Ketika Lapangan 'Kotak-Kotak' Stadion Jakabaring Hilang Tak Berbekas

6 Agustus 2018 20:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kondisi lapangan Stadion Jakabaring beberapa waktu lalu. (Foto: lestarindo_soccerfield)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi lapangan Stadion Jakabaring beberapa waktu lalu. (Foto: lestarindo_soccerfield)
ADVERTISEMENT
Asian Games 2018 sudah di depan mata. Tak dapat dimungkiri, dari 40 cabang olahraga (cabor) yang dipertandingan, sepak bola masih menjadi magnet terbesar.
ADVERTISEMENT
Sorotan pun tak hanya tertuju kepada persiapan Tim Nasional (Timnas) Indonesia U-23 dan negara-negara lainnya, melainkan juga kepada persiapan venue-nya.
Di Asian Games nanti, cabor sepak bola putra akan berlaga di tiga stadion yakni Stadion Patriot Candrabhaga (Bekasi), Wibawa Mukti (Kab. Bekasi), dan Si Jalak Harupat (Kab. Bandung). Sementara, sepak bola putri akan berlangsung di Stadion Jakabaring dan Bumi Sriwijaya (Palembang).
Oleh Panitia Pelaksana Asian Games 2018 (INASGOC), kelima stadion itu diperintahkan untuk direnovasi. Pekerjaan terbesar ialah berada pada renovasi lapangan. Sedangkan, renovasi lainnya menyentuh kepada bangku penonton, ruang ganti, toilet serta fasilitas penunjang lainnya.
Dan, dalam masa persiapan menuju perhelatan olahraga terakbar se-Asia itu, Stadion Jakabaring tak diduga mendapat sorotan lebih dari masyarakat. Hal itu menyusul rumput pada lapangan tersebut yang terlihat sangat apik. Mungkin baru kali ini stadion di Indonesia memiliki kualitas rumput seperti itu.
ADVERTISEMENT
Tak berlebihan pula mengapresiasi kinerja dari PT Harapan Jaya Lestarindo (HJL) selaku sub-kontraktor yang mengerjakan Stadion Jakabaring dan Bumi Sriwijaya. Pasalnya, di tangan merekalah, rumput Stadion Jakabaring mampu disulap menjadi ‘kotak-kotak’, persis seperti yang selama ini dilihat pada banyak stadion di Eropa.
Pujian akan kualitas dari lapangan Stadion Jakabaring pun sempat dilontarkan pelatih PSM Makassar, Robert Rene Alberts. Juru latih yang doyannya mengkritik ini tak kuasa untuk memuji kondisi lapangan dari stadion yang mulai dibangun sejak 1998 ini kala skuat asuhannya melawat ke markas Sriwijaya FC dalam laga Liga 1 beberapa waktu lalu.
“Kami merenovasi Jakabaring dan Bumi Sriwijaya dari awal, artinya dari medianya (tanah) kami angkat, drainase kami perbaiki, rumputnya diganti dengan zoysa matrella. Di sinilah jadi titik awal kami berkembang. Memang kami sudah banyak rawat lapangan sepak bola, tapi dikenal khalayak ramai sampai se-Indonesia setelah mengerjakan Jakabaring,” ujar Project Manager PT HJL, Agus Atok Urahman, ketika berbincang dengan kumparanBOLA.
ADVERTISEMENT
“Bisa dibilang kami benar-benar all-out mengurusi Jakabaring, bahkan sudah tidak hitung-hitungan uang lagi. Pokonya semaksimal mungkin. Kalau pupuknya kurang bagus, kami cari, kalau perlu impor untuk dapat kualitas lebih bagus. Kami juga beli alat untuk membuat pola rumput. Hasilnya, seperti yang bisa dilihat beberapa waktu lalu,” lanjutnya.
Namun, pemandangan menyejukkan mata itu kini telah hilang tak berbekas. Pola lapangan tak lagi terlihat. Di beberapa bagian rumput bahkan terlihat botak akibat rumput-rumput yang mati. Lapangan Jakabaring pun tak ubahnya seperti kebanyakan stadion di Tanah Air.
Kondisi itu lantas mengundang tanda tanya. Bagaimana perawatan yang dilakukan hingga kualitas lapangan bisa begitu timpang hanya dalam hitungan bulan?
Usut punya usut, ternyata PT HJL tak lagi merawat lapangan Jakabaring. Kontrak mereka, lanjut Agus, telah diputus semenjak Juni lalu. Alhasil, mereka kini hanya merawat Stadion Patriot Candrabahaga (Kota Bekasi) dan Wibawa Mukti (Kab. Bekasi) serta dua lapangan latihan yakni Stadion Padjadjaran (Bandung) dan Persikabo (Kab. Bogor).
ADVERTISEMENT
Perawatan Stadion Jakabaring kini ditangani oleh pengelola Jakabaring Sports Complex.
“Ya, sudah habis kontrak akhir Juni lalu dan tidak diperpanjang. Kami dikontrak enam bulan dengan opsi perpanjangan. Memang, pada awal Juli mulai kelihatan kurang bagus, ya. Tapi, itu juga karena padatnya pemakaian karena ada sepak bola putri (Piala AFF). Mau kontraktornya siapa pun tidak akan sanggup,” ucapnya.
Agus mengatakan tak mudah bagi pihaknya untuk membangun lapangan Jakabaring hingga memiliki pola ‘kotak-kotak’. Butuh waktu sekitar enam bulan untuk membangun lapangan hingga menjadikan rumput Jakabaring memiliki pola Refleksi Cahaya (RC).
“Istilah RC itu sederhananya adalah rumput ditidurkan ke arah utara, sampingnya ditidurkan ke arah selatan. Jadi, kelihatannya agak abu-abu. Ada yang dua arah (utara-selatan), tetapi di Jakabaring, sudah empat arah, utara-selatan dan barat-timur, jadinya kotak-kotak. Untuk bikin dasaran RC saja, groundman harus jalan 17.000 meter, dihitung-hitung sejauh 34,7 km untuk bikin satu RC dan itu harus bolak-balik,” kata Agus.
ADVERTISEMENT
"Dengan kondisi lapangan seperti ini, saya pikir masih bisa diperbaiki. Asal merawatnya dengan telaten. Karena merawat rumput itu tidak bisa asal-asalan. Kalau ada niat pasti bisa," pungkasnya.