Karena Mbappe Memang Pantas Jadi Tumpuan PSG

19 April 2018 16:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kylian Mbappe rayakan kemenangan PSG. (Foto: REUTERS/Regis Duvignau)
zoom-in-whitePerbesar
Kylian Mbappe rayakan kemenangan PSG. (Foto: REUTERS/Regis Duvignau)
ADVERTISEMENT
Bila di umur 19 tahun dulu kami memecahkan rekor sebagai mahasiswa yang paling sering bolos, maka di umur yang sama Kylian Mbappe menjadi pesepak bola yang menggenapi raihan 51 gol di level senior. Dua hal itulah yang menjadi perbedaan besar antara kami dan Mbappe.
ADVERTISEMENT
Mbappe menjalani kariernya di AS Monaco sebagai pemain muda yang masih harus diantar jemput ibunya di asrama. Sekilas, ia bahkan lebih cupu daripada kami yang di usia segitu sudah kepalang mahir kelayapan dan hanya adem-ayem di rumah saat uang bulanan sudah dalam kondisi hidup segan mati tak mau.
Namun, itu cerita di luar lapangan milik Mbappe. Di dalam lapangan, ia adalah mimpi buruk bagi lawan dan berkah bagi timnya.
Bakat dan kemampuan sepak bola Mbappe berutang pada program yang dicanangkan Federasi Sepak Bola Prancis pada 1988 yaitu Le Centre Technique National Fernand Sastre atau yang lebih dikenal dengan sebutan NF Clairefontaine.
Selain pusat pelatihan timnas, Clairefontaine juga menjadi tempat yang menyokong pemain-pemain muda berusia 13 hingga 15 tahun. Yang membedakan Clairefontaine dengan akademi lainnya, mereka tidak mengikat pemainnya.
ADVERTISEMENT
Pemain dari klub mana pun bisa mengikuti pelatihan di sini tanpa meninggalkan akademi lamanya, walaupun harus mengikuti proses seleksi terlebih dulu. Mereka yang lulus seleksi akan mengikuti latihan dari Senin hingga Jumat.
Sementara, di akhir pekan, mereka akan kembali berlatih dengan akademinya yang lama. Mbappe pun merupakan salah satu lulusan terbaik Clairefontaine dan akademi AS Bondy sebelum direkrut Monaco.
Nah, tentang periode akademi Mbappe, terselip cerita tentang Chelsea. Saat usianya masih sekitar 10 atau 11 tahun, Mbappe sempat melakoni laga uji coba di Stamford Bridge demi mendapat tempat di tim junior.
Di pertandingan itu, Charlton Athletic yang menjadi lawan. Mbappe sebenarnya tidak terlalu ingat skor akhirnya. Katanya, kalau tidak 6-0, ya, 7-0. Waktu itu, Mbappe bermain di lini serang.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, ia tak berhasil mencetak gol. Walau tak bertahan lama dan kembali ke akademi lamanya, AS Bondi, Mbappe tetap menganggap uji coba di Chelsea itu sebagai pengalaman penting.
Cerlang Mbappe tak hanya ada di Monaco, pindah ke Paris-Saint Germain, ia tetap bersinar. Satu-satunya masalah, kematangan mental Mbappe sempat dipertanyakan di awal musim, terutama saat PSG melakoni laga-laga besar.
Contohnnya, saat PSG bertanding melawan Olympique Marseille pada Oktober 2017 lalu. Waktu itu, Mbappe justru bermain laiknya pemain frustasi. Bukannya melepaskan tembakan percobaan, ia justru diganjar kartu kuning dan harus digantikan oleh Angel di Maria.
Paling kentara, saat PSG harus berhadapan dengan timnya terdahulu, AS Monaco. Mbappe dimainkan sejak peluit awal dibunyikan. Laga tersebut berlangsung berat sejak awal. Bukan hanya karena kekuatan Monaco, tapi karena Mbappe sudah harus menerima ejekan sejak namanya diumumkan lewat pengeras suara.
ADVERTISEMENT
Neymar Jr. & Kylian Mbappe-Lottin (Foto: Reuters/Benoit Tissier)
zoom-in-whitePerbesar
Neymar Jr. & Kylian Mbappe-Lottin (Foto: Reuters/Benoit Tissier)
Mbappe memang tampil menakutkan melawan eks timnya. Namun, ia terlihat canggung untuk berupaya maksimal menjebol gawang Monaco. Setidaknya ada peluang emas yang didapatinya kala itu, meski tak ada satupun yang berbuah gol.
Dalam wawancara setelah laga, Thiago Silva bahkan mengaku bahwa ia sampai melontarkan guyonan kepada juniornya tersebut. Silva tahu seperti apa beban moral yang ditanggung Mbappe di laga tersebut.
"Di ruang ganti saya bilang padanya bahwa ia seperti masih merasa bermain untuk Monaco. Ia bahkan membelokkan bola menuju gawangnya sendiri. Namun, Kylian sudah melakoni awal yang bagus di musim ini. Dia memang kesulitan untuk mencetak gol hari ini, tapi kami senang bermain bersamanya.”
Lantas, Mbappe berkembang. Laga tandang melawan Caen, Kamis (19/4/2018), tak hanya memberikan kemenangan 3-1 untuk PSG. Di pertandingan itu, Mbappe mencetak dua gol yang berarti raihan ke 50 dan 51-nya di sepanjang kiprahnya sebagai pesepak bola profesional. Bila di rinci, bersama AS Monaco ia menorehkan 27 gol, untuk PSG 21 gol, dan untuk Timnas Prancis 3 gol.
ADVERTISEMENT
Salah satu senjata utama Mbappe di setiap pertandingan adalah kecepatannya. Namun, Mbappe tak sekadar cepat, ia juga gesit. Kegesitan inilah yang memampukannya melakukan close control dengan mumpuni.
Pesepak bola yang memiliki kemampuan close control dapat menjaga penguasaan bolanya bahkan saat sedang ada di bawah tekanan pemain lawan. Dengan close control, bola akan tetap ada dalam posisi yang aman, baik untuk digiring maupun dioper ke pemain lain.
Bek-bek tanpa kemampuan mumpuni menjadi santapan empuk Mbappe. Pemain asal Prancis ini akan menggunakan sprint dan agility-nya ketika diadang lawan. Biasanya, ia akan mendorong bola itu ke depan. Sekilas, aksi itu membuat Mbappe terlihat seperti pemain yang frustasi menghadapi tekanan lawan sehingga membuang bola secara spekulatif.
ADVERTISEMENT
Namun, bola tadi didorongnya saat lawan ada dalam posisi awal mengadang. Nah, jarak antara Mbappe dan bola tadi memberikannya timing untuk mencapai kecepatan puncak dan mencapai bola.
Trik ini juga muncul di laga melawan Caen di gelaran Coupe de France, Kamis (19/4/2018). Kala itu, Mbappe dikepung oleh dua pemain Caen sekaligus di ujung lapangan. Dalam situasi ini, ia mendorong bola ke depan dengan sekali sontekan. Dengan sprint dan agility-nya, ia tak cuma melewati dua pemain lawan tadi, tapi berhasil menjangkau bola.
Biasanya, PSG bertanding dengan skema 4-3-3. Mbappe ada di sisi kanan lini terdepan. Peran penyerang tengah menjadi milik Edinson Cavani, sedangkan kiri ditempati oleh Neymar. Salah satu keberuntungan Mbappe bermain di PSG, tim besutan Unai Emery ini juga bermain dengan kecenderungan memanfaatkan kedua sisi lapangan.
ADVERTISEMENT
Sumbu serangan PSG ada di area tengah. Di sini, Giovani Lo Celso yang belakangan rutin diturunkan sebagai pengganti Thiago Motta punya peran krusial untuk mengalirkan bola ke Adrien Rabiot yang jadi penghubung lini tengah dan depan. Biasanya, ia cenderung melepaskan bola ke sektor sayap.
Di antara Neymar-Cavani-Mbappe, Cavani menjadi pemain yang serahi tugas utama untuk menjamin produktivitas tim. Di semua kompetisi yang diikuti PSG musim 2017/2018 ini, Cavani sudah menorehkan 36 gol. Wajar bila perannya memang lebih banyak di kotak penalti lawan.
Di area ini, Cavani menjadi penyelesai akhir serangan. Cavani pun bisa saja menjemput bola dengan bergerak agak ke belakang, sehingga pemain macam Mbappe punya ruang untuk melakukan tusukan ke dalam.
ADVERTISEMENT
Di luar kotak penalti, gelandang-gelandang PSG menguasai separuh lapangan untuk melakukan overlap ke kotak penalti ketika mereka kehilangan bola, sehingga dapat memecah konsentrasi lawan yang memenuhi kotak penalti. Di dalam pola macam ini, kemampuan Mbappe akan maksimal. Ia dapat menjaga jarak dengan bek lawan dan menerima umpan dari rekannya.
Posisi seperti ini bisa membuatnya ideal untuk menahan bola dan memberikannya ke Cavani. Bila ia memang punya ruang yang cukup, bola tadi juga bisa langsung dieksekusinya dengan tembakan ke arah gawang. Serupa di Monaco dulu, Mbappe yang punya kemampuan akselerasi dan melihat ruang yang baik, sehingga dapat ditugaskan untuk memberikan ancaman ke arah tiang dekat ketika umpan dilepaskan oleh Rabiot.
ADVERTISEMENT
Karier Mbappe sedang gemilang-gemilangnya. Namun, cerita tentang talenta muda yang meredup juga perkara jamak dalam sepak bola. Lantas, yang jadi tugas Mbappe tak hanya menjebol gawang lawan, memberikan assist matang kepada Cavani, dan memenangi timnya -tapi juga menyelamatkan kariernya, menjaga agar segala cerita hebat tentangnya tak berhenti dalam dua atau tiga tahun mendatang.