news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Jurnal: Tentang Suporter Persikabo yang Berada di Persimpangan

21 Agustus 2019 11:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah pemain dan pengurus Persikabo menyapa para suporter. Foto: Instagram @officialpersikabo
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah pemain dan pengurus Persikabo menyapa para suporter. Foto: Instagram @officialpersikabo
ADVERTISEMENT
Namanya Oka. Ayah dari beberapa anak, sekaligus pedagang, sekaligus tukang ojek, sekaligus suporter Persikabo Bogor. Banyak 'kan 'sekaligus'-nya?
ADVERTISEMENT
Beberapa jam sebelum tim kebanggaannya itu melakoni laga kandang, Oka sudah bersiaga di Stadion Pakansari untuk menjajakan dagangannya. Menit-menit jelang laga dimulai, ia bakal masuk stadion. Menjadi satu dengan suporter lain, bersalin rupa menjadi pemain ke-12 untuk tim kesayangannya itu. Sementara, dagangannya dititipkan dulu kepada saudaranya.
Ketika pertandingan usai, tentu saja ia pulang. Tapi pada suatu kesempatan, kalau tidak salah saat Tira-Persikabo menjamu Madura United (12/7/2019), ia lanjut berdagang. Pada momen inilah kami pertama kali berbincang.
Usai meliput pertandingan, saya duduk-duduk di dekat salah satu gerbang masuk Stadion Pakansari. Jam sudah nyaris menyentuh angka 10 malam dan saya tengah menunggu ojek daring yang tak kunjung datang.
Atas dasar inilah, barangkali, saya tampak gusar. Karena ini pula, Oka yang terlihat bersiap pulang menghampiri saya.
ADVERTISEMENT
"Mau pulang, A'?"
"Iya, nih. Mau ke stasiun."
"Sudah pesan ojek?"
Stadion Pakansari, Cibinong. Foto: Angga Septiawan Putra/kumparan
Saya jelaskan kepadanya, ojek daring yang saya pesan itu tampaknya tak begitu paham peletakan gerbang-gerbang di Stadion Pakansari. Itu terbukti dari keberadaannya di maps yang berputar-putar saja di gerbang yang saya tidak berada di sana.
"Kan ada maps juga," saya mengeluh kepada Oka.
Mendengar penjelasan saya, lelaki yang usianya tidak dapat saya tebak itu menawarkan diri buat mengantar. Bayar 20 ribu saja, katanya.
Cukup mahal. Tapi, saya langsung menerima tawaran itu sebab dari seorang kawan, saya tahu bahwa jam terakhir kereta menuju Jakarta adalah sekitar pukul 22.30 WIB.
Akan jadi masalah kalau saya terlambat tiba di stasiun. Singkat cerita, berangkatlah saya bersama Oka, sedangkan dagangannya dibawa pulang oleh saudaranya.
ADVERTISEMENT
PS Tira-Persikabo saat menjamu PSS Sleman di ajang Liga 1 2019. Foto: Dok. PS Tira-Persikabo
Sepanjang perjalanan, Oka banyak bercerita soal kecintaannya terhadap tim berjuluk 'Laskar Padjadjaran'. Ceritanya macam-macam, mulai dari soal betapa sedihnya ia saat turun ke Liga 3 hingga isu bakal gulung tikar.
Yang menarik, ia tak pernah menyebut lengkap nama Tira-Persikabo di seluruh ceritanya. Persikabo Bogor atau Persikabo. Cuma itu.
Ia berujar bahwa nama itulah yang memang ia tahu dan cintai sejak dahulu. Tak ada embel-embel Tira-nya.
Oka sejatinya tak begitu setuju Persikabo mesti merger dengan PS Tira. Ia bahkan sempat tak berniat menonton. Kalau harus ke stadion, itu cuma untuk berdagang.
Alasannya: Banyak tim yang melebur atau ganti nama tiba-tiba hilang dari peredaran.
Apalagi, katanya, logo yang dipakai adalah logo gabungan antara Tira dan Persikabo sebagaimana nama yang akhirnya dipilih. Namun, apa boleh bikin. Cara ini ia pandang sebagai jalan terbaik agar Persikabo terselamatkan. Lagi pula, manajemen PS Tira kala itu berjanji akan menggunakan nama dan logo Persikabo di masa-masa mendatang.
ADVERTISEMENT
"Pada akhirnya suporter mulai bisa terima. Bisa dilihat sendiri stadion sudah ramean sekarang 'kan," ujar Oka.
Beberapa suporter Tira-Persikabo di halaman depan Stadion Pakansari, Cibinong. Foto: Angga Putra/kumparan
Oka bukan satu-satunya suporter yang sempat menolak rencana merger ini. Masih ada Pahru, Yogi Marengga, Wahyu, Rizki, dan beberapa suporter lain yang juga sempat saya temui di Pakansari.
kumparanBOLA dalam salah satu tulisan pun pernah secara khusus mewawancarai Sekretaris Jenderal Kabomania, Zulkarnain Syah, soal merger. Jawaban mereka sama: Sempat menolak.
Meski begitu, seperti Oka, mereka pada akhirnya tetap berangsur-angsur mengisi sudut-sudut tribune Pakansari. Semakin hari semakin banyak, semakin banyak, semakin banyak, semakin banyak. Saya salah satu saksinya.
Saya ingat betul. Sejak pertama kali mendapat tugas meliput pertandingan Tira-Persikabo di Pakansari, tepatnya kala melawan Madura United (pekan ketujuh Liga 1), suporter yang hadir hanya segelintir.
ADVERTISEMENT
Saya kira jumlahnya bahkan masih kalah dari suporter PSM Makassar yang away day ke Pakansari demi menyaksikan PSM berlaga di AFC Cup.
Suasana di tribun timur Stadion Pakansari. Foto: Angga Septiawan Putra/kumparan
Perlahan jumlah itu meningkat, terutama di tribune selatan dan utara. Kedua tribune ini memang ditempati oleh dua kelompok suporter Persikabo. Kabomania di utara, sedangkan Ultras Persikabo Curva Sud (UPCS) di sisi selatan.
Pada tiap pertandingan, keduanya lantang bernyanyi dan memberikan dukungan. Puncaknya adalah kala melawan Bali United pada pekan ke-14 Liga 1, Kamis (15/8), malam WIB.
Saya sebut puncak sebab jumlah suporter yang hadir kala itu terhitung tinggi. Saya tak tahu secara rinci. Intinya, ada tiga sampai empat sektor di stadion yang benar-benar padat terisi. Jumlah ini yang terbanyak jika dibandingkan dengan pertandingan Tira-Persikabo lain yang saya saksikan.
ADVERTISEMENT
Suporter Persikabo saat Tira-Persikabo menghadapi Bali United di Stadion Pakansari. Foto: Angga Putra/kumparan
Peningkatan jumlah suporter yang hadir itu berdampak pada nyaringnya nyanyian yang menggema di stadion. Soal ini, UPCS menjadi yang paling mencuri perhatian.
Jumlah mereka sendiri sebetulnya tak sebanyak Kabomania, tetapi nyanyian-nyanyian yang didendangkan terdengar begitu kencang. Ragam chants yang terkadang diiringi dengan gerakan sambil melompat-melompat tersebut begitu enak di telinga.
Salah satunya adalah nyanyian yang liriknya seperti ini:
Teruslah engkau berjuang..
Janganlah engkau menyerah..
Ku berjanji kan selalu setia..
Hingga engkau bertahta..
Oooo... ooo.. ooo.. Oooo.. ooo.. ooo..
Tiap kali nyanyian dengan lirik tersebut didendangkan, tak sedikit jurnalis di tribune media yang langsung mengubah arah pandangan mereka. Dari yang tadinya asyik mengetik dan menyimak pertandingan, menjadi sibuk menikmati aksi UPCS. Tak terkecuali saya.
ADVERTISEMENT
Singkat kata, pertandingan hari itu usai dan nyanyian-nyanyian tersebut masih saja berdendang dengan sendirinya di kepala. Sampai sekarang pun saya masih ingat persis bagaimana nadanya.
Tatkala Tira-Persikabo menjamu PSS Sleman pada 19 Agustus, giliran Kabomania yang mencuri perhatian. Namun, bukan dengan nyanyian sebagaimana UPCS, melainkan lewat koreografi.
Koreografi tersebut berupa kertas putih dan hijau yang dipegang oleh beberapa suporter yang hadir. Di bagian tengah, di antara kertas-kertas itu, logo raksasa terbentang dengan gagah.
Menariknya, logo itu pun merupakan logo Persikabo utuh. Bukan logo gabungan yang Tira-Persikabo gunakan sekarang.
Koreo suporter Tira-Persikabo saat tim kebanggaannya menjamu PSS Sleman di Stadion Pakansari. Foto: Angga Putra/kumparan
Saya yang hadir langsung saat itu lantas bertanya kepada Yudhis, jurnalis media setempat yang selalu meliput pertandingan Tira-Persikabo di Pakansari. Menurut dia, ini adalah pertama kalinya para suporter membuat koreografi semenjak Persikabo merger dengan PS Tira.
ADVERTISEMENT
Ini membuktikan bahwa secara perlahan, para suporter memang sudah menerima fakta tim kebanggaan mereka merger dengan klub milik TNI.
Di sisi lain, kata Yudhis pula, atraksi koreo dengan logo Persikabo dapat juga dianggap sebagai bentuk protes. Para suporter masih punya keinginan yang amat besar agar logo seperti itulah yang semestinya digunakan 'Laskar Padjadjaran'.
"Ini mungkin bentuk protes suporter. Jersi-jersi yang dipakai juga 'kan kebanyakan jersi Persikabo yang lama. Bukan yang sekarang, yang pakai logo Tira-Persikabo," kata Yudhis.
Beberapa saat sebelum pertandingan hari itu berlangsung, saya sebetulnya mulai sadar hal ini, bahwa para suporter masih mengenakan atribut-atribut Persikabo. Nama-nama yang sempat saya sebut sebelumnya, seperti Yogi Marengga, adalah sedikit di antaranya.
ADVERTISEMENT
Yogi Merangga, seorang fans Tira-Persikabo, saat ditemui kumparan jelang memasuki Stadion Pakansari, Cibinong. Foto: Angga Putra/kumparan
Saat itu, saya dengan nada bercanda bertanya apakah Yogi mengenakan jersi Persikabo karena memang tidak punya uang untuk membeli jersi terbaru, tidak ada yang jual, atau bagaimana. Ia lantas menjawab seperti ini:
"Enggak. Ini memang sengaja pakai jersi Persikabo karena saya 'kan dukung Persikabo. Jersi ini yang ada logo Persikabonya."
Begitulah. Para suporter Persikabo tetap berusaha memperjuangkan harapan awal mereka. Dukungan kini memang berangsur-angsur diberikan. Semakin intens dan ramai bahkan.
Bagaimanapun, mereka cuma kenal satu klub. Itu adalah Persikabo, klub yang berdiri pada 1973, yang logonya berbentuk perisai hijau dengan sebuah bola yang diapit dua buah kujang. Hanya itu.
"Kalau logo dan namanya sudah Persikabo semua, insya Allah, stadion bisa penuh. Sekarang sedikit-sedikit mulai ramai lagi. Sudah mulai menerima istilahnya. Tapi tetap saja tuntutan suporter supaya Persikabo saja," ungkap Yogi.
ADVERTISEMENT