Hidayat Bisa Jadi Pahlawan dengan Mengungkap Mafia di Sekelilingnya

4 Desember 2018 14:01 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Laga PS Mojokerto Putra vs Semen Padang di babak 8 besar Liga 2 (Foto: Dok. PT LIB)
zoom-in-whitePerbesar
Laga PS Mojokerto Putra vs Semen Padang di babak 8 besar Liga 2 (Foto: Dok. PT LIB)
ADVERTISEMENT
Pengunduran diri Hidayat dari keanggotaan Komite Eksekutif (Exco) PSSI bukan keputusan tepat untuk menuntaskan kasus pengaturan skor yang menyeret namanya. Demikian pernyataan koordinator Save Our Soccer (SOS)--lembaga swadaya pemerhati sepak bola nasional, Akmal Marhali.
ADVERTISEMENT
Di Private Lagoon Room Hotel Sultan, Senin (3/12/2018) sore WIB, Hidayat menyatakan bahwa ia tak akan lagi menjadi bagian dari Exco PSSI. Ketetapan itu ia ambil seusai menimbang banyak hal. Mulai dari keluarga dan kegaduhan yang sempat ia hadirkan.
Hidayat mendapatkan sorotan tajam setelah manajer Madura FC, Januar Herwanto, dalam program Mata Najwa bertema 'PSSI Bisa Apa?' mengatakan bahwa pemilik Persebo Bondowoso itu meminta agar Madura FC mengalah dari PSS Sleman pada laga Liga 2 dengan ganjaran uang sekitar Rp 100-150 juta.
Di acara serupa, Hidayat dengan tegas membantah. Namun, cetusan Januar membuat isu match fixing kembali menyeruak. Untuk meredakan situasi, Hidayat memilih undur diri sebagai Exco PSSI.
Hidayat, Exco PSSI, dalam sesi jumpa pers di Hotel Sultan. (Foto: Sandi Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Hidayat, Exco PSSI, dalam sesi jumpa pers di Hotel Sultan. (Foto: Sandi Firdaus/kumparan)
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Disiplin PSSI, Husin Umar, menyebut Hidayat bersalah dan bakal mendapatkan hukuman larangan beraktivitas di sepak bola Indonesia selama tiga tahun dan denda sebesar Rp150 juta. Hukuman tersebut berangkat dari pasal 64 Kode Disiplin PSSI tentang Korupsi.
Dari kacamata Akmal, langkah yang ditempuh Hidayat dan Komdis tak bakal mencabut kasus pengaturan skor sampai ke akar. Sebab, lanjut Akmal, kasus match fixing tak mungkin melibatkan satu pihak saja. Ada pihak lain yang mesti diungkapkan juga. Dan Komdis harus menuntaskan itu.
"Komdis ini harus membuka selebar-lebarnya kasus ini. Enggak cuma sekadar menjatuhi hukuman berupa jangka waktu dan denda. Jadi, tak cuma sekadar investigasi dan memberi hukuman, kalau seperti itu berarti mereka tak serius. Komdis harus membuka bagaimana kasus pengaturan skor berjalan," ucap Akmal kepada kumparanBOLA, Selasa (4/12).
ADVERTISEMENT
"Pengaturan skor adalah masalah serius sepak bola nasional. Kalau kemudian memang terbukti dan melakukan, bisa dilanjutkan ke hukum positif (merujuk pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 Tentang Tindak Pidana Suap)," lanjutnya.
Diskusi interaktif Save Our Soccer (Foto: Okky Ardiansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi interaktif Save Our Soccer (Foto: Okky Ardiansyah/kumparan)
Oleh karena itu, sebuah keputusan tepat apabila Hidayat berani membuka pihak-pihak yang terlibat dalam match fixing di sepak bola Indonesia atau menjadi whistle blower. Jika Hidayat menempuh langkah tersebut, kata Akmal, ia tak akan menjadi pesakitan, tetapi pahlawan pengaturan skor di Indonesia.
"Harusnya itu dikorek oleh PSSI bukan cuma sekadar 'dia salah, dihukum'. Karena ini bukan masalah menghukum satu orang, tetapi ini masalah kronis terjadi di sepak bola kita," katanya.
"Seharusnya ia (Hidayat) bisa mengurai karena ia sendiri baru melakukan ini (pengaturan skor) kali ini. Dia bisa bilang 'saya melakukan ini karena diajak ini, orang-orang ini yang terlibat'," ucap Akmal.
ADVERTISEMENT
"Kalau cuma menjalani hukuman dan mengundurkan diri, namanya akan menjadi buruk karena terlibat kasus pengaturan skor. Kalau dia mau membuka semuanya kepada publik dan berupaya menghentikan pengaturan skor, Pak Hidayat bakal menjadi pahlawan," pungkasnya.
Skema pengaturan skor (match fixing) di sepak bola Indonesia. (Foto: Sabryna Putri Muviola/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Skema pengaturan skor (match fixing) di sepak bola Indonesia. (Foto: Sabryna Putri Muviola/kumparan)