Golden Goal sebagai Ketidakadilan dalam Piala Dunia

18 Mei 2018 20:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Selebrasi golden goal Blanc vs Paraguay. (Foto: PASCAL GEORGE / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Selebrasi golden goal Blanc vs Paraguay. (Foto: PASCAL GEORGE / AFP)
ADVERTISEMENT
Golden goal pada dasarnya dibuat dengan satu tujuan, menciptakan permainan yang lebih seru, yang lebih berani dalam menyerang. FIFA sebagai otoritas sepak bola tertinggi di dunia merasa punya satu beban untuk menjadikan kompetisi sepak bola sebagai parade yang meriah. Yang namanya sepak bola, ia tak akan meriah tanpa permainan yang berpacu mengejar gol.
ADVERTISEMENT
Lantas, FIFA pertama kali memperkenalkan sistem golden goal secara resmi pada 1993. Sejak dicanangkan, golden goal sudah banyak 'melahap korban', walaupun itu bukan dari turnamen Piala Dunia.
Contohnya, apa yang terjadi pada Republik Ceko di gelaran Euro 1996 saat berhadapan dengan Jerman di babak final. Kala itu, golden goal Oliver Bierhoff mengubur dalam-dalam hasrat Ceko untuk menjadi juara di turnamen ini.
Untuk kelas Piala Dunia sendiri, Paraguay yang menjadi korban pertama. Prancis mendapatkan tiket perempat finalnya setelah menutup laga melawan Paraguay dengan skor 1-0.
Nahasnya, gol semata wayang yang juga menjadi penentu kemenangan ini muncul di menit 114. Laurent Blanc menjadi antagonis bagi Paraguay di turnamen tersebut.
ADVERTISEMENT
Paraguay tahu seperti apa caranya merepotkan Prancis, si tuan rumah. Sebabnya, sampai pertandingan menyentuh pengujung waktu normal, menit 90, Prancis tak kunjung berhasil mencetak gol. Permainan Paraguay, tim yang tentunya tak diunggulkan di laga tersebut, berhasil mengacaukan bangunan serangan yang digagas Prancis.
Terlebih, di laga ini, Prancis masih tidak bisa memainkan Zinedine Zidane. Pasalnya, Zizou dihukum kartu merah di fase grup melawan Arab Saudi.
"Saya pikir, kami akan memiliki peluang yang sangat bagus bila kami berhasil lolos ke babak perempat final. Yang ada di pikiran saya cuma itu," kata pelatih Paraguay di Piala Dunia 1998, Paulo Cesar Carpeggiani.
Ternyata, Prancis punya rencana lain di babak tambahan. Robert Pires menggiring bola ke area sayap kanan. Ini menjadi pola yang berkali-kali dilakukannya sejak menit 64, saat ia ditunjuk menggantikan Thierry Henry yang dihantam cedera.
ADVERTISEMENT
Kali ini, Pires berhasil melewati dua bek yang kelelahan sebelum mengirimkan umpan silang ke area penalti. David Trezeguet datang menyambut, sundulannya mengantarkan bola tadi ke kaki Blanc yang mengambil posisi lebih maju daripada biasanya.
Nasib Paraguay berbalik karena satu tembakan kaki kanannya. Satu-satunya gol di babak tambahan tersebut menndakan dua hal paling mengerikan bagi kubu Paraguay, akhir pertandingan dan tiket perempat final untuk Prancis.
Keberanian Blanc untuk lebih maju daripada biasanya ternyata berawal dari pembicaraannya dengan bek Marcel Desailly. "Dia (Desailly -red) seperti rubah di lapangan itu. Sebelum babak tambahan, dia bilang kepada saya: Kamu maju saja, saya yang akan meng-cover. Semuanya bakal-bakal baik saja, kamu harus percaya pada saya."
ADVERTISEMENT
Segala sesuatunya jauh dari keadaan baik-baik saja bagi Prancis saat itu. Aturan golden goal yang diterapkan FIFA membantu mereka untuk segera merebut tiket perempat final.
Bila Paraguay disebut-sebut sebagai korban pertama 'ketidakadilan' golden goal di Piala Dunia, maka Italia menjadi korban dengan lara termasyhur.
Tahun 2002 diyakini sebagai awal kebangkitan sepak bola Asia. Di tahun inilah untuk pertama kalinya Piala Dunia digelar di Asia, tepatnya di Korea Selatan. Tak cuma menyoal tuan rumah, Korea Selatan juga berhasil mencapai babak semifinal setelah mengalahkan Spanyol dalam babak adu penalti di perempat final.
Upaya Korea Selatan untuk merebut tiket final memang berhasil dihentikan oleh Jerman. Namun, Korea Selatan juga tak perlu gusar-gusar amat. Toh, Jerman hanya berhasil mengukir satu gol di laga tersebut.
ADVERTISEMENT
Sebelum sampai di babak perempat final, Italia mengadang di babak 16 besar. Piala Dunia 2002 ibarat panggungnya Korea Selatan seorang. Pembicaraan menyoal tim yang waktu itu ditukangi Guus Hiddink ini terbagi dalam dua kelompok: Mereka yang memuja dan mereka yang mencibir.
Golongan pertama muncul karena menilai Korea Selatan tampil sebagai tim yang gigih dalam setiap pertandingan. Tak peduli tim besar ataupun kecil, Hong Mung-byo dan teman-temannya akan memasuki lapangan dengan hasrat berapi-api.
Sementara, golongan kedua lahir karena menganggap Korea Selatan besar karena kontroversi. Salah satu kontroversi yang paling ramai diperbincangkan adalah golden goal Ahn Jung-Hwan di laga melawan Italia.
Italia memulai pertandingan dengan meyakinkan. Saat laga baru berjalan 18 menit, Italia berhasil melahirkan keunggulan pertamanya. Adalah Christian Vieri yang berhasil membobol gawang yang dikawal oleh Lee Woon-Jae.
ADVERTISEMENT
Memasuki babak kedua, dunia semakin menjagokan Italia sebagai pemenang di pertandingan ini. Tak berlebihan, hingga memasuki menit 80, Korea Selatan belum berhasil menyamakan kedudukan.
Pesta dini Italia bubar di menit 88. Kegagalan bek kanan Italia, Christian Panucci, mengadang Seol Ki-Hyeon menjadi awal lara Gli Azzurri. Sepakan kaki kiri Ki-Hyeon yang waktu itu sudah ada di tengah kotak penalti tak mampu diantisipasi Gianluigi Buffon. Skor seketika menjadi sama kuat.
Pertandingan mau tak mau harus berlanjut ke babak tambahan. Aturan golden goal membikin siapa pun yang berhasil mencetak gol pertama kali bakal keluar sebagai pemenang.
Selebrasi gol Jung Hwan vs Italia, 2002. (Foto: AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Selebrasi gol Jung Hwan vs Italia, 2002. (Foto: AFP)
Petaka pertama Italia di babak tambahan muncul di menit 103. Kala itu, Francesco Totti yang sebelumnya sudah mengantongi kartu kuning diusir dari lapangan. Kartu kuning kedua menjadi bagiannya akibat dinilai wasit melakukan aksi diving.
ADVERTISEMENT
Sepuluh orang pemain Italia bertarung melawan 11 penggawa Korea Selatan yang menggila. Dan di menit 118, Giovanni Trapattoni dan anak-anak didiknya dipaksa menelan pil pahit bernama kekalahan.
Ahn Jung Hwan menjadi aktor utama yang merebut panggung Italia di pentas Piala Dunia 2002. Golnya di menit 118 itu menjadi penanda bahwa Italia harus segera angkat koper dari Negeri Ginseng. Gol ini tak sekadar golden goal, melainkan juga sebagai penebus dosa kegagalannya mengeksekusi penalti di menit keempat. Wasit menilai Panucci melakukan pelanggaran karena menarik jersi Ki Hyeon.
Gol dan kemenangan ini menjadi pedang bermata dua bagi Ahn Jung Hwan. Di satu sisi, ia mengantarkan Korea Selatan ke puncak prestasi. Di sisi lain, ia membenamkan karier Jung Hwan di level klub.
ADVERTISEMENT
Kala itu, Jung Hwan tercatat sebagai salah satu penggawa klub Italia, Perugia. Bos Perugia, Luciano Gaucci, murka. Ia mendepak Jung Hwan dari klubnya. Setelahnya, Jung Hwan hidup nomaden di lapangan bola. Mulai dari Jepang, Prancis, hingga Jerman, ia berpindah-pindah klub dalam waktu singkat.
Sebenarnya, kisah golden goal di Piala Dunia 2002 tidak hanya menempel erat pada Jung Hwan. Di babak perempat final, Turki berhasil menyingkirkan Senegal dengan golden goal Ilhan Mansiz. Hanya, cerita Jung Hwan memang lebih terdengar gaungnya.
Cerita ini pada akhirnya kembali membangkitkan wacana untuk menghapus sistem golden goal. Manusia boleh berencana, tapi Tuhan juga yang menentukan sama akuratnya dengan FIFA boleh berencana, tapi jalannya pertandingan juga yang menentukan.
ADVERTISEMENT
Tujuan mulia memang diusung FIFA terkait keputusan golden goal ini. Namun, penerapan di lapangan tak selalu sama dengan ancang-ancang dan rencana. Bukannya memunculkan situasi saling menyerang, tim yang inferior justru cenderung menerapkan sistem permainan parkir bus. Tujuannya, agar pertandingan berlanjut hingga babak penalti. Dan setelahnya, golden goal hanya tinggal cerita.
Pada 2003, UEFA memperkenalkan aturan baru dalam pertandingan yang bernama silver goal. Ia diyakini sebagai versi yang lebih manusiawi ketimbang golden goal. Dengan sistem ini, jika tim mencetak gol di babak tambahan 15 menit pertama, pertandingan tidak akan langsung berakhir.
Pertandingan akan berlangsung sampai 15 menit pertama itu selesai. Dibandingkan dengan golden goal, sistem ini berumur jauh lebih singkat. Setahun setelahnya, FIFA justru memutuskan pertandingan kembali ke model pertama, memberlakukan dua babak tambahan.
ADVERTISEMENT