Gareth Bale dan Jejak Berwarna Pesepak Bola Britania di Negeri Orang

28 Februari 2018 13:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bale punya rekor tersendiri di Spanyol. (Foto: AFP/Oscar Del Pozo)
zoom-in-whitePerbesar
Bale punya rekor tersendiri di Spanyol. (Foto: AFP/Oscar Del Pozo)
ADVERTISEMENT
Gerard Moreno menghancurkan segalanya bagi Gareth Bale. Ketika Bale tengah menjejak sebuah titik yang sebelumnya hanya mampu dicapai satu orang saja, Moreno menjelma menjadi 'Piet Hitam' yang membuat perayaan Bale jadi mimpi buruk.
ADVERTISEMENT
Laga antara Espanyol dan Real Madrid yang dihelat di Cornella-el Prat, Rabu (28/2/2018) dini hari WIB, itu dimenangi tuan rumah berkat gol tunggal Moreno. Bagi Real Madrid, kekalahan itu membuat langkah mereka untuk mengejar Atletico Madrid di klasemen jadi terhambat. Kini, Real Madrid sudah memainkan satu laga lebih banyak dibanding tetangganya, tetapi mereka masih tertinggal tujuh angka.
Namun, itu belum seberapa jika dibandingkan dengan apa yang dialami Bale. Pasalnya, laga melawan Espanyol itu adalah sebuah tonggak bagi kariernya. Dengan 116 penampilan, Bale jadi pemain Britania yang punya catatan penampilan terbanyak di Spanyol, menyamai rekor milik David Beckham. Kekalahan tentunya tidak masuk hitungan Bale kala memasuki lapangan Cornella-el Prat.
Terlepas dari itu semua, pencapaian Bale dan Beckham sebetulnya sudah layak diberi apresiasi tersendiri. Sebab, keduanya adalah makhluk langka. Tak banyak pemain Britania yang punya cukup keberanian untuk menjajal kompetisi sepak bola di negara lain dan tentunya, sosok yang bisa meninggalkan jejak spesial lebih sedikit lagi.
ADVERTISEMENT
***
Bale dan Beckham bukan yang pertama dan tentunya takkan jadi yang terakhir. Mereka memang berada di puncak. Akan tetapi, keberadaan pemain-pemain Britania di kompetisi negara lain, khususnya di Spanyol, tak ubahnya fenomena gunung es. Pasalnya, ada banyak sekali nama yang pada akhirnya jadi catatan kaki pun tidak.
Fenomena gunung es ini tak bisa dilepaskan dari bagaimana sepak bola itu sendiri masuk ke Spanyol. Tanpa andil orang Inggris, takkan ada olahraga satu ini di Spanyol. Bukti paling sahihnya, klub tertua Spanyol, Recreativo de Huelva, adalah hasil bentukan orang-orang Inggris pada tahun 1889 silam.
Ketika itu, sampai setidaknya saat La Liga mulai digulirkan pada 1929, mereka yang bermain sepak bola di Spanyol kebanyakan adalah para ekspatriat Inggris. Latar belakangnya pun macam-macam, meski mayoritas dari mereka adalah para pekerja kasar atau pelajar. Tak heran jika setelah Recreativo, klub-klub tertua di Spanyol lain juga dibentuk oleh orang Inggris. Sevilla, Gimnastic de Tarragona, dan Athletic Club de Bilbao, misalnya.
ADVERTISEMENT
Perlahan, orang-orang Inggris itu memang akhirnya tersingkir. Terlebih, ketika kompetisi La Liga sudah dimulai. Butuh waktu enam tahun bagi seorang pesepak bola Inggris untuk kembali ke Spanyol setelah La Liga digulirkan. Pada 1935, George Henry Green bergabung dengan Espanyol dan bermain dalam 14 pertandingan. Sayang, Perang Sipil Spanyol membuat kiprah Green di Iberia terhenti.
Setelah Green kembali ke kampung halaman, La Liga harus menunggu 12 tahun sampai pesepak bola Britania berikutnya datang. Bersama pelatihnya yang juga orang Inggris, John Watson datang ke ibu kota Spanyol untuk memperkuat Real Madrid. Pada masa itu, Real Madrid belum menjadi seperti sekarang. Namun, dengan situasi Real Madrid yang masih seperti itu saja Watson hanya mampu beratahan selama semusim.
ADVERTISEMENT
Tak seberapa lama setelah Green meninggalkan Los Blancos, sepak bola Spanyol berkembang pesat. Real Madrid menjadi penguasa Eropa dan kemudian, kiprah Real Madrid itu disusul pula oleh Barcelona dan Atletico Madrid. Pada masa-masa keemasan sepak bola Spanyol antara 1950-an s/d 1970-an ini tidak ada sama sekali pemain Britania yang berkiprah di sana, sampai akhirnya Laurie Cunningham datang pada 1979.
Cunningham berangkat ke Spanyol sebagai satu dari trisula maut milik West Bromwich Albion yang oleh sang manajer, Ron Atkinson, diberi julukan Three Degrees. Bersama Brendon Batson dan Cyrille Regis, Cunningham menjelma menjadi simbol perlawanan terhadap rasialisme di sepak bola Inggris. Cara mereka melawan pun sederhana saja, lewat permainan yang atraktif dan mematikan.
ADVERTISEMENT
Cunningham adalah seorang penyerang sayap yang dikenal akan teknik dan kecepatannya. Performa apiknya di West Brom itu membuat Real Madrid kepincut dan merekrutnya dengan banderol 950 ribu poundsterling.
Meski pada musim pertamanya mampu membawa Real Madrid juara La Liga dan Copa del Rey, pada musim keduanya Cunningham gagal bersinar lantaran cedera berkepanjangan. Cunningham kemudian dipinjamkan ke Manchester United sebelum dilepas ke Sporting Gijon.
Kiprah apik Cunningham di Real Madrid memang tergolong singkat. Akan tetapi, pemain berjuluk 'Ferrari Hitam' itu menjadi ombak pertama dari gelombang pemain-pemain Britania yang hijrah ke Spanyol. Setelah Cunningham, datanglah Steve Archibald, Gary Lineker, dan Mark Hughes ke Barcelona. Selain itu, Jim Hagan (Celta Vigo) dan Sammy Lee (Osasuna) juga ikut meramaikan gelombang Britania.
ADVERTISEMENT
Pada era 1980-an itu, pemain Britania yang paling bersinar di Spanyol adalah Archibald dan Lineker. Archibald membawa Barcelona juara La Liga musim 1984/85 dan Copa de la Liga pada musim berikutnya. Sementara, Lineker sampai sekarang masih dianggap sebagai salah satu legenda terbesar Blaugrana dengan koleksi 42 gol dari 103 laga di La Liga serta satu gelar Copa del Rey dan satu trofi Piala Winners.
Sayangnya, kesuksesan para pemain Britania pada era 1980-an itu gagal diikuti mereka yang datang di era 1990-an. John Aldridge, Dalian Atkinson, dan Kevin Richardson memperkuat Real Sociedad pada musim 1990/91. Trio itu gagal mengangkat prestasi Txuri Urdin. Meski demikian, kedatangan Aldridge adalah sebuah terobosan baru dalam sejarah Real Sociedad. Pasalnya, sejak saat itu kebijakan khusus Basque klub tersebut resmi berakhir.
ADVERTISEMENT
Kebangkitan legiun Britania di Spanyol baru kembali dimulai pada 1999 oleh Steve McManaman. Meski namanya tidak sementerang Bale atau Beckham, Macca adalah salah satu galactico pertama Real Madrid era Florentino Perez.
Nantinya, selama empat tahun pemain satu ini mampu mempersembahkan delapan gelar, termasuk dua La Liga dan dua Liga Champions. Lebih dari itu, Macca adalah pemain yang mengintegrasikan Beckham dengan skuat bertabur bintang milik Real Madrid.
McManaman (kanan) melawan Villarreal. (Foto: AFP/Pierre-Philippe Marcou)
zoom-in-whitePerbesar
McManaman (kanan) melawan Villarreal. (Foto: AFP/Pierre-Philippe Marcou)
Sejak McManaman, pemain-pemain Britania kembali muncul dalam jumlah cukup banyak. Sebut saja Beckham, Stan Collymore, Michael Owen, Jonathan Woodgate, sampai Jermaine Pennant dan Bale. Namun, memang cuma Bale dan Beckham yang terhitung sukses besar di Spanyol.
***
Pertanyaan, mau tidak mau, harus dilontarkan. Apa sebenarnya yang membuat para pemain Britania begitu kesulitan bersinar di kompetisi luar negeri, entah itu di Spanyol maupun negara-negara lain?
ADVERTISEMENT
Meski terkesan sederhana, jawaban dari pertanyaan ini bisa sangat rumit dan panjang. Pasalnya, tak ada musabab yang pasti di balik kesulitan tersebut. Untuk setiap kasus, permasalahan yang muncul bisa berbeda-beda.
Untuk kasus Owen, misalnya, yang jadi masalah terbesar adalah keluarga. Setiap kali Owen bermain atau menghabiskan waktu dengan rekan-rekannya, pikirannya selalu melayang ke istri dan anaknya yang tidak melakukan apa-apa di hotel. Masalah inilah yang membuat Owen akhirnya menjadi tidak betah dan gagal mengeluarkan kemampuan terbaik.
Kemudian, ada masalah bahasa dalam kasus Pennant, meski masalah ini bukan satu-satunya yang menimpa pemain binaan Arsenal tersebut. Di Real Zaragoza, Pennant tak ma(mp)u bicara bahasa Spanyol sampai akhirnya terkucil dan melampiaskan rasa frustrasinya dengan mabuk-mabukan.
ADVERTISEMENT
Jika Pennant dan Owen bermasalah dengan adaptasi, ada juga sosok yang gagal karena datang terlambat ke liga luar negeri. Dia adalah Joe Cole yang sempat menjajal Liga Prancis bersama Lille. Dengan kemampuan tekniknya yang mumpuni, Cole seharusnya bisa menimbulkan impak di Lille. Akan tetapi, Cole datang ke sana saat usianya sudah berusia 30 tahun dan fisiknya sudah tak sebagus lima, enam tahun sebelumnya.
Apa yang dialami Cole ini cukup disayangkan karena dia sebenarnya punya gaya bermain yang cocok dengan Eropa daratan. Bagi orang-orang Eropa daratan, pemain macam Cole ini adalah artiste atau seniman lapangan hijau. Di Inggris, pemain sepertinya terhitung langka dan seharusnya, sejak masih muda Cole sudah mencoba untuk melanglang buana.
ADVERTISEMENT
Pennant (kanan) vs Ricardo Carvalho. (Foto: AFP/Jose Jordan)
zoom-in-whitePerbesar
Pennant (kanan) vs Ricardo Carvalho. (Foto: AFP/Jose Jordan)
Akan tetapi, Cole adalah pesepak bola yang bermain saat Premier League sedang menanjak untuk menjadi liga terpopuler di dunia. Dengan uang dan popularitas yang lebih dari cukup di negeri sendiri, untuk apa berkiprah di negara lain yang tak menjanjikan apa-apa?
Walau begitu, seperti yang sudah ditunjukkan Lineker, McManaman, Beckham, dan Bale, tak semua pemain Britania memiliki masalah dengan adaptasi. Micah Richards di Fiorentina, misalnya, sudah merasa betah di Florence. Dia mau dan mampu belajar bahasa Italia dan bahkan dengan bangga memamerkan fakta bahwa dia telah membeli apartemen yang berdekatan dengan apartemen Luca Toni.
Namun, tak seperti Lineker, McManaman, Beckham, dan Bale, Richards memang tak punya kualitas yang cukup bagus untuk bisa bersaing di negeri orang. Buktinya, ketika dia akhirnya kembali ke Inggris pun Richards terus tenggelam sampai sekarang.
ADVERTISEMENT
Artinya, ada banyak sekali faktor yang bisa menjelaskan alasan di balik kerapnya para pemain Inggris gagal di negeri orang. Akan tetapi, satu hal yang paling menonjol sebenarnya adalah minimnya jumlah mereka. Dengan jumlah yang minim itu, persentase keberhasilan pun bakal menjadi kecil. Terlebih, para pemain Inggris yang mencoba peruntungan di luar negeri pada era keemasan Premier League ini kebanyakan merupakan pemain-pemain kelas dua, bahkan kelas tiga.
Maka dari itu, sekali lagi, Bale dan Beckham adalah pengecualian yang layak diacungi jempol. Mereka pergi ke luar negeri saat Premier League sudah menanjak dan mereka mampu menjadi pemain penting di klub sekelas Real Madrid. Dengan kata lain, sebenarnya menjadi besar di negeri orang bukan hal mustahil bagi para pesepak bola Britania. Masalahnya sekarang ada pada apa yang mau mereka korbankan untuk meraih itu semua.
ADVERTISEMENT
Sebuah langkah apik untuk saat ini telah dilakukan beberapa pemain muda berbakat Inggris. Jadon Sancho, Reece Oxford, dan Ademola Lookman saat ini tengah bertualang di Bundesliga. Memang, masih terlalu dini untuk menilai sejauh mana mereka bakal berkembang. Namun, di tengah semakin tidak ramahnya Premier League pada pemain muda, bisa jadi Sancho, Oxford, dan Lookman bakal menjadi pionir untuk gelombang Britania berikutnya.