news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Hazard dan De Bruyne, Vesalius dan Stevin

7 Juni 2018 23:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hazard saat berhadapan dengan Portugal. (Foto: REUTERS/Eric Vidal)
zoom-in-whitePerbesar
Hazard saat berhadapan dengan Portugal. (Foto: REUTERS/Eric Vidal)
ADVERTISEMENT
Andreas Vesalius dan Simon Stevin adalah berkah bagi Belgia. Keduanya merupakan ilmuwan paling berpengaruh di abad ke-16. Vesalius merupakan ahli anatomi, sedangkan Stevin adalah pakar di bidang matematika.
ADVERTISEMENT
Kombinasi itu kemudian menunjang Belgia di bidang sains dan tekonologi. Di lapangan hijau, ada sosok-sosok Vesalius dan Stevin yang mewujud dalam lain raga. Di Tim Nasional Belgia, mereka punya Kevin De Bruyne dan Eden Hazard.
De Bruyne dan Hazard adalah pemain spesial. Mereka sama-sama terbiasa menjadi inti dari permainan timnya.
De Bruyne menjadi pencipta peluang dan assist terbanyak untuk Manchester City di pentas Premier League termutakhir --dengan 16 assist. Sedangkan Hazard berhasil menjelma sebagai pencetak gol terbanyak Chelsea di lintas ajang musim ini lewat torehan 17 gol. Sepintas itu menjadi berkah bagi Belgia, tetapi kenyataannya justru sebaliknya.
Hazard hanya mencetak satu gol selama pagelaran Piala Eropa dua tahun lalu, itu pun didapatkan saat berhadapan dengan tim lemah, Hongaria. Hingga akhirnya mereka keok 1-3 dari Wales di perempat final.
ADVERTISEMENT
Torehan Hazard lebih buruk lagi di Piala Dunia 2014. Jumlah golnya nihil, sementara De Bruyne cuma mampu mencetak sebiji gol. Kehadiran Hazard dan de Bruyne bak bumerang jika diturunkan bersamaan. Konsep tersebut yang dikeluhkan Marc Wilmots atas kegagalannya membawa Belgia dalam dua turnamen tersebut.
Sebenarnya bukan hal yang mustahil untuk menurunkan kedua playmaker secara bersamaan. Aime Jacquet nyatanya sukses membawa Prancis keluar sebagai juara di Piala Dunia dengan menyandingkan Zinedine Zidane dan Youri Djorkaeff dalam format 4-3-2-1 yang diusungnya.
Melihat apa yang dilakukan Jacquet, Pelatih Belgia, Roberto Martinez, mestinya mendapatkan titik cerah. Selain itu, langkah paling mudah bagi Martinez adalah dengan menjiplak metode yang diterapkan City dan Chelsea.
ADVERTISEMENT
Konsep itu tertuang saat Belgia melumat Mesir 3-0 pada laga uji tanding, Kamis (7/6/2018) dini hari WIB. Kendati diturunkan sebagai winger kiri dalam format 3-4-3, Hazard diberikan kebebasan untuk bergerak. Skema demikian bukan cuma berguna saat build-up serangan saja, tetapi juga demi memaksimalkan jurus serangan balik.
Gol pertama Belgia adalah buah dari pergerakan Hazard ke area tengah pertahanan Mesir. Tendangannya memang berhasil ditepis Essam El Hadary, akan tetapi bola rebound sukses disambar Romelu Lukaku.
Sementara gol kedua juga jadi bukti betapa dinamisnya pergerakan Hazard di lini depan. Dengan cepat ia mengonversi umpan mendatar Yannick Carrasco dari sisi kiri pertahanan lawan. Uniknya, mantan pemain Lille itu berada di depan Lukaku yang nobene berposisi sebagai penyerang utama.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, cairnya lini depan juga disokong dengan kehadiran Carrasco dan Thomas Meunier sebagai wing-back. Intensitas keduanya dalam melakukan overlap membuat Hazard makin nyaman untuk melakukan cutting-inside ke area pertahanan musuh.
De Bruyne usai laga menghadapi Spurs. (Foto: David Klein/Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
De Bruyne usai laga menghadapi Spurs. (Foto: David Klein/Reuters)
Pakem semacam ini bukan berarti tanpa konsekuensi. Tingginya intensitas overlap sepasang wing-back, berarti juga memberikan beban para gelandang untuk bermain lebih defensif, tak terkecuali De Bruyne.
Ia ditugaskan untuk bahu membahu bersama Axel Witsel untuk melindungi tiga bek sentral Belgia. Martinez memasrahi satu tempat kepada gelandang Tianjin Quanjian itu karena kemampuannya dalam menjaga kedalaman, serupa dengan alasannya memilih Mousa Dembele serta Leander Dendoncker.
Inilah (salah satu) alasan mengapa Martinez menepikan Radja Nainggolan. Meski gelandang berambut mohawk tersebut jago dalam memenangi diuel, ia memiliki atribut menyerang lebih banyak ketimbang bertahan. Padahal, Martinez butuh sosok gelandang bertahan yang mahir dalam menjaga kedalaman demi mengimbangi De Bruyne.
ADVERTISEMENT
Bagi De Bruyne sendiri, peran playmaker yang diembannya di Belgia jelas berbeda saat bermain bersama City dengan tiga gelandangnya. Itulah mengapa ia hanya mencetak sebiji gol dari tiga laga terakhirnya bersama The Red Devils.
Oke, De Bruyne memang tak berkontribusi banyak atas gol yang dicetak Belgia. Di sisi lain, tetap saja kreativitas pemain berusia 26 tahun itu dibutuhkan untuk distribusi bola.
Bagaimanapun juga menurunkan dua playmaker dalam satu ruang tidaklah mudah. Lionel Messi saja gagal menjadi seperti Lionel Messi saat bermain bersama Paulo Dybala.
Hal itu pula yang membuat Gianni Rivera dan Sandro Mazolla kesulitan di Timnas Italia. Bisa dibilang, jalan tengahnya adalah dengan mengurangi ego salah satu di antara keduanya. Seperti yang dilakukan Martinez saat ini, mengorbankan De Bruyne untuk bermain lebih defensif.
ADVERTISEMENT