Kata Mereka tentang Bielsa

8 Agustus 2018 21:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bielsa saat melatih Marseille. (Foto: FRED TANNEAU / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Bielsa saat melatih Marseille. (Foto: FRED TANNEAU / AFP)
ADVERTISEMENT
“Once Bielsa told me I was shit. It was tough for me, but then I recognized it was true. Yes, I was shit.” Bila ada satu perkataan Marcelo Bielsa yang diingat oleh Mauricio Pochettino, maka itu adalah umpatan yang demikian.
ADVERTISEMENT
Umpatan tadi didapat Pochettino di hari pertamanya membela Espanyol yang waktu itu dilatih oleh Bielsa. Ini menjadi kali kedua Pochettino dilatih oleh manajer asal Argentina itu. Sebelumnya, keduanya bertemu di Newell's Old Boys, Argentina.
Selesai berlatih, Bielsa memanggil Pochettino dan bertanya kepadanya: dari skala 1-10, di angka berapa permainan Pochettino hari itu. Tadinya, Pochettino hendak menjawab 9 atau 10. Namun, karena sungkan dan mencoba rendah hati, ia menjawab angka 7. Alih-alih mendapat dukungan atau sanggahan seperti, “Kamu tidak seburuk itu, jangan rendah diri. Kamu sudah bermain hebat hari ini,” Bielsa justru mendampratnya dengan omongan tadi. Maksud hati merendah untuk ditinggikan, malah semakin direndahkan.
“Dia bilang kepada saya, permainan saya benar-benar buruk. Kalau bermain seperti ini terus-terusan, saya tidak akan bisa menembus Timnas Argentina dan masuk skuat utamanya. Saya pulang, tapi saya menangis sambil mengemudi.”
ADVERTISEMENT
“Tentu bukan hal yang mudah buat saya terima, tapi pada akhirnya saya bilang kepada diri saya sendiri bahwa saya memang benar-benar payah. Setelahnya, saya benar-benar masuk Timnas dan mendapat penawaran tinggi dari Paris Saint-Germain,” papar Pochettino, mengutip Squawka.
Jangan harap mendengar Bielsa bermulut manis. Ia bukan pelatih yang demikian. Bielsa terlalu gila untuk berperilaku waras. Cerita pertemuan Bielsa dan Pochettino, bagaimana tugas untuk menganalisis yang diberikannya kepada anak didiknya ini ibarat dongeng yang berulang kali diceritakan di ranah kepelatihan.
Bielsa datang ke rumah Pochettino antara pukul satu atau dua pagi. Kala itu tahun 1985, Bielsa menembus hujan, mengendarai Fiat 47 kepunyaannya. Ia tidak sendirian. Ia datang bersama Jorge Griffa, keduanya merupakan bagian dari staf kepelatihan, tepatnya sebagai pencari dan pemandu bakat untuk Newell’s Old Boys.
ADVERTISEMENT
Jarak dari tempat Bielsa ke Santa Fe, kediaman Pochettino, itu sekitar tiga jam. Mobil Bielsa sudah butut, ditambah dengan gelap dan hujan deras yang mempersulit keadaan. Namun, Bielsa tak ambil pusing. Ia dan Griffa harus melihat dengan mata kepala sendiri, seperti apa Pochettino yang terkenal sebagai pencetak gol ulung itu.
Pochettino menerima tugas analisis permainan lawan itu saat berusia 20 tahun. Yang harus dianalisis adalah tim bernama San Lorenzo. Ia meminta Pochettino untuk mengumpulkan semua dokumen ditambah dengan ulasan pertandingan terakhir Lorenzo di tiga koran berbeda beserta apa pun yang ditulis oleh El Grafico yang rilis pada hari Selasa. Tidak boleh terlewat satupun. Harus pertandingan terakhir. Harus tiga koran berbeda. Harus tulisan El Grafico yang rilis hari Selasa. Detail.
ADVERTISEMENT
Pochettino yang kemudian beralih peran menjadi bek ini mempelajari kekuatan dan kelemahan San Lorenzo, gaya tendangan bebas mereka, dan kesulitan untuk menjaga penyerang mereka, Alberto Acosta. Lantas, dua hari jelang laga, Pochettino mempresentasikan apa yang ia temukan di depan seluruh skuat, termasuk staf kepelatihan.
“Apa yang diperintahkannya itu membantu saya untuk menemukan jawaban di atas lapangan,” seperti Pochettino berkisah tentang tugasnya itu, mengutip FourFourTwo.
Lapangan bola adalah tanah kelahiran berbagai ketidakpastian. Setiap kali satu persoalan atau kejadian dijelaskan, hal tadi menjadi tidak jelas lagi karena kemunculan pertanyaan dan penjelasan lain. Situasi seperti inilah yang harus dihadapi oleh setiap pelakon sepak bola.
Sialnya, para pemain dan pelatih tidak punya waktu yang banyak untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan macam ini di atas lapangan. Di sesi latihan, mereka boleh saja berlatih ini dan itu, memperhitungkan segala skenario. Namun, saat bertanding, segalanya bisa berubah. Saat itu, Bielsa memang bukan pelatih klub elite Eropa. Hanya, kehidupan sebagai pelatih menyadarkannya bahwa untuk bisa memenangi pertandingan, setiap tim harus memiliki orang-orang yang sanggup menjawab pertanyaan macam tadi.
ADVERTISEMENT
Entah apa sebabnya, Bielsa meminta Pochettino menjadi sosok yang sanggup menjawab pertanyaan itu untuk kawan-kawannya. Lantas, siapa yang menyangka pula, ilmu itulah yang menjadi bekal Pochettino dalam perjalanan kariernya sebagai pelatih.
Pochettino, Bielsa, dan Timnas Argentina 2002. (Foto: DANIEL GARCIA / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Pochettino, Bielsa, dan Timnas Argentina 2002. (Foto: DANIEL GARCIA / AFP)
“Saya bersyukur kalau ia benar-benar datang ke Swansea (rumor pada 2015 -red) karena ia menjadi salah satu manajer terbaik di dunia. Ia seperti ayah saya, baik secara biologis maupun sepak bola. Dia berusia 60 tahunan, dan ia pula yang mendidik saya bermain sepak bola. Ia ayah sepak bola saya,” papar Pochettino dalam wawancaranya bersama The Guardian.
Bielsa jelas bukan ayah yang lunak, tapi bila seseorang yang pernah didamprat dan diberikan ‘siksaan’ di sesi latihan masih bisa menunjukkan rasa hormatnya, maka Bielsa pasti ayah yang baik. Bielsa tak perlu menjadi ayah yang lunak untuk menjadi ayah yang baik. Di mata para pemainnya, didikan Bielsa ibarat pukulan rotan yang mendisiplinkan, membentuk para pemain untuk menjadi yang terbaik walau ada kengerian dan kelelahan ganda bagi siapa pun yang dilatih El Loco.
ADVERTISEMENT
“Saya mengagumi pekerjaan Bielsa karena berhasil memunculkan sisi permainan yang luar biasa. Mereka memiliki determinasi tinggi dan sangat terorganisir, dan keyakinan akan permainan tim sendiri. Ini menjadi tanda dari keunggulan pelatihnya. Dialah yang menanamkan kualitas-kualitas macam ini di timnya. Dari awal saya sudah mengira laga ini akan berjalan sulit. Athletic yang ini merupakan Athletic terbaik yang pernah saya lihat.”
Itu adalah pengakuan Sir Alex Ferguson. Di hadapan publik Ferguson mengakui bahwa ia kalah dari Bielsa. Kala itu, kemenangan 3-2 atas Manchester United mengantarkan Bilbao ke babak perempat final Liga Europa 2011/12.
Saat Ferguson mengakui determinasi tim lain jauh lebih baik ketimbang timnya, artinya sang lawan benar-benar istimewa. Kehidupan yang tak nyaman semasa muda melahirkan etos kerja yang tak setengah-setengah dalam diri Ferguson. Etos macam ini dibawanya sebagai bekal untuk melatih di United yang di awal kedatangannya sedang hidup segan mati tak mau. Klub itu dipenuhi oleh para pemabuk dan seketika membuat Ferguson berang.
ADVERTISEMENT
Ferguson adalah sosok yang diberkati dengan nafsu mengendalikan sesuatu. Di tangannya, United tak cuma menjadi tim yang hebat, tapi beretos kerja tinggi --persis seperti apa yang diinginkan Ferguson. Itulah sebabnya, United begitu determinan ketika bermain.
Bielsa serupa Ferguson. Keduanya membangun nama besar sebagai pelatih tanpa dibekali pengalaman sepak bola yang mumpuni. Disiplin dan kerja keras pada kenyataannya tidak membuat Bielsa berhasil sebagai pesepak bola. Ia bermain sebagai bek untuk Newell, tapi Bielsa adalah bek yang buruk, ia seorang pemain yang tak sanggup mengawal lawan dan merebut bola. Bersama Newell, ia hanya kebagian jatah bermain 25 kali. Kariernya sebagai pemain juga tak panjang, hanya tiga tahun.
Ferguson dan Bielsa di laga Liga Europa 2011/12. (Foto: JAVIER SORIANO / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Ferguson dan Bielsa di laga Liga Europa 2011/12. (Foto: JAVIER SORIANO / AFP)
Namun, kegagalan sebagai pemain tak membuat Bielsa melarikan diri dari sepak bola. Semasa remaja dulu ia memang bengal. Konon, ia hanya dua hari tinggal di asrama Newell karena diusir para pengurusnya. Sebabnya, ia menolak untuk memarkir motornya tempat yang sudah disediakan oleh pihak asrama.
ADVERTISEMENT
Bielsa memang bengal dan keras kepala, tapi watak itu pulalah yang membuatnya gigih menggali sepak bola sedalam-dalamnya sampai ke batas yang tadinya dianggap muskil. Ia menggebrak tatanan lama dan tak gentar menghadapi keraguan timnya. Mantan anak didik Bielsa di Newell, Juan Manuel Llop, menjelaskan bahwa suasana latihan langsung berubah begitu Bielsa kembali.
“Ia begitu muda dan memiliki metode kepelatihan yang baru, ia membawa ide-ide baru. Ia memperkenalkan kepada tim seperti apa bermain dengan 4-3-3 yang mengandalkan permainan sayap yang sewaktu-waktu bisa berubah menjadi 3-4-3. Pada awalnya saya khawatir karena terlalu banyak perubahan yang ia bawa. Namun dalam sekejap saya sadar, kedatangan Bielsa menjadi hal terbaik yang pernah terjadi di klub ini.”
ADVERTISEMENT
Josep 'Pep' Guardiola dikenal sebagai pengagum dan pemuja Bielsa. Kekagumannya ini dibuktikan dengan kerelaannya untuk menempuh perjalanan 11 jam ke Argentina hanya untuk berbincang dan mendapat kebijaksanaan dari Bielsa. Kedatangan Guardiola lantas disambut dengan satu pertanyaan oleh Bielsa: "Apakah kamu mau berdarah-darah untuk ini (sepak bola -red) semua?"
Satu jawaban 'ya' sudah cukup bagi keduanya untuk memulai perbincangan 12 jam lebih di sebuah asado (tempat makan khas Argentina). Keduanya berbincang soal taktik dan menggunakan botol-botol kecap, garam, kursi dan meja untuk mendemonstrasikan teori masing-masing.
Catatan sejarah dan rekam jejak memang tak mendukung Bielsa untuk menyebutnya sebagai pelatih terbaik. Lihatlah gelar juara yang direbutnya: satu medali emas Olimpiade Musim Panas dan tiga gelar kompetisi di Argentina. Atas segala teori yang disuarakannya, raihan itu jelas tak sebanding. Namun, Guardiola tak peduli dengan hitung-hitungan gelar. Pengaruh Bielsa baik menyoal filosofi maupun etos kerja sudah cukup untuk membuatnya mengakui El Loco sebagai pelatih terbaik di dunia.
ADVERTISEMENT
“Kalian lihat sendiri, kan? Pemain-pemainnya terus berlari di sepanjang pertandingan. Berlari memenuhi lapangan, rasanya tak ada sudut yang tak terjangkau oleh mereka. Kekaguman saya akan Marcelo Bielsa begitu besar karena ia sanggup membentuk pemain menjadi lebih baik. Sangat baik."
Bielsa & Guardiola di laga Barcelona vs Bilbao. (Foto: LLUIS GENE / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Bielsa & Guardiola di laga Barcelona vs Bilbao. (Foto: LLUIS GENE / AFP)
"Apalagi, hingga detik ini saya belum pernah berjumpa dengan orang yang berkata buruk tentangnya. Mereka semua, termasuk saya, bersyukur karena pengaruh Bielsa dalam perjalanan kariernya. Ia membantu saya dengan nasehat-nasehatnya. Kapan saja saya berbicara dengannya, saya selalu merasa ia seperti punya keinginan untuk membantu.”
“Penting bagi saya untuk berbicara seperti ini soal Bielsa, saya tidak peduli sebanyak atau sesedikit apa gelar yang sudah ia raih. Kami, para pelatih, dihakimi dan dinilai dari jumlah gelar yang berhasil kami persembahkan. Namun, belum tentu pelatih-pelatih bertabur gelar ini bisa memberikan pengaruh yang lebih besar dari apa yang sudah ia berikan baik kepada pemain atau pelatih lain. Inilah yang membuat saya percaya bahwa Bielsa adalah pelatih terbaik di dunia.”
ADVERTISEMENT
Bielsa memang sosok yang aneh. Teori-teori sepak bolanya yang brilian tidak didukung dengan pencapaian mentereng. Siapa-siapa yang ada di bawah kepelatihannya jangan berharap kelewat tinggi untuk menutup musim sebagai juara. Klub mana pun tak boleh berangan-angan dapat merengkuh kejayaan di bawah asuhan kepelatihannya.
Tapi, bukan berarti tak ada yang bisa dijanjikan Bielsa. Kalau ada satu hal yang bisa dijanjikan Bielsa, maka itu adalah tempaan yang membuat pemain dan klub pantas untuk kemudian menjadi juara.