Jangan Buang Jerih Payah Spurs Hanya karena Gagal Juara Liga Champions

3 Juni 2019 17:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hugo Lloris, di final Liga Champions 2018/19. Foto: PIERRE-PHILIPPE MARCOU / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Hugo Lloris, di final Liga Champions 2018/19. Foto: PIERRE-PHILIPPE MARCOU / AFP
ADVERTISEMENT
Final Liga Champions pertama Tottenham Hotspur tuntas dengan kekalahan dari Liverpool. Bahkan, Liverpool sudah bisa mendulang angka lewat sepakan penalti Mohamed Salah pada menit kedua. Ganjaran itu didapat akibat aksi defensif Moussa Sissoko kepada Sadio Mane yang justru berujung handball di kotak penalti.
ADVERTISEMENT
Itu tak menjadi pertama dan terakhir kalinya Hugo Lloris memungut bola dari gawangnya sendiri. Pada menit ke-87, Divock Origi berhasil menambah pundi-pundi gol Liverpool.
Kekalahan di partai pemungkas menjadi pukulan keras bagi Spurs. Tapi, keberhasilan mencapai final pun tidak sama dengan membalikkan telapak tangan.
Tak ada satu orang pun di Spurs yang tak bekerja keras untuk mencapainya. Maka, Lloris tak mau kerja keras itu terbuang sia-sia hanya karena satu kekalahan.
James Milner melepaskan tembakan ke gawang Tottenham Hotspur. Foto: REUTERS/Carl Recine
"Mengantarkan Tottenham ke final Liga Champions tidak sama dengan memenanginya. Kekalahan terasa menyakitkan bagi setiap orang. Tapi, mencapai final adalah pencapaian positif. Pengalaman ini harus digunakan untuk membawa klub sampai pada tujuan," ucap Lloris, dilansir The Guardian.
ADVERTISEMENT
"Kami tidak bisa membuang segala sesuatu yang sudah dikerjakan hanya karena kalah di final Liga Champions. Ini langkah besar bagi klub. Yang harus kami lakukan adalah tampil lebih kuat musim depan," tegas Lloris.
Sulit menebak apa yang akan dilakukan Spurs untuk bersiap menghadapi musim depan. Apalagi jika mengingat bahwa bursa transfer musim panas 2018 dilewati Spurs tanpa belanja pemain.
Keputusan itu wajar dan aneh sekaligus. Menjadi wajar karena mereka fokus pada pembangunan stadion. Menjadi aneh karena belanja pemain penting untuk menyegarkan skuat.
Hebatnya, musim ini tidak ditutup Spurs dengan buruk, malah cukup impresif. Mereka menuntaskan Premier League di peringkat keempat, lebih baik ketimbang Arsenal dan Manchester United. Pencapaian lainnya, ya, final di Madrid.
ADVERTISEMENT
Proses gol Divock Origi ke gawang yang dikawal Hugo Lloris di final Liga Champions 2018/19. Foto: ANTONIN THUILLIER / AFP
Siapa pula yang menyangka Spurs bakal menyingkirkan Manchester City di perempat final? Atau siapa juga yang kelewat naif untuk menjagokan Spurs saat tertinggal 0-2 dari Ajax di babak pertama semifinal leg kedua setelah kalah 0-1 di putaran pertama?
Persoalannya, 'cukup impresif' bukan standar yang baik untuk dipertahankan. Bagaimanapun, setiap klub membutuhkan gelar juara, bukan predikat runner up atau semifinalis saja. Apalagi Spurs terakhir kali mengangkat trofi pada 2007/08, kala menjuarai Piala Liga Inggris.
Namun, Lloris percaya bahwa setiap klub memiliki cara sendiri untuk mencapai tujuan. Baginya, Spurs dan klub-klub lain--katakanlah Liverpool--tidak bisa dibandingkan. Keduanya memiliki filosofi dan tujuan yang berbeda. Yang menjadi tugasnya sebagai pemain adalah mengantarkan klub mencapai tujuan tanpa mengkhianati filosofi klub.
ADVERTISEMENT
"Kami bekerja dan tetap memegang filosofi para petinggi, manajer, dan klub. Kami mencoba untuk tampil impresif setiap musim. Itu bukan tujuan muluk-muluk karena dari tahun ke tahun kami menunjukkan progres positif," jelas Lloris.