Indra Sjafri: Saya Jamin Euforia Juara Sudah Hilang

10 Maret 2019 17:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pelatih Timnas U-22, Indra Sjafri diarak ke tengah lapangan usai bertanding melawan Thailand dalam Piala AFF U-22 2019 di Stadion Nasional Olimpiade Phnom Penh, Kamboja. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pelatih Timnas U-22, Indra Sjafri diarak ke tengah lapangan usai bertanding melawan Thailand dalam Piala AFF U-22 2019 di Stadion Nasional Olimpiade Phnom Penh, Kamboja. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Nama Indra Sjafri seakan selalu melekat dengan Timnas Indonesia U-19. Wajar saja, itu karena upaya gigih Indra--salah satunya lewat blusukan--dalam membangun skuat 'Garuda Jaya' yang berujung kepada gelar juara di Piala AFF 2013 silam.
Ketika tawaran untuk naik level dengan menangani Timnas U-22 datang, harapan serupa langsung dilemparkannya ke atas langit: membawa 'Garuda Muda' juara. Benar saja, sejarah berhasil diulangnya manakala berhasil mengantarkan Timnas U-22 meraih juara di Piala AFF pada Februari lalu.
Meski demikian, Piala AFF U-22 awalnya bukanlah menjadi sasaran bagi PSSI. Turnamen yang berlangsung di Phnom Penh, Kamboja, itu bahkan hanya dipandang sebagai wadah uji tanding oleh federasi. Karena target sesungguhnya adalah lolos ke Piala Asia U-23 2020 dan medali emas SEA Games 2019.
ADVERTISEMENT
Pada awalnya, banyak pihak yang memandang sebelah mata akan sepak terjang dari Timnas U-22 di Piala AFF. Persiapan mepet menjadi salah satu faktornya. Tercatat, hanya 39 hari mereka mempersiapkan diri.
Faktor lain ialah hasil uji tanding sebelum turnamen. Dari tiga laga melawan klub Liga 1 yakni Bhayangkara FC, Arema FC, dan Madura United, Timnas U-22 selalu meraih hasil imbang.
Namun, gelar juara mematahkan anggapan miring tersebut. Berbagai apresiasi pun mengucur deras dari berbagai pihak di Tanah Air menyusul keberhasilan Andy Setyo dan kolega membawa pulang trofi.
Pelatih Timnas U-23 Indonesia, Indra Sjafri. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Indra pun mengaku bersyukur atas segala macam penghargaan kepada skuat asuhannya. Akan tetapi, ia menjamin bahwa euforia juara sudah habis. Mereka kini langsung mengalihkan fokus kepada kualifikasi Piala Asia U-23 2020 yang berlangsung pada akhir bulan ini.
ADVERTISEMENT
Di tengah persiapan itu, kumparanBOLA berkesempatan untuk berbincang dengan Indra di Hotel Sultan, Jakarta. Dalam obrolan santai itu, mantan juru latih Bali United ini bercerita tentang proses pembentukan tim hingga besarnya bonus yang diterima anak-anak asuhnya. Berikut petikan wawancaranya.
Pada 2013, coach berhasil jadi juara bersama Timnas U-19, dan sekarang dengan Timnas U-22. Apa maknanya, coach?
Ya, pertama tentu saya mengucapkan syukur alhamdulillah, atas izin Allah prestasi itu tercapai. Tapi ini, saya, semakin yakin bahwa proses itu adalah suatu hal yang harus dilalui. Jadi, saya juara di U-22 ini, itu adalah proses yang saya lalui mulai dari saya pegang tim di tim nasional itu mulai dari usia 12 tahun, 16, 17, 18, 19 dua kali periode, dan 22. Proses itu yang membuat saya semakin hari, semakin bisa memformulasikan bagaimana membangun tim yang baik ke depannya
ADVERTISEMENT
Apa sebenarnya kunci Timnas U-22 jadi juara?
Kuncinya diawali dari pemilihan pemain, pemilihan staf pelatih. Karena menurut saya, bekerja enggak bisa sendiri. Makanya kemarin saya bersyukur dengan PSSI, saya diberikan 13 staf untuk membantu kami. Dan juga, kita, juga bersyukur dilimpahkan banyak pemain-pemain berpotensi di Indonesia, dan pemain-pemain itulah yang saya pilih, mana yang terbaik. Berbeda dengan U-19 kemarin saya banyak blusukan ke daerah-daerah, tetapi lama-kelamaan PSSI juga berbenah, kompetisi mulai teratur untuk usia muda, dan kita bisa lebih gampang untuk mencari pemain.
Pemain Timnas U-22 Indonesia mengangkat Piala AFF U-22 2019 usai memenangkan pertandingan melawan Thailand di Stadion Nasional Olimpiade Phnom Penh, Kamboja. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Dibandingkan dengan Timnas U-19 dan U-22, mana yang lebih berat persiapannya?
Lebih berat U-19, dan saya masih menganggap prestasi U-19 adalah prestasi yang fenomenal untuk saya pribadi, karena dibentuk tim itu dengan pembiayaan yang enggak jelas waktu itu, terus kompetisi untuk mencari pemain juga tidak ada, dan saya juga pernah waktu itu sampai enggak diberikan gaji sampai 17 bulan, tapi saya tetap jalani. Dan, lebih dahsyat lagi, pemain-pemain tersebut adalah pemain-pemain sebelumnya orang enggak kenal sama sekali.
ADVERTISEMENT
Persiapan Timnas U-22 hanya 39 hari, apakah dari situ sudah ada keyakinan juara?
Sebenarnya dari awal 'kan kita memang menjadikan AFF itu sebenarnya bukan jadi ajang utama. Kenapa? karena itu tadi, waktunya yang pendek. kita lebih realistis berpikir, dan makanya, kesepakatan saya dengan PSSI, kontrak saya yang dua tahun itu, di tahun pertama itu adalah targetnya itu diberikan ke Piala Asia U-23, dan untuk SEA Games 2019.
Di Piala AFF, banyak keraguan muncul setelah melihat dua laga awal, bagaimana memacu pemain sehingga bisa tembus final?
Apa yang dirasakan orang di luar mungkin berbeda dengan apa yang kami rasakan di dalam. Kami, terutama tim pelatih, bersama pemain, tahu persis bagaimana tim ini kita bangun dan bagaimana periodisasi persiapannya, untuk mencapai titik puncaknya nanti di final. Memang mulai dari uji coba tiga kali di lokal, walaupun itu lawan tim senior, tim liga, ya mereka cuma seri, dan ditambah lagi dua pertandingan awal juga seri, tetapi kalau orang cermat melihat, itu 'kan ada peningkatan kualitas tim, dan juga semakin jelasnya siapa sih yang akan menjadi tim utama.
ADVERTISEMENT
Dari situ, pertandingan lawan Malaysia, masih kita lihat ada kelemahan-kelemahan dan kita perbaiki, dan lawan Vietnam kita bisa mengatasi mereka. Jadi, ada peningkatan kualitas pemain dari pertandingan ke pertandingan, dan ini yang akan saya jaga terus, nanti sampai ke Piala Asia, nanti sampai ke SEA Games. Kalau rentang waktu dua tahun ini benar-benar saya diberikan ruang untuk membangun suatu tim yang kuat, saya yakin saya bisa membangun itu.
Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi (keempat kiri) Pelatih Timnas U-22 Indonesia, Indra Sjafri (tengah) mengangkat Piala AFF U-22 Kamboja di Terminal 3 Internasional, Bandara Soekano-Hatta, Tangerang, Rabu, (27/2). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Melihat dari Piala AFF U-22, siapa yang paling berkembang?
Hampir semua. Jadi 'kan untuk diketahui semua pemain-pemain ini sebenarnya adalah pemain-pemain yang dulu sebenarnya berpotensi sekali. Contoh (Gian) Zola, Billy Keraf, dan banyak pemain2-pemain lain yang dulu itu memang mentereng, lah. Tetapi, setelah dia masuk ke klub, mereka enggak dapat jam terbang, itu prestasinya langsung menurun sekali. Saya punya tekad di situ. Memang saya mengambil risiko yang besar sebenarnya.
ADVERTISEMENT
Contoh Bagas Adi, yang berat badannya lebih empat kilo. Hampir semua pemain yang saya panggil waktu itu kegemukan semua. Kenapa? Yang pertama, di liga dia jarang dapat kesempatan, yang kedua, AFF persiapannya saat liga sedang libur. Saya sekarang sangat bahagia, bukan hanya karena juaranya, tapi telah muncul lagi, mereka-mereka yang dulu tenggelam, sekarang balik lagi.
Bagaimana memupuk mental pemain waktu menghadapi Thailand di final?
Kalau enggak salah itu ada rekaman yang dibikin (Youtube) PSSI, detik-detik akhir, itulah arahan saya. Pada 22 September 2013, saya punya perasaan yang sama, di final, dan tetapi saya jauh lebih enjoy waktu pertandingan lawan Thailand kemarin. Dan, saya sangat yakin kita bisa mengatasi Thailand walaupun memang ada beberapa pemain kunci mereka yang harus kita harus waspadai waktu itu, dengan diskusi yang panjang, dan kita sangat tepat menerapkan taktik yang akan kita pakai lawan mereka.
ADVERTISEMENT
Mengapa lebih enjoy?
Ya, satu, saya yakin dengan kemampuan tim, jadi, jangan ada lagi kata-kata ini kebetulan, karena di tahun 2013 masih banyak orang yang bilang saya juara itu kebetulan. jadi, janganlah jadi bangsa yang pesimis, harus optimis bahwa kita memang mampu. Yang penting sekarang bagaimana proses ini kita lalui, jangan berkeinginan besok pagi juara dunia, ini harus pelan-pelan, harus ada proses yang kita lalui. Kalau konsisten, kalau PSSI berkeinginan, saya akan bekerja keras membangun tim yang jauh lebih baik lagi.
Coach dikenal sebagai pelatih disiplin, latihan pun mulai pukul 6 pagi, mengapa demikian?
Banyak hal-hal yang saya buat selama ini, dengan melihat secara psikologis mereka, dia akan menolak, hal itu yang saya lakukan. Karena di pertandingan sepak bola, banyak situasi-situasi, yang kita memang enggak sadar itu terjadi. Banyak hal-hal yang terjadi di luar kesiapan mental. Makanya latihan jam 6 pagi, kadang-kadang anak-anak lagi santai saya kumpulin untuk meeting, dan banyak hal-hal yang saya buat, yang mereka enggak nyaman. Karena kalau kita hidup selalu nyaman, tidak akan pernah mencapai prestasi tinggi.
ADVERTISEMENT
Makanya sekarang, euforia setop, kita sudah nyaman dengan juara, hilangkan kenyamanan itu, sekarang semua pemain harus merasa tidak nyaman dengan posisinya dia. Kalau dia merasa tidak nyaman, dia pasti akan selalu ingin meningkatkan diri, makanya saya mendatangkan lagi tujuh pemain baru. Itu untuk apa? untuk supaya tim ini lebih kompetitif. Dan saya tidak akan pandang bulu, yang berprestasi, yang kualitasnya bagus, pasti yang terpilih. saya gak ada jaminan 23 pemain yang mengangkat tim ini juara, untuk terpilih lagi.
Marinus Wanewar jadi pusat perhatian, bahkan dijuluki anak baik, apa pendekatan yang dilakukan coach ke dia?
Dari awal saya membangun tim, makanya saya ingin banyak informasi tentang pemain, termasuk Marinus. Apa informasi yang perlu kami dapat? satu, tentang kesehatan. Kita ada general check-up, dan yang kedua itu psikotes. Saya harus tahu persis bagaimana si anak itu, supaya saya tepat memperlakukan dia.
ADVERTISEMENT
Hasil psikotes khusus Marinus, itu saya paham betul siapa Marinus. Karena saya paham siapa Marinus, saya juga bisa memperlakukan dia dengan tepat. Dan juga ini, pemilihan staf pelatih. Tidak ada satu pun pelatih dan staf, yang para pemain bisa minta suaka sama dia, untuk masalah disiplin. Nah, jadi apa yang sudah saya lakukan, saya ultimatumkan ke pemain, semua pelatih lain dan ofisial lain harus mengikuti itu. Jadi kebersamaan, kekompakan, satu visi, itu yang membuat semua pemain percaya. Kenapa?
Marinus, dari hasil psikotesnya, dia butuh orang yang dia percaya. Dia butuh tokoh yang dianggap memang bisa dia percayai, dan saya akan menokohkan itu. Ofisial lain harus menokohkan itu. saya suruh dia enggak boleh keluar malam, saya enggak pernah keluar malam. Saya suruh dia ke gereja, saya ke masjid. jadi ada hal-hal yang bisa dia menjadi contoh, dan contoh itu setelah dia lakukan, dia merasa lebih baik.
ADVERTISEMENT
Setiap pertandingan saya selalu bilang ke dia, 'Agama coach mengajarkan, mungkin sama dengan agama kamu, orang yang sabar pasti dikasihani Tuhan. Kalau kamu sabar, senyum ke wasit, senyum ke lawan yang menyakiti kamu, nanti tidak kamu yang mencari bola tapi bola yang mencari kamu'. Hal-hal begitu yang saya sampaikan ke dia. Dan terbukti, gol-gol yang ia lakukan itu, gol yang enggak masuk akal. Yang enggak harus gol, bisa gol sama dia.
Pemain Timnas U-22 Indonesia, Marinus Wanewar merebut bola dari Timnas U-22 Thailand pada Pertandingan Final Piala AFF U-22 2019 antara Indonesia vs Thailand di Stadion Nasional Olimpiade Phnom Penh, Kamboja, Jumat (22/2). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Karena hanya dipanggil presiden, kita dapat macam-macam. Dekat dengan presiden, kita dapat macam-macam. Saya bilang ke pemain dengan manusia saja kita dekat, kita bisa dibuat macam-macam, dikasih bonus, apalagi kalau dekat dengan Tuhan. Nah, ini saya yang tanamkan, nilai-nilai lain dari selain sepak bola dalam diri mereka.
ADVERTISEMENT
Apresiasi ke Timnas U-22 di Tanah Air dianggap berlebihan. Bagaimana coach menilainya?
Orang yang menilai itu mungkin yang berlebihan. Ini 'kan rasa senang orang, tetapi, dengan syarat semuanya harus dengan kata-kata ikhlas. Kalo itu mengapresiasi dan ikhlas, apanya yang berlebihan? Kami termotivasi, kok, kepala negara kami yang memanggil, karena ada prestasi dipanggil, jangan pikir kami akan sombong, kami akan lebih termotivasi dengan itu.
Ada apresiasi dari kapolri untuk anggotanya, ya, wajar dong. Apakah enggak boleh orang berprestasi diapresiasi? Tapi kalau empat hari empat malam kita bikin begitu, itu baru berlebihan. Ini kita datang, setelah itu selesai, dan kita fokus lagi.
Apakah bisa menjamin euforia sudah berhenti saat sekarang ini?
ADVERTISEMENT
Ya, makanya, saya bilang jangan berlebihan. Semua yang berlebihan tak ada manfaatnya. Saya bilang, pesta selesai, mulai pagi ini, arahan pertama saya latihan adalah, mulai pagi ini, kita menatap lebih besar namanya Piala Asia. Jadi, tidak ada lagi hal-hal yang di luar itu, termasuk hal-hal yang berlebihan yang ada diundang sana-sini dan lain sebagainya. Kita akan stop itu.
Di dalam tim tidak ada pembahasan lagi soal juara AFF?
Tidak ada lagi. Juara itu bukan untuk kita, juara itu untuk bangsa Indonesia, masyarakat Indonesia. Kita hanya orang yang berjuang untuk itu, memberikan kebahagiaan, memberikan prestasi. Sudah itu ada tugas baru, makanya saya selalu berpesan kepada pemain, untuk jadi pemain tim nasional itu ada hak dan kewajiban. Hak bagi anak-anak yang berpotensi untuk jadi pemain tim nasional, siapapun dia dari Sabang sampai Merauke.
ADVERTISEMENT
Tapi yang kedua, kewajiban dia kalau dipanggil harus datang, karena di tim nasional itu bukan pekerjaan profesional, tapi pengabdian yang profesional. Contoh, kalau di klub, siapa yang banyak kerja, itu yang banyak uang. Kalau dia misalnya minta bonus, yang banyak main, yang sering main, itu yang bonusnya banyak. Tetapi, di tim nasional, apa pun yang diberikan harus rata, makanya setiap orang yang apresiasi, jangan mengapresiasi satu atau dua orang, harus apresiasi untuk semua tim.
Timnas U-22 berfoto bersama usai pertemuannya bersama Presiden Jokowi di beranda Istana Presiden, Kamis (28/2). Foto: Dok. Muchlis Jr - Biro Pers Sekretariat Presiden
Bagaimana suasana ketika pemain bertemu dengan Presiden Joko Widodo?
Ya, saya memang surprise juga dengan pak jokowi. beliau begitu sederhana, begitu familiar, jadi beliau datang, dan Marinus duduk di kanannya. Sebenarnya saya di posisi Marinus, tapi saya bilang ke protokoler lebih baik marinus yang di situ. Yang buat saya kaget ke Marinus adalah, diberikan kesempatan untuk bicara dengan Presiden, saya pikir dia memikirkan diri dia, mungkin minta apa, tetapi apa yang disampaikan Marinus? ini surprise untuk kita di tim, marinus bilang, 'Tolong perbaiki, Pak, jalan di kampung saya'.
ADVERTISEMENT
Ini 'kan luar biasa. Dan terakhir saya juga mendengar bonus Marinus untuk gereja. Mana ada anak yang enggak baik begitu? Makanya, saya pikir Marinus akan jadi pemain besar kalau dia selalu ingin jadi lebih baik.
Pemerintah memberikan bonus besar, bagaimana cara coach mengelola mental pemain agar tak terbuai?
Mereka 'kan sudah bukan anak-anak usia 16 atau 19 tahun lagi, mereka 'kan memang sebelumnya sudah ada kontrak-kontrak profesional. Saya juga mau ngasih tahu di sini, banyak juga itu ocehan-ocehan di luar, itu bonus tidak ada. Saya mau luruskan jadi kalau dari Menpora, sudah langsung dibayarkan, dan dari Presiden malahan cash beliau kasih, sebelum kita pulang kita sudah bawa duitnya, masing-masing Rp 200 juta. Jadi kalau ada desas-desus di luar itu cuma janji-janji, itu enggak benar, jangan kami diajak ke hal-hal yang begituan (politis).
ADVERTISEMENT