Karena Mourinho Bukan Sekadar Sosok Banyak Omong bagi Lampard

25 September 2018 18:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jose Mourinho (kiri) dan Frank Lampard (kanan) ketika masih membela Chelsea. (Foto: MICHAL CIZEK / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Jose Mourinho (kiri) dan Frank Lampard (kanan) ketika masih membela Chelsea. (Foto: MICHAL CIZEK / AFP)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Frank Lampard masih ingat betul konferensi pers pertama Jose Mourinho sebagai manajer Chelsea di tahun 2004. Mourinho datang ke Chelsea dengan satu kepastian sebagai The Special One. Mourinho tidak membutuhkan orang lain yang bersedia untuk membunyikan terompet pengakuan dan penghormatan untuknya. Mourinho sendirilah yang meniup terompet itu.
ADVERTISEMENT
“Saya melihat bagaimana ia mengucapkan predikat itu sendiri. Dan saya menyukainya. Apa yang dilakukannya di konferensi pers itu adalah sesuatu yang berbeda. Dalam budaya Inggris, seseorang tidak akan datang ke suatu tempat yang baru dan menyebut diri sendiri sebagai sosok yang spesial.”
“Tapi, Mourinho menunjukkan apa yang menjadi kekhasannya. Saya mengaguminya karena hal itu dan pada kenyataannya, jika seseorang berani melontarkan pernyataan tadi, ia mesti waspada sehingga bisa membuktikannya. Dan Mourinho melakukannya. Ia membuktikan bahwa ialah The Special One,” jelas Lampard dalam wawancaranya kepada The Guardian.
Lampard punya cerita panjang bersama Mourinho. Dalam wawancaranya, berkali-kali ia mengungkapkan bahwa Mourinho merupakan manajer yang mengubah garis besar takdir sepak bolanya. Baginya, Mourinho bukan hanya seorang manajer atau pelatih. Barangkali di matanya, Mourinho adalah seseorang yang pantas untuk disebutnya sebagai bapak di atas lapangan bola.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya ini ungkapan yang lucu, cenderung antitesis. Di ranah sepak bola, Mourinho tidak seperti -katakanlah- Carlo Ancelotti dengan yang jauh lebih kalem. Ancelotti adalah sosok pendamai, yang disebut-sebut banyak mantan anak asuhnya sebagai manajer yang punya ketangguhan dalam mendengar keluhan dan kesulitan para pemain.
Mourinho bukan sosok yang demikian. Hampir semua orang tahu, Mourinho adalah sosok dengan mulut besar yang menyebalkan. Simaklah baik-baik konferensi pers sebelum atau sesudah laganya. Kalimat-kalimat ajaib kerap muncul di sana. Itu belum ditambah perang mulutnya dengan sejumlah manajer yang ia anggap sebagai saingan beratnya.
Namun, Mourinho tak harus menjadi baik dulu di mata orang lain untuk bisa dianggap sebagai bapak yang baik bagi Lampard. Segala hal yang dilakukannya bersama Chelsea sudah cukup untuk membuat Lampard kerap memberi hormat kepada Mourinho.
ADVERTISEMENT
Mourinho memang gemar meledak-ledak di depan media. Komentar-komentar pedasnya ibarat identitas yang tak akan mungkin hilang dari keberadaannya. Namun, bagi Lampard, Mourinho adalah pelatih yang paling tidak suka memberikan beban kepada para pemainnya. Termasuk saat timnya sedang tertinggal.
“Saya banyak bekerja dengan manajer-manajer yang baik, tapi cara yang digunakan Jose untuk memotivasi para pemainnya tetap menjadi yang terbaik. Mulai dari cara dia menggunakan papan taktik sampai memimpin team building, ia selalu terlihat begitu percaya diri. Dan anehnya, kepercayaan dirinya itu bisa menular," jelas Lampard kepada The Guardian.
“Saat turun minum, kami bisa saja tertinggal 0-0. Namun, begitu kami memasuki ruang ganti, ia akan berbicara seperti ini: Kita akan menang dengan skor 4-0. Kita bermain dengan sangat brilian, saya bisa merasakannya.”
ADVERTISEMENT
“Dan apa yang diucapkannya itu benar-benar terjadi. Di ruang ganti sana, ia membuat kami tenang. Ia adalah sosok pelatih yang membuat para pemainnya memenangi laga karena kepercayaan diri, bukan karena takut dan diancam di ruang ganti. Ia adalah tipe yang mendorongmu untuk maju saat tertinggal, bukan sosok yang melemparimu dengan botol minuman saat tertinggal," ucap Lampard.
Kepercayaan diri Mourinho memang selangit dan benar-benar mewujud dalam setiap omongannya. Di tengah-tengah hegemoni penguasaan bola saat ini, barangkali hanya Mourinho yang berkata blakblakan bahwa yang terpenting dari sepak bola adalah mencetak gol, bukannya berlama-lama menguasai bola, “Kalian harus sadar, sepak bola itu lebih dari sekadar permainan menguasai bola di atas rumput rata tanpa gawang."
ADVERTISEMENT
Lewat omongan singkatnya itu Mourinho ingin menegaskan bahwa di atas lapangan bola, pemain-pemainnya tidak perlu menjadi pemain bertalenta luar biasa. Yang terpenting, bisa memberikan kemenangan dan gelar juara bagi timnya. Ketika semua klub hendak mengekor cara Barcelona yang mengandalkan kegeniusan dalam membina pemain akademi, mengelola klub, dan meraih kemenangan, Mourinho menawarkan cara lain bagi klub yang bekerja mengandalkan keringat dan darah. Bagi pemain-pemain yang tak dianugerahi talenta yang hebat-hebat amat tapi punya kemauan untuk bekerja lebih keras, Mourinho adalah harapan.
Lampard juga bukan pemain bertalenta terlampau spesial. Kalau ada yang bisa membuatnya menjadi legenda Chelsea, maka itu adalah kerja kerasnya. Gianfranco Zola bahkan pernah bercerita bahwa Lampard selalu menjadi pemain terakhir yang meninggalkan area latihan. Ia kerap berlatih hingga larut. Saking larutnya, ia baru meninggalkan lapangan latihan saat petugas keamanan datang dan mengusirnya.
ADVERTISEMENT
Selamat pensiun, Lampard. (Foto: Getty Images)
zoom-in-whitePerbesar
Selamat pensiun, Lampard. (Foto: Getty Images)
Dalam racikan taktik Mourinho, Lampard sebenarnya tidak tampil sebagai pemain yang bergaya. Lampard bukan pemain yang dianugerahi pemain dengan visi oke seperti Paul Scholes. Ia tak tampil sebagai gelandang elegan dan flamboyan macam David Beckham.
Ia bukan sosok gelandang liar, yang begitu piawai mengelabui lawan. Bahkan, sepintas ia terlihat sebagai gelandang kaku seperti Steven Gerrard. Namun, ia berhasil menjadi sosok gelandang paling berbahaya, paling subur di Chelsea. Hal ini dibuktikan dengan torehan 211 gol yang membuat nama Lampard tercatat sebagai topskorer Chelsea sepanjang masa.
Dalam Chelsea didikan Mourinho, Lampard ditempatkan tepat di belakang Didier Drogba dan Makalele. Bila Drogba mengemban tugas sebagai pencetak gol utama, maka Makalele kerap tampil sebagai sosok penyeimbang. Yang menjadi senjata Lampard adalah tendangannya yang keras. Kekuatan kedua kakinya sama kuat. Dalam racikan taktik Mourinho, Lampard berulang kali menjadi senjata rahasia. Keberadaan Drogba sebagai pencetak gol ulung begitu menarik perhatian lawan.
ADVERTISEMENT
Alhasil, Drogba kerap menjadi bulan-bulanan penjagaan lawan. Karena begitu menarik perhatian, Drogba kerap menjadi umpan yang baik untuk lawan-lawannya. Sebagai sosok pesepak bola Inggris yang benar-benar ‘Inggris’, Lampard ditunjang dengan kemampuan fisik yang mumpuni. Ia memiliki timing lari yang oke, yang kerap mengantarkannya pada momentum untuk mencetak gol-gol krusial.
Di tangan Mourinho, Lampard tak pernah bertugas sebagai otak serangan, tapi serangan itu sendiri, terutama dari lini tengah. Umpan-umpannya pun sebenarnya biasa saja, bukan umpan yang cantik atau lahir dari gerakan-gerakan akrobatis.
Namun, Lampard memang memilih untuk bermain praktis. Yang menjadi fokusnya bukan umpan yang cantik, tapi umpan yang tepat guna. Tanpa umpan tepat guna macam ini, mungkin tak akan ada gelar juara Liga Champions 2011/12 itu -walaupun kita semua tahu, Chelsea di era itu sedang tak dididik oleh Mourinho. Kala itu, umpan teroboson Lampard berhasil dikonversi menjadi gol oleh Ramires di babak semifinal yang begitu ketat di Camp Nou.
ADVERTISEMENT
Di mata orang lain, Mourinho adalah sosok menyebalkan. Bila sedang dihajar periode buruk, ia kerap menjadi sosok delusional yang dengan omongan-omongan tak jelas. Namun, sekonyol apa pun imej yang dibangun Mourinho dari segala sikapnya di konferensi pers, Mourinho selalu menjadi penyokong perjalanan Lampard sebagai pesepak bola dan manusia.
Tahun 2008, Mourinho sudah berkelana di Inter Milan. Namun, hubungan keduanya tak serta-merta terputus. Tahun itu menjadi periode yang begitu kelam bagi Lampard. Sebabnya, sang ibu, Patricia Lampard, meninggal dunia. Mourinho kerap menjadi sosok yang memberikan dukungan pada Lampard begitu menerima kabar duka tadi.
Mourinho dan Lampard, Chelsea 2004 (Foto: MARTIN HAYHOW / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Mourinho dan Lampard, Chelsea 2004 (Foto: MARTIN HAYHOW / AFP)
Hampir seluruh penghuni Stamford Bridge tahu bahwa Lampard dan ibunya hampir tak terpisahkan. Melihat ayah, ibu, dan adiknya duduk di tribune VIP saat Lampard bertanding bukan hal spesial karena memang seperti itulah yang kerap terjadi.
ADVERTISEMENT
Di tahun 2008 itu, kesehatan ibu Lampard memburuk. Itulah sebabnya, Lampard sempat menolak untuk ikut bertanding dengan Chelsea di laga leg pertama semifinal Liga Champions 2007/08. Sebabnya, leg pertama itu dihelat di Anfield sehingga kalau ikut bertanding, Lampard harus meninggalkan ibunya yang sedang dirongrong penyakit.
Menyadari bahwa anak laki-lakinya itu sempat menolak untuk ikut bertanding, Pat justru meminta supaya Lampard masuk dalam skuat karena pertandingan itu begitu penting. Lampard yang sempat bimbang pada akhirnya menurut. Ia pun berangkat ke Anfield. Namun, setelah pertandingan itu, kondisi Pat terus memburuk hingga pada akhirnya mengembuskan napas terakhir.
Pertandingan leg kedua semifinal itu menjadi pertandingan pertama Lampard setelah ibunya meninggal. Gol Lampard di titik penalti pada menit 98 menjadi gol yang mengantarkan Chelsea menjejak ke final Liga Champions musim itu. Perayaan di Stamford Bridge waktu itu begitu dramatis. Seketika, Lampard langsung berlari ke sudut lapangan. Di sana ia melepaskan ban kapten yang bertuliskan nama mendiang ibunya. Sambil berlutut, ia mencium ban kapten itu. Karena begitu emosional, sampai untuk berdiri saja, Lampard harus dibantu Drogba.
ADVERTISEMENT
Setelah laga itu, Lampard sempat bimbang apakah akan tetap merumput bersama Chelsea atau tidak. Yang menjadi persoalannya, Lampard merasa tak kuat untuk bertanding tanpa disaksikan oleh ibunya di tribune penonton. Menyadari dilema yang dialami oleh mantan anak asuhnya itu, Mourinho langsung membukakan pintu bagi Lampard untuk bergabung dengan Inter. Bagi Lampard, apa yang dilakukan Mourinho bukan sekadar hitung-hitungan bisnis, tapi upaya untuk memberikannya rumah yang baru, tempat yang dapat melindunginya dari rasa sakit akibat kehilangan orang yang begitu dicintainya.
“Mourinho mengajak saya untuk reuni bersamanya. Dan Inter Milan adalah klub besar yang rasanya tidak mungkin buat ditolak. Tetapi, tanpa mengurangi rasa hormat terhadap Mourinho dan Inter, saya berubah pikiran dan memutuskan untuk tinggal bersama Chelsea. Saya pikir, akan menjadi kesalahan besar bila meninggalkan Chelsea. Saya harus tetap di sini, di Chelsea, di dekat ibu saya,”
ADVERTISEMENT
“Mourinho begitu fantastis saat ibu saya meninggal. Ia sudah bersama Inter saat itu. Tapi, ia adalah orang yang paling teratur dan rajin menelepon saya. Hanya untuk memastikan bahwa saya baik-baik saja, cuma untuk menjanjikan bahwa semuanya akan berjalan baik-baik saja untuk saya.”
“Ada satu indikator yang membuktikan Mourinho sebagai sosok spesial bagi saya. Tak peduli di mana pun ia melatih, setiap kali saya menyaksikan konferensi persnya, saya akan selalu teringat akan hal-hal yang ia lakukan untuk saya, bahkan hal kecil sekalipun. Kalau ia tidak spesial, mustahil bisa seperti itu,” seperti itu Lampard menjelaskan sedekat apa hubungannya dengan Mourinho.
Jose Mourinho seusai laga Manchester United vs BSC Young Boys pada matchday pertama Grup H Liga Champions 2018/19. (Foto: REUTERS/Arnd Wiegmann)
zoom-in-whitePerbesar
Jose Mourinho seusai laga Manchester United vs BSC Young Boys pada matchday pertama Grup H Liga Champions 2018/19. (Foto: REUTERS/Arnd Wiegmann)
Kedekatan Mourinho dan Lampard ibarat anomali. Melihat perangai Lampard yang begitu tenang, rasanya tidak mungkin ia bisa menjalin hubungan dekat dengan sosok yang banyak omong seperti Mourinho. Kedekatan itu pulalah yang agaknya membuat Mourinho tak pernah bermanis-manis omongan tentang Lampard, termasuk saat pemain Inggris itu memutuskan untuk hijrah ke Manchester City sebagai pemain pinjaman pada 2014.
ADVERTISEMENT
Kata Mourinho saat itu, ia tak peduli selama apa Lampard sudah membela Chelsea dan berapa banyak gelar yang sudah dipersembahkannya kepada The Blues. Begitu Lampard memutuskan untuk pindah ke tim lain di Premier League, maka seketika itu pula ia menjadi musuh baginya dan bagi Chelsea.
Namun, semuanya selesai setelah pertandingan berakhir. Lampard berulang kali pula menceritakan bahwa Mourinho menjadi orang yang tak ketinggalan memberikan ucapan selamat atas kelahiran putrinya. "Ia begitu hebat jika menyangkut masalah keluarga. Sikap seperti itulah yang selalu ia lakukan setiap kali ia duduk di kursi kepelatihan," jelas Lampard.
Laga Piala Inggris 2018 akan mempertemukan Lampard dengan Mourinho di atas lapangan yang sama. Yang menjadi pembeda kali ini, keduanya akan sama-sama berdiri di pinggir lapangan. Kini, Lampard sudah menjabat sebagai manajer Derby County, tim yang akan berhadapan dengan Manchester United didikan Mourinho pada Rabu (26/9/2018).
ADVERTISEMENT
Tidak ada yang tahu bagaimana laga akan berjalan. Tidak ada yang kelewat kreatif pula sehingga bisa menebak apa yang bakal dilontarkan Mourinho tentang tim asuhan Lampard di konferensi pers usai laga nanti.
Menyaksikan dua orang 'sahabat' di satu lapangan yang sama di kubu yang berseberangan selalu menjadi hal menarik. Secara profesional, pertandingan memang wajib untuk dimenangi. Namun, pertemuan seperti ini dibutuhkan oleh Lampard dan Mourinho bahwa hubungan keduanya masih bertahan dalam bentuk aslinya, tak peduli seberat apa pun beban profesionalitas itu.