk memenangi duel di lini tengah. Komposisi seperti itulah yang berhasil memutuskan dominasi tiki-tika Spanyol sejak 2008 silam.
Sayangnya, pakem Van Gaal itu tak diteruskan saat tongkat kepelatihan beralih ke Guus Hidink. Pria yang pernah menakhodai Chelsea itu memutuskan untuk kembali ke pakem 4-3-3. Begitu juga saat rezim Danny Blind dan Dick Advocaat berkuasa. Baik Hiddink hingga Advocaat masih keukeuh untuk bermain dengan 4-3-3 karena memang begitulah tradisi Belanda. Namun, para pelatih itu lupa bahwa kualitas pemain Belanda tidak cukup mumpuni untuk bermain dengan formasi 4-3-3 dan gaya super-ofensif.
ADVERTISEMENT
Van Gaal menyadari itu. Ia mengakali minimnya pemain berkualitas dengan permainan yang lebih pragmatis. Formasi 5-3-2 dirinya memang masih membuat Belanda tampil menyerang, tetapi tetap tidak melupakan keseimbangan dengan menurunkan pemain-pemain determinan semodel De Jong dan De Guzman.
Hingga kemudian Koeman datang dengan pakem anyar kala ditunjuk awal Februari lalu. Ia memang tak langsung moncer karena di laga perdananya takluk 0-1 dari Inggris. Namun, yang menarik, Koeman mengembalikan pakem tiga bek ke dalam formasi Belanda.
Van Gaal akhirnya memutuskan pensiun. (Foto: Jordan Mansfield/Getty Images)
zoom-in-whitePerbesar
Van Gaal akhirnya memutuskan pensiun. (Foto: Jordan Mansfield/Getty Images)
Ramuan 3-4-3 yang dipakai Koeman cukup oke karena Belanda berhasil memaksimalkan para pemain di pos sayap. Di lini depan, ia mengandalkan Quincy Promes dan Memphis Depay sebagai penyerang sayap. Keduanya ditopang dengan apik oleh dua orang wing-back, yakni Patrick van Aanholt dan Hans Hateboer. Satu-satunya PR Koeman tinggal menemukan keseimbangan di area tengah yang biasanya ditempati oleh Giorginio Wijnaldum dan Kevin Strootman. Kendati kokoh, keduanya adalah pemain kreatif dan bukan tipe pemain yang mengandalkan determinasi untuk merebut bola sekaligus melindungi barisan belakang.
ADVERTISEMENT
Itulah yang membuat Koeman mengalokasikan satu slot lini depan ke sisi tengah, alias memakai tiga gelandang tengah. Cara ini terbukti efektif karena mereka berhasil menghantam juara Piala Eropa 2016, Portugal, dengan skor 3-0, Selasa (27/3/2018) dini hari WIB. Pada laga tersebut, Donny van de Beek, Wijnaldum, dan Davy Proepper tampil impresif sebagai trio gelandang tengah. Ketiganya memang memiliki karakteristik berbeda, akan tetapi justru itu yang jadi nilai plusnya, yakni keseimbangan dalam menyerang dan bertahan.
"Jika Anda bermain apik dan menyerahkan free-role kepada pemain, paling tidak harus mampu dalam menjaga penguasaan bola. Davy Proepper sangat hebat dalam hal itu, tetapi Donny van de Beek dan Gini Wijnaldum juga saling melengkapi satu sama lain,” ujar Koeman seperti dilansir Football-Oranje.
ADVERTISEMENT
Kehadiran tiga gelandang itu memudahkan kinerja para wing-back --yang kali itu diisi Kenny Tete dan Tonny Vilhena-- untuk terlibat dalam membantu serangan. Bahkan, bek tengah Belanda, Matthijs de Ligt, bisa ikut andil dengan memberikan assist untuk gol yang dicetak Ryan Babel dan Virgil van Dijk. Meski berposisi sebagai bek sentral, De Ligt turut aktif dalam mengeksplotasi sisi kiri pertahanan Portugal.
Situasi macam itu urung tercipta andai kombinasi gelandang Proepper, Van de Beek, dan Wijnaldum tak dinamis dalam menjaga kedalaman. Gamblangnya, Belanda menerapkan formasi 5-3-2 saat bertahan dan mengubah skema menjadi 3-5-2 saat menyerang. Hal inilah yang menjadi sebab Portugal begitu sulit menembus pertahanan Belanda dan sebaliknya, Cristiano Ronaldo dan kolega kewalahan saat menerima serangan Belanda.
ADVERTISEMENT
Belanda boleh gagal berpartisipasi dalam Piala Eropa dan Piala Dunia teranyar. Lupakan juga kegagalan Hidink, Blind, dan Advocaat, toh, kini Belanda sedang menapaki jalan yang benar, di tangan Koeman. Meski butuh waktu lebih untuk membuktikannya.