Dua Rupa De Ligt dan Schone dalam Epos Tottenham Hotspur

9 Mei 2019 9:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tak ada final Liga Champions 2018/19 untuk Ajax. Foto: REUTERS/Piroschka Van De Wouw
zoom-in-whitePerbesar
Tak ada final Liga Champions 2018/19 untuk Ajax. Foto: REUTERS/Piroschka Van De Wouw
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Lima menit leg kedua semifinal Liga Champions 2018/19, Matthijs De Ligt menghadirkan mimpi buruk bagi Tottenham Hotspur. Hugo Lloris sudah dipaksa untuk memungut bola dari gawangnya sendiri berkat lesakan De Ligt yang memanfaatkan assist sepak pojok Lasse Schone.
ADVERTISEMENT
Meski berperan sebagai bek tengah, ini tidak menjadi gol semata wayang De Ligt di Liga Champions. Bertanding melawan Juventus di leg kedua perempat final, pemain berusia 19 tahun ini juga berhasil menorehkan namanya di papan skor. Bila dikalkulasi, De Ligt sudah membukukan enam gol dan satu assist untuk Ajax dalam 50 penampilannya bersama Ajax di seluruh kompetisi musim ini.
Catatan gol itu tidak serta-merta mengaburkan atributnya sebagai pemain bertahan. De Ligt mencatatkan rataan 1,3 tekel, 1,3 intersep, dan 4,15 sapuan per laga musim ini. Penampilan ini pulalah yang menjadikannya sebagai pilihan utama Erik Ten Hag di lini pertahanan Ajax.
Namun, siapa pula yang menyangka mimpi buruk gemar menyerang balik? Gol pertama Spurs pada Kamis (9/5/2019) itu juga disebabkan oleh eror De Ligt dan Schone.
ADVERTISEMENT
Prosesnya bermula ketika Danny Rose berhasil mengecoh De Ligt di lini tengah. Begitu penguasaan bola lebih stabil, Rose mengirim umpan kepada Dele Alli yang melanjutkan pergerakannya dengan solo run.
Pemain Tottenham Lucas Moura mencetak gol pertama mereka saat melawan Ajax. Foto: Reuters/Matthew Childs
Lucas Moura langsung berlari beriringan dengan Rose, tentunya sambil mencari ruang dan menghitung momentum karena diapit oleh Schone dan Frenkie De Jong. Kala itu, Schone ada di kiri Moura, sementara De Jong mengambil posisi di kanan Alli.
Tepat ketika Moura hendak masuk ke kotak, Schone berupaya merebut bola dengan tekel. Sayangnya, bola tak berpaling dari kaki Moura. Sepakan jarak dekat langsung dilepaskannya begitu sampai di area strategis itu. Meski sudah menebak arah bola dengan benar, aksi penyelematan Andre Onana tetap gagal mengandaskan tembakan Moura.
ADVERTISEMENT
"Ini benar-benar mimpi buruk. Kami bermain baik di paruh pertama, kami mengendalikan laga. Tapi, kami tidak menerapkan pressing yang sama di babak kedua. Kami membiarkan gol tercipta dengan cara yang konyol. Kami sudah sangat dekat dengan final dan semuanya berlalu begitu saja. Tidak dapat dipercaya," ucap De Ligt, dilansir ESPNFC.
Menariknya, dua dari ketiga gol Moura lahir karena eror dua pemain Ajax yang tadinya ikut berkontribusi pada gol tuan rumah. Tak cuma di gol pertama, kesalahan Schone dan De Ligt juga punya andil dalam kelahiran gol kedua.
Tak sampai lima menit berselang dari gol perdana Spurs, muncul kemelut di depan gawang Ajax yang melibatkan tak kurang dari lima pemain. Onana tadinya hendak menangkap sepakan jarak dekat Fernando Llorente yang memanfaatkan umpan Kieran Trippier.
ADVERTISEMENT
Pemain Tottenham Lucas Moura mencetak gol kedua setelah melewati pemain Ajax Andre Onana. Foto: Reuters/Dylan Martinez
Onana sebenarnya berhasil menepis, tapi bola muntahan itu terpental di depan gawang. Berada dalam jarak yang sangat dekat, Onana jelas berupaya menangkap bola tadi.
Sayangnya, Schone yang posisinya ada di sebelah Onana justru tidak ngeh dengan manuver kawannya itu. Schone pun bermaksud mengamankan bola dengan merebutnya.
Alih-alih meredam situasi genting, Schone dan Onana justru bersinggungan sehingga bola terlepas. Tak mau kehilangan momentum, Moura langsung menyambar bola dan melepaskan sepakan jarak dekat.
De Ligt sebenarnya sudah mengambil posisi di belakang Onana untuk membantu sang kiper mengamankan gawang. Sayangnya, manuver si kapten juga terlambat menutup aliran bola. Rasanya seperti tak ada yang bisa mencegah Moura mencatatkan namanya di papan skor untuk kali kedua.
ADVERTISEMENT
Semuanya bertambah kelam kala Moura berhasil mengubah mimpi buruk Ajax jadi kenyataan. Gol pada menit 90+6' menjadi mala di pengujung laga. Apa boleh buat, duel tuntas dengan kekalahan 2-3 untuk Ajax.
***
Kecepatan, segala sesuatu terjadi seperti sekelebat saja. Seperti itulah gambaran jalannya laga antara Ajax dan Spurs pada Kamis (9/5/2019). Serangan-serangan cepat, tensi laga yang meninggi sejak awal--semuanya menjadi bukti bahwa kedua tim berusaha mendekatkan diri dengan kemenangan sesegera mungkin.
Dalam kurun sekitar 100 menit itu--jika ditambah tambahan waktu--segala persoalan di luar lapangan tak punya ruang di alam pikir mereka yang berlaga. Hidup tiba-tiba seperti berlari kencang, kedua tim yang bertanding ikut bergegas agar tak kehilangan tempat di laga puncak--perkara yang bagi mereka tak kalah penting daripada hidup itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Ekspresi kekecewaan pemain Ajax setelah gagal ke final Liga Champions. Foto: JOHN THYS / AFP
Namun, saat semuanya berlari dalam kecepatan penuh, De Ligt dan Schone melakukan kesalahan minor yang ternyata memberi ruang luas bagi lawan untuk mencetak gol penyama kedudukan dan berlanjut pada gol kemenangan.
Tak ada satu manusia pun yang sanggup menyelami benak De Ligt dan Schone kala itu. Namun, agaknya alam pikir itu menjadi arena pertarungan paling sengit antara asa untuk bangkit dan firasat bahwa langkah mereka akan selesai sebentar lagi.
Tiket final pada akhirnya menjadi milik Spurs. Di tengah perayaan kemenangan sang lawan, De Ligt dan Schone hanya bisa merutuk, bergumul dengan penyesalan masing-masing, memenuhi pikiran dengan berbagai pengandaian.
Pelatih Ajax, Erik Ten Hag. Foto: Reuters/Matthew Childs
Erik Ten Hag tahu kedua anak asuhnya itu babak-belur dihajar penyesalan. Tapi, jarum jam tak bisa diputar mundur, laga tak dapat diulang lagi.
ADVERTISEMENT
Yang ada di pikiran Ten Hag setelah kekalahan ini hanyalah pemahaman bahwa ternyata sepak bola adalah tentang dua sisi, tentang kekalahan dan kemenangan yang berjarak tak lebih dari sepelemparan batu.
"Sepak bola dapat menjadi sangat indah dan kejam sekaligus. Kami mengalaminya sendiri hari ini."
Lampu di Johan Cruijff Arena meredup, tanda laga selesai dan perayaan telah usai. Dan semoga penyesalan itu juga enyah dari benak De Ligt dan Schone. Tak masalah jika ia tak beranjak cepat. Yang penting ia menyingkir, memberi tempat bagi tekad merengkuh mahkota juara musim depan.