Jurnal: Melihat Kamboja Lewat Sepak Bola

28 Februari 2019 15:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah suporter Kamboja memberikan semangat kepada Timnas U-22 Kamboja saat bertanding melawan Timnas U-22 Indonesia di Stadion Nasional Olimpiade Phnom Penh, Kamboja, Jumat, (22/2). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah suporter Kamboja memberikan semangat kepada Timnas U-22 Kamboja saat bertanding melawan Timnas U-22 Indonesia di Stadion Nasional Olimpiade Phnom Penh, Kamboja, Jumat, (22/2). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Kamboja, Kampuchea, apa pun Anda menyebutnya, merupakan negara yang sama maniaknya akan sepak bola dengan Indonesia. Saya sendiri saksinya.
ADVERTISEMENT
Minggu (17/2/2019), saya sebagai bagian dari tim kumparanBOLA tiba dengan selamat di bandar udara international Phnom Penh. Kemacetan menyambut ketika kami berkendara menuju tempat penginapan.
Kesan pertama tiba memang tidak mengesankan. Phnom Penh lebih kotor dan semerawut dari Jakarta. Sampah dibiarkan di pinggir jalan. Ada rasa gemas, tetapi juga --ironisnya-- terbiasa. Kabel-kabel di kota pun laiknya hubungan asmara kelas picisan: Ribet dan tak ada kejelasan.
Perihal transportasi, Phnom Penh sama banyaknya dengan Jakarta. Rickshaw dan tuktuk menjadi ciri khas di samping mobil dan motor yang juga mendominasi. Untuk pengendara? Ya, sama saja dengan di Jakarta. Satu motor bonceng tiga, tidak menggunakan helm... Duh, ini sudah menjadi pemandangan yang biasa di Phnom Penh.
ADVERTISEMENT
Namun, kedatangan saya dan fotografer Aditia Noviansyah ke Kamboja memang bukan buat jalan-jalan. Jadi, segala kesemerawutan Phnom Penh bisa kami tepikan dulu. Kami datang untuk meliput Piala AFF U-22 2019 yang tahun ini digelar di negaranya Angkor Wat itu.
Kamboja memang bukan jagoan dalam urusan sepak bola, tetapi kecintaan mereka kepada si kulit bulat memang jangan ditanya (ketika menuliskan penggambaran ini, saya jadi ingat satu negara yang amat familiar kondisinya). Dalam perjalanan saya di Phnom Penh, saya mendapati sebuah fragmen yang menggambarkan kecintaan akan sepak bola itu: Sore hari di pinggir Sungai Mekong, anak-anak bermain bola dengan gembira.
Kemacetan di jalan raya Ibu kota Phnom Penh. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Asal ada cukup ruang kosong, aktivitas bal-balan bisa dilakukan. Anak-anak yang saya lihat di pinggir Sungai Mekong itu bermain dengan sandal sebagai gawang. Mereka bermain tanpa kaus, bertelanjang dada, seolah-olah bebas, tidak punya beban.
ADVERTISEMENT
Yang beda mungkin cuma bolanya. Bila anak-anak di berbagai daerah di Indonesia menyepak bola plastik, di Kamboja bola takraw digunakan oleh akamsi (anak kampung sini) untuk bermain.
Tidak hanya bermain, kecintaan kepada Timnas Kamboja juga cukup menggema di negeri ini. Ketika Timnas U-22 Kamboja bermain, banyak juga penonton yang hadir di stadion.
Meski tidak semeriah di Indonesia, tetapi ribuan pendukung yang hadir sudah cukup membuat bising National Stadion Phnom Penh. Restoran-restoran juga menyajikan adegan yang lazim: Ramai karena ada acara nonton bareng.
Suasana di Sungai Mekong Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Malah, saya pernah menemukan sopir tuktuk melakukan streaming dan menyaksikan laga Kamboja vs Thailand. Lewat seluruh euforia akan sepak bola ini, saya langsung merasa seperti di rumah. Seluruh adegan ini saya dekam dalam-dalam di benak dan semuanya tidak terasa asing.
ADVERTISEMENT
Lantas, bagaimana dengan kompetisinya? Tahun 1982, Cambodian Nation League mulai digelar. Ketika itu, hanya 12 tim yang ikut serta dalam awal kompetisi. Lantas, yang menjadi jawara untuk pertama kalinya adalah Ministry of Commerce.
Pemain Timnas U-22 Indonesia, Osvaldo Haay (kanan) berebut bola dengan penjaga gawang Timnas U-22 Kamboja dalam pertandingan Grup B Piala AFF U-22 di Stadion Nasional Olimpiade Phnom Penh, Kamboja, Jumat (22/2). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Kompetisi sepak bola di Kamboja terus mengalami perkembangan. Di kemudian hari, mereka memiliki operator sendiri dengan nama Cambodian Nation Competion Comite (CNCC). Dari sana, sepak bola Kamboja mulai menuju ke arah yang lebih baik.
Tahun ini, tepatnya musim 2019 akan ada 12 tim yang berlaga. Sayang, keinginan kami untuk setidaknya menyaksikan Cambodian League pupus karena kompetisi baru mulai pada Maret mendatang.
"Kompetisi sepak bola di sini selalu ketat, tak ada tim yang terus menerus merengkuh gelar dengan konsisten. Namun, Phnom Penh Grown FC menjadi tim dengan gelar terbanyak yakni enam," ucap Ye Sovandhi ketika berbincang dengan kumparanBOLA.
ADVERTISEMENT
Pengakuan Sovandhi yang merupakan juru bicara CNCC memang benar adanya. Dari tahun 2013 hingga musim kemarin, kampiun Cambodian League memang tidak didominasi satu klub. Angkor Boeung Ket, Phnom Penh Grown FC, dan Nagaworld bergantian mendominasi kompetisi dalam lima tahun ke belakang. Selain itu, tiga klub tersebut memang paling banyak basis pendukungnya di Kamboja.
Masalah pembinaan usia dini, Kamboja tak kalah bagusnya. Setiap klub di Cambodia League memiliki tim dengan kelompok umur hingga U-16.
Meski begitu, urusan infrastruktur sepak bola, Kamboja tak bisa dibilang sangat baik. Kebanyakan lapangan di Kamboja menggunakan rumput sintetis. Hal yang cukup wajar mengingat kondisi cuaca yang panas membuat rumput tak bisa berkembang dengan baik.
Becak motor. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Hebatnya, sekolah-sekolah atau kampus yang ada di Kamboja memiliki lapangan sendiri. American University Of Phnom Penh dan Western University merupakan salah dua kampus yang lapangannya dijadikan tempat latihan Timnas U-22.
Tim Nasional Kamboja juga menjadi salah satu yang berkembang. Sepeninggal Keisuke Honda, Kamboja kemudian menunjuk pelatih asal Argentina, Felix Dalmas, untuk menangani tim nasionalnya.
Lantas, hasil yang mengejutkan didapat Kamboja pada ajang Piala AFF U-22 kali ini. Bermain di markas sendiri, Kamboja berhasil melaju ke semifinal turnamen level junior antarnegara se-Asia Tenggara itu.
Tempat makan di Kamboja. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Kamboja berhasil mengalahkan Malaysia dan Myanmar untuk lolos sebagai juara grup. Sayang, di semifinal Kamboja ditekuk oleh Thailand melalui drama adu penalti. Harapan untuk mendapatkan gelar hiburan pun pupus setelah mereka ditaklukkan Vietnam pada perebutan tempat ketiga.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, kegagalan tidak lantas menghapus senyum. Keesokan harinya, sepak bola masih dimainkan di jalanan-jalanan lain di Kamboja. Boleh jadi mereka bermimpi, suatu saat akan muncul pembawa harapan untuk Timnas mereka.