Iniesta dan Mereka yang Pernah Merumput di Liga Jepang

24 Mei 2018 19:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Patung Zico di luar Stadion Kashima Antlers. (Foto: Rossi Finza Noor)
zoom-in-whitePerbesar
Patung Zico di luar Stadion Kashima Antlers. (Foto: Rossi Finza Noor)
ADVERTISEMENT
Sepak bola Jepang kembali kedatangan tamu istimewa. Kali ini giliran Andres Iniesta yang sudah dipastikan menjadi bagian dari klub J-League, Vissel Kobe.
ADVERTISEMENT
Jepang sendiri memiliki sejarah dalam mendatangkan pemain top, jauh sebelum kebiasaan tersebut dianut oleh Liga Qatar atau Liga Super China yang kerap jadi destinasi pesepak bola papan atas untuk merumput di Asia. Leonardo, Dunga, Michael Laudrup, dan juga Hristo Stoichkov tercatat pernah merumput di Jepang.
Untuk menyambut kedatangan Iniesta sekaligus sebagai kisi-kisi bagaimana kariernya nanti, kumparanBOLA merangkum pesepak bola top yang pernah bermain di Jepang.
Gary Lineker
Keputusan Gary Lineker untuk angkat kaki dari White Hart Lane sedikit mengejutkan. Apalagi, Jepang yang jadi tujuannya saat itu. Makin terlihat absurd saja keputusan pemain yang mendatangkan titel Piala FA bagi Tottenham Hotspur itu semusim sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Kritik media-media Inggris tak membuat Lineker mundur. Tekadnya sudah kuat untuk melancong ke Jepang, dan memilih Nagoya Grampus Eight sebagai tujuannya. Sayang, cedera kemudian jadi musuh Lineker di 'Negeri Sakura'.
Semua seakan berjalan indah saat ia tampil meyakinkan sejak laga pra-musim. Akan tetapi Lineker mesti ditepikan tiga bulan karena cedera kaki kanan. Penyerang yang sukses membawa Barcelona juara Piala Winner tersebut sempat bangkit dan membantu Nagoya menaklukkan Sanfrecce Hiroshima. Akan tetapi, cedera kembali menyerangnya tak lama berselang.
Well, namanya memang dihormati di sana, tapi tidak sebagai penyerang seperti seharusnya. Bagaimana tidak, dalam rentang dua musim, hanya empat gol yang dicetak Lineker. Ia kemudian memutuskan untuk pensiun pada September 1994.
ADVERTISEMENT
Diego Forlan
Sepasang titel topskorer La Liga dan sepatu emas Piala Dunia 2010 membuat Cerezo Osaka kepincut memboyong Diego Forlan. Tak tanggung-tanggung, klub berjuluk Sakura itu berani memberikan gaji enam juta dolar AS per tahunnya. Padahal, usia mantan penggawa Manchester united telah menginjak 34 tahun.
Ekspektasi berlebihan adalah racun dan demikianlah yang dialami Cerezo. Hanya sembilan gol yang dicetak Forlan dalam 36 pertandingan di musim pertama. Tak buruk, tetapi juga masih di bawah harapan.
Lebih dari itu, kehadiran Forlan justru memadamkan pendar bintang muda Cerezo, Yoichiro Kakitani. Minimnya sinergi keduanya jadi alasannya. Padahal, Kakitani sukses mencetak 21 gol 34 pertandingan musim sebelumnya.
Catatan buruk itu kemudian berpengaruh kepada pelatih mereka, Ranko Popovic; ia diberhentikan pada 9 Juni 2014. Pengganti Popovic, Marco Pezzaiuoli, juga tak bisa mengubah keadaan. Cerezo makin terpuruk, begitu juga dengan Forlan yang justru tak diturunkan dalam beberapa laga di pengujung musim.
ADVERTISEMENT
Ironisnya, Cerezo finis di urutan ke-17 pada klasemen akhir J-League edisi 2014 dan harus terdegradasi.
Forlan tetap bertahan saat Cerezo bermain di J2 (level kedua sepak bola Jepang) dan sukses mencetak 10 gol dari 16 pertandingan. Akan tetapi, tak lama kemudian memutuskan untuk kembali ke klub masa kecilnya, Penarol, setelah kontraknya habis.
Zico
Jika Anda berpikir tak ada pemain papan atas yang moncer di Jepang, Anda salah. Zico adalah pesepak bola yang berhasil di 'Negeri Matahari Terbit'.
Saking tenarnya, patung pria yang sukses membawa Brasil mengisi ke tempat ketiga Piala Dunia 1978 itu berdiri kokoh di depan Kashima Soccer Stadium. Kisah Zico dimulai pada 1991, setelah ia memutuskan untuk menerima pinangan Kashima Antlers. Zico langsung mengakhiri musim itu dengan gemilang, menjadi topskorer liga --kala itu Jepang masih menggunakan format lama dan J-League belum lahir.
ADVERTISEMENT
Antlers sendiri bukanlah klub yang diunggulkan, mereka masih kalah pamor dibanding klub-klub kaya macam Yokohama Marinos dan Verdy Kawasaki. Namun, tuah Zico berlanjut di musim perdana J-League.
Pria yang memiliki nama asli Arthur Antunes Coimbra itu sukses membawa Antlers juara Suntory Series (Paruh Pertama J-League) dan menjadi finalis Piala Emperor. Rentetan torehan cemerlang Zico tersebut kemudian membuat Federasi Sepak Bola Jepang menunjuknya sebagai pelatih mereka setelah Piala Dunia 2002.