Kepala Lebar Harry Maguire

27 Juli 2018 14:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Harry Maguire dalam konferensi pers di Piala Dunia 2018. (Foto: Reuters/Lee Smith)
zoom-in-whitePerbesar
Harry Maguire dalam konferensi pers di Piala Dunia 2018. (Foto: Reuters/Lee Smith)
ADVERTISEMENT
Jamie Vardy datang diam-diam dan menyaru dalam kerumunan. Ruangan sudah penuh sesak oleh kuli tinta kala itu. Tanpa banyak bicara, Vardy duduk di barisan paling belakang.
ADVERTISEMENT
Tim Nasional (Timnas) Inggris, hari itu, sedang bersiap. Piala Dunia 2018 masih seumur jagung dan baru akan memainkan pertandingan keduanya. Tunisia, kendati dengan susah payah, berhasil mereka kalahkan. Kini, sasaran Inggris adalah Panama, tim debutan yang punya rencana jahat.
Panama tahu bahwa Inggris punya superioritas dalam segala aspek. Oleh karenanya, Hernan Dario Gomez pun harus memutar otak. Namun, pelatih Panama itu gagal dan dari sanalah muncul rencana untuk mengajak para pemain Inggris beradu fisik sepanjang laga.
Di depan ruang tempat Vardy berada itu duduk seorang pemain Inggris. Tubuhnya tinggi besar dan dia merupakan salah satu orang kepercayaan manajer Gareth Southgate.
Dengan sabar dan telaten, si pemain tinggi besar itu menjawabi pertanyaan yang dilontarkan para kuli tinta. Salah satu pertanyaan yang paling menonjol, tentu saja, berkaitan dengan rencana jahat Panama tadi. Bagaimana jika Panama betul-betul melakukan itu? Apa yang akan dia lakukan?
ADVERTISEMENT
Si pemain, dengan senyum simpul, menjawab singkat. "Aku ini lelaki dewasa yang tahu caranya memenangi pertarungan," katanya.
Tanya-jawab itu berlangsung tak seberapa lama. Sampai akhirnya, tak ada lagi pertanyaan yang bisa dilontarkan oleh para pewarta. Lalu, si pemain tinggi besar itu pun mulai beranjak dari kursinya ketika tiba-tiba seseorang di baris belakang mengangkat tangan. Vardy.
"Hai, ini Jamie Vardy dari Vardy News. Saya ingin bertanya, berapakah diameter kepala Anda?" tanya Vardy yang memang dikenal iseng itu.
Tawa pun meledak. Si pemain tinggi besar itu tidak menjawab. Bukan karena kesal, tetapi karena dia tahu Vardy cuma bergurau. Si pemain pun, sambil tersenyum lebar, berdiri dan segera meninggalkan ruangan.
Si pemain tinggi besar itu adalah Jacob Harry Maguire. Di klubnya, dia biasa dipanggil Slab Head atau 'si Kepala Lebar'.
ADVERTISEMENT
***
Maguire dan Vardy punya beberapa kesamaan. Mereka sama-sama berasal dari Sheffield, sama-sama bermain untuk Leicester City, dan sama-sama harus memulai segalanya dari bawah. Bisa bermain di Timnas, bagi Maguire dan Vardy, adalah mimpi yang sebenarnya sangat muluk-muluk untuk menjadi kenyataan.
Vardy yang lima tahun lebih tua ketimbang Maguire itu tentu saja sudah lebih dulu mencapai puncak. Pada musim 2015/16 dia berhasil membawa Leicester menjuarai Premier League untuk kali pertama. Di musim itu dia juga menjadi pemain terbaik liga. Maka, tak mengherankan jika Vardy menjadi salah satu dari 23 pemain Timnas Inggris yang bertolak ke Prancis untuk mengikuti Piala Eropa 2016.
Maguire, sementara itu, masih belum menjadi siapa-siapa. Di kala Vardy sudah mengenakan kostum Timnas dan bertanding di turnamen antarnegara, Maguire duduk di tribune. Bersama kawan-kawannya, dia ikut berangkat ke Prancis untuk menyaksikan pertandingan-pertandingan 'Tiga Singa'.
ADVERTISEMENT
Di Piala Eropa 2016 itu Inggris tersingkir secara memalukan. Menghadapi tim debutan Islandia di perdelapan final, Inggris kalah 1-2. Semua pemain yang ada di skuat besutan Roy Hodgson itu pun pulang kampung sebagai pesakitan.
Pasca-kegagalan di Prancis, Inggris berbenah. Mereka akhirnya mulai mawas diri dengan menyadari bahwa di level internasional, mereka adalah pecundang. Mereka merasa bahwa mereka adalah Timnas yang inferior. Oleh karenanya, FA pun menunjuk seorang manajer yang biasa menangani tim-tim medioker di Premier League, Sam Allardyce.
Akan tetapi, Allardyce tidak bertahan lama. Oleh seorang wartawan Telegraph, sosok yang akrab disapa Big Sam itu dijebak. Tanpa sadar, Allardyce pun membocorkan boroknya sendiri dengan menjelaskan bagaimana caranya mengakali peraturan FA soal kepemilikan pihak ketiga. Setelah berita itu tersebar dan menjadi skandal, Allardyce dipecat.
ADVERTISEMENT
Pada titik itu, FA sebenarnya sudah kehabisan pilihan. Namun, dari situasi terjepit itulah muncul sebuah harapan. Southgate yang kala itu merupakan pelatih Timnas U-21 dipromosikan. Penunjukan Southgate inilah yang di kemudian hari bakal membuat mimpi Maguire membela Timnas terwujud.
Maguire merayakan golnya. (Foto: REUTERS/Carlos Garcia Rawlins)
zoom-in-whitePerbesar
Maguire merayakan golnya. (Foto: REUTERS/Carlos Garcia Rawlins)
Di bawah Southgate, Inggris tak lagi memiliki bintang-bintang seperti pada masa Sven-Goeran Eriksson, Fabio Capello, Steve McClaren, atau Hodgson. Namun, ketiadaan pemain bintang itu tak membuat Southgate patah arang. Justru, situasi itu membuat dirinya jadi lebih leluasa untuk membangun tim yang sesuai dengan keinginannya, dengan pemain yang tepat.
Maguire pun menjadi salah satu pemain yang diinginkan oleh Southgate. Sedari awal, sang manajer Timnas sudah menegaskan bahwa dia hanya akan memilih bek yang nyaman memainkan bola. Itulah mengapa, Southgate sudah sejak jauh-jauh hari menendang Chris Smalling dari timnya. Itulah mengapa pula, Gary Cahill yang performanya menanjak pada paruh kedua musim 2017/18 harus puas jadi penghangat bangku cadangan di Rusia.
ADVERTISEMENT
Selama Piala Dunia 2018, Maguire hampir selalu menjadi starter di semua pertandingan Inggris. Hanya saat menghadapi Belgia -- ketika Southgate memutuskan untuk melakukan rotasi -- Maguire tidak diturunkan sejak awal. Hasilnya pun sama sekali tak mengecewakan.
Tiap satu pertandingan, setidaknya ada 4,2 aksi defensif yang dibukukan Maguire. Bek berusia 25 tahun ini juga sukses memenangi 33 duel udara yang menjadi catatan terbaik di Piala Dunia. Lalu, jangan lupakan pula assist-nya untuk Harry Kane pada laga melawan Tunisia serta gol sundulannya ke gawang Swedia. Kepalanya yang lebar itu pada akhirnya jadi senjata utama Maguire.
Inggris memang kemudian keok di semifinal. Pada perebutan tempat ketiga pun mereka ditundukkan Belgia. Akan tetapi, rombongan Three Lions tetap disambut hangat di negerinya. Nama depan Southgate bahkan digunakan untuk menamai pintu selatan stasiun metro di London. Bagi Maguire, rampungnya Piala Dunia membuat dirinya jadi incaran klub-klub besar.
ADVERTISEMENT
Salah satu dari mereka yang mengincar Maguire adalah Manchester United. Meski demikian, 'Iblis Merah' bakal menemui jalan terjal untuk merekrut pemain berpostur 194 cm ini. Pasalnya, Leicester sudah menegaskan bahwa pemain andalannya itu tidak dijual dengan banderol di bawah 80 juta poundsterling. Sebagai catatan, biaya sekian bakal membuat Maguire jadi bek termahal dunia, mengalahkan rekor Virgil van Dijk.
Bek Leicester City, Harry Maguire. (Foto: Andrew Boyers/Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Bek Leicester City, Harry Maguire. (Foto: Andrew Boyers/Reuters)
***
"Dari dulu aku sudah yakin dia bakal jadi pesepak bola. Yang jadi pertanyaan ketika itu hanyalah sampai pada level mana dia bisa sampai. Apakah aku terkejut dia bisa sehebat ini? Barangkali. Akan tetapi, dia adalah orang Yorkshire seperti diriku dan separuh anggota tim Iinggris. Kami, orang Yorkshire, selalu punya temperamen bagus," tutur Micky Adams.
ADVERTISEMENT
Tujuh tahun silam, Adams punya misi sulit. Kepada Telegraph, manajer kawakan itu berkisah tentang bagaimana dia kehabisan pemain untuk menjalani laga tengah pekan. Saat itu, Adams merupakan manajer Sheffield United dan di laga tersebut, mereka harus meladeni Cardiff City yang merupakan salah satu tim papan atas Championship.
Dari sana, Adams tak punya opsi lain. Mau tak mau dia harus memainkan sejumlah pemain junior, termasuk di posisi bek tengah. Yang jadi persoalan, menghadapi Cardiff adalah mimpi buruk bagi bek Championship mana pun kala itu karena mereka harus berhadapan dengan striker veteran yang licin, lincah, lagi culas: Craig Douglas Bellamy.
Maguire, pada Selasa malam yang dingin di Bramall Lane itu, kebagian tugas tersebut. Setelah pada musim sebelumnya berhasil membawa tim junior The Blades melaju ke final Piala FA Junior, debut tim senior Maguire akhirnya datang di situasi yang amat sulit.
ADVERTISEMENT
Awalnya Maguire kesulitan. Dia bahkan sempat terpeleset karena masih demam panggung. Namun, perlahan-lahan dia mampu menunjukkan ketenangannya. Temperamen bagus yang disebut oleh Adams itu sudah tampak dalam diri Maguire bahkan di usia remajanya sekalipun.
Pada musim 2010/11 itu Sheffield United akhirnya terdegradasi ke League One. Maguire pun mau tak mau harus ikut. Namun, di situlah dia kemudian menemukan kesempatan. Bersama klub yang berkiprah di kompetisi level ketiga, Maguire mendapat kepercayaan penuh sebagai pemain inti.
Maguire memang gagal membawa Sheffield kembali ke Championship. Akan tetapi, potensinya tetap tidak terabaikan. Maguire pun kemudian dibeli dengan harga 2,5 juta pounds oleh klub Premier League, Hull City, kendati akhirnya harus melalui masa peminjaman dulu bersama Wigan Athletic.
ADVERTISEMENT
Ketika Hull memberi Maguire itu, mereka sedang menjalani musim yang buruk di Premier League. Di akhir musim, mereka pun terdemosi ke Championship. Maka dari itu, ketika Maguire kembali dari masa peminjaman, dia pun harus kembali berlaga di Championship.
Semusim di Championship, Maguire sudah bisa berlaga kembali di Premier League menyusul promosi yang diterima Hull. Namun, lagi-lagi, klub berjuluk The Tigers itu kesulitan untuk bertahan di Premier League. Pada pertengahan musim, mereka memecat manajer Mike Phelan. Kendati di bawah asuhan Marco Silva mereka berhasil menunjukkan peningkatan performa, di pengujung musim, segala upaya itu tak cukup.
Di balik penampilan Hull yang buruk, Maguire muncul seperti berlian di gundukan lumpur. Sampai akhirnya dia pun diperebutkan oleh Leicester dan Tottenham Hotspur.
ADVERTISEMENT
Konon, Tottenham-lah yang sebenarnya punya peluang lebih besar untuk merekrut Maguire. Klub London Utara itu sudah menjalin kesepakatan dengan Hull terkait biaya transfer bek satu ini. Akan tetapi, manajer Leicester kala itu, Craig Shakespeare, sukses merayu Maguire lewat pendekatan personal. Ketika Maguire tengah berlibur di Mallorca, Shakespeare datang untuk meyakinkannya.
Jadilah kemudian transfer 17 juta pounds dari Hull ke Leicester atas nama Maguire terwujud pada musim panas 2017. Hanya dalam semusim, angka itu sudah melonjak sampai ke angka 80 juta. Ini menunjukkan betapa pesat perkembangan Maguire sendiri sebagai pemain, meski sebenarnya banderol 80 juta itu hanyalah alat Leicester untuk menghalangi Manchester United.
***
Pertanyaannya kini, apakah Maguire bakal cocok bermain di Manchester United? Lalu, apakah 80 juta pounds adalah harga yang pantas untuk seorang bek yang baru dua musim bermain di level tertinggi?
ADVERTISEMENT
Jika pertanyaannya cocok atau tidak, tentu saja cocok. Sebab, Maguire adalah bek yang bisa dimainkan di tim dengan pendekatan apa pun. Kemampuannya mengolah bola membuat dirinya pernah ditaksir oleh Tottenham. Kemudian, kemampuan defensif elementernya terbukti ampuh di tim-tim gurem seperti Hull dan Leicester. Artinya, di Manchester United sekalipun pemain satu ini sebetulnya bisa sukses besar.
Namun, harga 80 juta pounds itu rasanya akan sangat berlebihan untuk Maguire. Pasalnya, biar bagaimana pun Maguire bukan Rio Ferdinand. Ketika United membeli Ferdinand dari Leeds United pada 2002, mereka memecahkan rekor transfer termahal Britania dengan biaya 34 juta pounds. Akan tetapi, Ferdinand saat itu sudah punya kredensial yang luar biasa.
Pada 2002 itu Ferdinand sudah menjadi pemain internasional Inggris selama lima tahun. Selain itu, dia juga sudah terbiasa bermain di klub papan atas dan sudah cukup makan asam garam di kompetisi antarklub Eropa. Maguire, sayangnya, belum memiliki kredensial tersebut dan itu yang membuat dirinya belum layak untuk memecahkan rekor transfer pemain belakang.
ADVERTISEMENT
Oleh sebab itu, ada baiknya Manchester United mencoba alternatif lain. Namun, dengan kian dekatnya tenggat waktu bursa transfer, bisa jadi United bakal melakukan langkah putus asa. Mereka sudah pernah melakukan itu saat membeli Marouane Fellaini dan dengan ketiadaan seorang direktur olahraga, bisa jadi mereka akan jatuh dalam lubang yang sama hingga akhirnya memenuhi permintaan 80 juta pounds dari The Foxes untuk mendaratkan 'si Kepala Lebar'.