Kematian Suporter Bola di Rezim Edy Rahmayadi

26 September 2018 15:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
"Kejadian seperti ini berulang, berulang, dan berulang. Sudah 95 korban," tutur Edy Rahmayadi di Hotel Borobudur, Selasa (25/9/2018) malam WIB.
ADVERTISEMENT
Kehadiran Edy saat itu bukan sebagai Gubernur Sumatera Utara, melainkan Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI). Pembahasannya pun menyoal topik yang ramai belakangan. Apa lagi kalau bukan kekerasan suporter yang telah membuat banyak korban berjatuhan, terakhir Haringga Sirla sang anggota Jakmania --kelompok suporter Persija Jakarta.
Kutipan di atas menjadi dasar Edy dan organisasi pimpinannya menghentikan kompetisi Liga 1 sampai waktu yang tak ditentukan. Karena menurut sosok 57 tahun tersebut, PSSI membutuhkan waktu untuk membenahi Standar Operasional Operasional (SOP) pengamanan pertandingan. Sudah terlalu banyak korban berjatuhan dan tak boleh terulang lagi.
Benar kata Edy. Kekerasan suporter sepak bola sudah terlalu mengakar. Mengacu data Save Our Soccer (SOS) sebagai lembaga swadaya yang mengamati isu sepak bola nasional, jumlahnya memang tak sebesar kata Edy, tetapi tetap tergolong banyak, yakni 76 korban meninggal sejak 1994.
ADVERTISEMENT
Dari jumlah sebanyak itu, 22 di antaranya disebabkan aksi pengeroyokan. Sudah termasuk Haringga yang dipukuli dengan benda tumpul oleh sejumlah suporter Persib Bandung di pelataran parkir Stadion Gelora Bandung Lautan Api, Minggu (23/9).
Kartu anggota Jakmania milik Haringga Sirla. (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Kartu anggota Jakmania milik Haringga Sirla. (Foto: Istimewa)
Namun, perlu dicatat pula bahwa sebagian besar terjadi ketika Edy menjadi orang nomor satu di panggung sepak bola Tanah Air. Sejak dirinya dilantik pada 27 Januari 2017, 22 korban meninggal dunia karena sepak bola, termasuk Haringga.
Dalam era kepemimpinan Edy, kebanyakan kasus dilatarbelakangi kecelakaan. Jumlahnya mencapai 9 kasus. Mereka yang menjadi korban di antaranya M. Hilmi Adam, Putri Amanda Sari, Yuni Khalimatus, Dio Alif (Bonekmania-suporter Persebaya Surabaya), Arigustus Pasaribu (SMECK-suporter PSMS Medan), Rizky Febrianto (Jakmania-suporter Persija), M. Rizky Rangkuti, Abdul Rahman (KAMPAK-suporter PSMS), serta Imam Shokib (Aremania-suporter Arema).
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, pengeroyokan menjadi penyebab tertinggi kedua dengan total 7 kasus. Selain Haringga, para korban adalah Agen Astrava, Rizal Yanwar Putra (Jakmania), Banu Rusman (Laskar Benteng Viola-suporter Persita Tangerang), Micko Pratama (Bonekmania), Ricko Andrean (Bobotoh-suporter Persib), dan M. Iqbal (Brajamusti-suporter PSIM Yogyakarta).
Masih ada penyebab lainnya seperti tusukan benda tajam yang memakan 2 korban: M. Nur Ananda (warga) dan Ferdian Vikri (Viola). Jumlah yang sama karena jatuh dari tribune, yakni Ardi Prasetyo (suporter PPSM) dan Agus Sulistyo (Brajamusti). Sisanya adalah Catur Yuliantono (warga) akibat terkena petasan dan Dimas Dhuha Ramli (Aremania) gara-gara gas air mata.
Rekonstruksi kasus suporter Persib Ricko Andrean (Foto: ANTARA FOTO/Fahrul Jayadiputra/)
zoom-in-whitePerbesar
Rekonstruksi kasus suporter Persib Ricko Andrean (Foto: ANTARA FOTO/Fahrul Jayadiputra/)
Intensitas kekerasan pada rezimnya lantas menggiring sejumlah kritik kepada Edy. Salah satunya datang dari Koordinator SOS, Akmal Marhal. PSSI dianggap tak bisa menemukan solusi konkret dari problem kekerasan suporter dan bahkan terkesan berpangku tangan.
ADVERTISEMENT
"Selama ini pengusutan terhadap tewasnya suporter tak pernah tuntas. Hanya lips service setelah itu hilang ditelan bumi. Hanya ungkapan prihatin dan belasungkawa yang disampaikan tak ada tindakan nyata," kata Akmal setelah kasus kematian Catur Yuliantono akhir tahun lalu.
Ya, memang miris melihat bahwa sejumlah kasus tak diusut secara tuntas. Ambil contoh Banu yang wafat karena dikeroyok personel TNI dari Kostrad Cilodong, 11 Oktober 2017 lalu. Saat itu, Edy masih mengemban tanggung jawab sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat dan berjanji untuk menuntaskan penyelidikan, tetapi tak ada kabar sampai kini.
Alih-alih menuntaskannya, kasus tambahan kembali hadir ketika Edy mengemban jabatan lainnya. Peristiwa yang menewaskan 2 anggota SMECK dan seorang dari KAMPAK terjadi sejak Mei 2015 atau ketika Edy sudah menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina PSMS Medan.
ADVERTISEMENT
Edy Rahmayadi Turun ke Tribun Temui Suporter. (Foto: Dok. Biro Humas dan Keprotokolan Setda Provsu)
zoom-in-whitePerbesar
Edy Rahmayadi Turun ke Tribun Temui Suporter. (Foto: Dok. Biro Humas dan Keprotokolan Setda Provsu)
Ya, sudah terlalu lama banyak korban berjatuhan di rezim Edy Rahmayadi. Maka menjadi lumrah apabila pemangku kepentingan lainnya terkesan bersekongkol untuk melancarkan boikot. Dari Asosiasi Pemain Profesional Indonesia yang melakukan mogok main di Liga 1 sampai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) yang menginstruksikan agar kompetisi disetop dua pekan.
Tujuannya tak sekadar menunjukkan belasungkawa kepada korban. Dalam periode tersebut, Imam juga meminta para pemangku kepentingan di dunia sepak bola, termasuk PSSI pimpinan Edy serta PT Liga Indonesia Baru (LIB) sebagai operator kompetisi, mengintrospeksi diri dan menemukan solusi pasti. Tak boleh lagi arena sepak bola menjadi tempat suporter meregang nyawa.
"Jangan jadikan sepak bola sebagai 'kuburan massal'. Karena sudah tak terhitung korbannya, baik fisik maupun nyawa," ucap Imam.
ADVERTISEMENT