Kolombia vs Inggris: Ujian dari Lawan yang Sepadan untuk 'Three Lions'

3 Juli 2018 15:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemain Inggris, John Stones merayakan gol. (Foto: REUTERS / Ivan Alvarado)
zoom-in-whitePerbesar
Pemain Inggris, John Stones merayakan gol. (Foto: REUTERS / Ivan Alvarado)
ADVERTISEMENT
Portugal tumbang, Argentina keok, dan Spanyol tersingkir. Selasa (3/7/2018) dini hari tadi, Belgia nyaris saja terdepak jika Nacer Chadli tak menjebol gawang Jepang di menit-menit akhir. Well, kejutan demi kejutan jadi judul utama dalam drama di babak 16 besar kali ini.
ADVERTISEMENT
Nah, tak menutup kemungkinan Inggris bakal menghadapi skenario yang sama saat bersua dengan Kolombia pada babak perdelapan final, Rabu (4/7) dini hari WIB. Mana jalan yang bakal mereka ambil: Mengikuti langkah Portugal, Argentina, dan Spanyol, atau mengikuti jejak Belgia?
Suka tak suka, penampilan 'Tiga Singa' sejauh ini belumlah meyakinkan. Mereka cuma tergabung bersama tim lemah macam Tunisia dan Panama. Hanya Belgia yang jadi lawan sepadan. Namun, ironisnya, kedua kesebelasan malah memutuskan untuk bermain dengan pemain pelapis.
Tak berlebihan untuk mengatakan jika situasi semacam ini tak cukup mendidik mereka untuk bertahan. Oke, Inggris sukses mencetak 8 gol, produktivitas yang tak bisa dilepaskan dari sokongan sepasang wing-back mereka.
Harry Kane yang jadi pencetak gol terbanyak juga tak cukup impresif sejauh ini. Dari lima gol yang sudah dicetaknya, dua di antaranya diawali dari sepak pojok, dua gol dari titik putih, sedangkan sisanya dari tendangan Ruben Loftus-Cheek yang membentur kakinya.
ADVERTISEMENT
Belum ada satupun gol yang diinisiasi dari build-up serangan yang rapi. Jadi, bagaiamana jika Kolombia mampu mengantisipasi skema bola mati dan wasit Mark Geiger tak memberikan hadiah penalti nantinya?
Eksekusi penalti Harry Kane. (Foto: REUTERS/Matthew Childs)
zoom-in-whitePerbesar
Eksekusi penalti Harry Kane. (Foto: REUTERS/Matthew Childs)
Yang jadi problem, Kolombia jelas tak bisa disamakan dengan Tunisia, Panama, atau Belgia 'B'. La Tricolor sukses menyapu bersih dua laga terakhir fase grup tanpa kebobolan. Satu-satunya kekalahan yang mereka telan --dari Jepang-- didapat karena salah satu faktor krusial: Kartu merah dini yang didapatkan Carlos Sanchez.
Satu hal yang paling mungkin, Inggris juga tak bisa bermain dengan garis pertahanan tinggi seperti sebelum-sebelumnya. Kolombia bukan cuma punya pertahanan yang oke, akan tetapi juga kreativitas yang mumpuni.
ADVERTISEMENT
Gareth Southgate sendiri memberi corak baru bagi Inggris yang identik dengan pakem 4-4-2. Tiga bek yang dicanangkannya juga unik, berbeda dengan pakem 3-4-3 Roberto Martinez bersama Belgia. Southgate menggunakan skema 3-5-2, atau 3-2-2-2 pada praktiknya. Itulah mengapa mereka beralih ke format 3-1-2-4 atau 3-1-6 saat mengaktifkan mode serangan.
Namun, kali ini Inggris harus benar-benar menyeimbangkan lini tengah mereka, khususnya kepada gelandang yang bertugas menjaga kedalaman saat sepasang full-back melakukan overlap. Siapa lagi kalau bukan Jordan Henderson yang paling bertanggung jawab atas perkara ini.
Di antara gelandang lainnya, Henderson paling unggul dalam atribut bertahan --meski posisi alaminya bukan sebagai gelandang bertahan. Konstruksi demikian yang rawan, sebab Henderson membutuhkan tandem untuk melindungi gempuran kreativitas dan kecepatan Kolombia.
ADVERTISEMENT
Kabar baiknya, Dele Alli telah pulih dan siap untuk diturunkan nanti. Ya, gelandang Tottenham Hotspur itu tergolong aktif dalam melancarkan aksi bertahan, dengan masing-masing 2 tekel dan intersep saat tampil melawan Tunisia.
Jordan Henderson berkostum Inggris. (Foto: Jason Cairnduff/Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Jordan Henderson berkostum Inggris. (Foto: Jason Cairnduff/Reuters)
Sialnya, Kolombia sedang tidak dalam kondisi diuntungkan kali ini. Mereka terancam kehilangan James Rodriguez yang mengalami cedera kala Kolombia menekuk Senegal 1-0 di laga pamungkas Grup H.
Jose Pekerman sendiri mengaku jika absennya James membuat kondisi tim tak nyaman. Cukup logis mengingat pemain pinjaman Bayern Muenchen itu jadi otak di balik serangan Kolombia.
Namun, pelatih berusia 68 tahun itu tak perlu terlalu bersedih hati. Ia masih memiliki seorang playmaker lagi dalam skuatnya, Juan Quintero. Jangan salah, pemain yang pernah berseragam Pescara itu justru menjadi penggawa yang paling intens melepaskan mencatatkan umpan kunci, dengan rata-rata 1,7 per laga.
ADVERTISEMENT
Tak sampai di situ, Quintero juga diberi keleluasaan oleh Pekerman untuk melepaskan tembakan. Itulah mengapa rata-rata tembakannya per laga setara dengan Radamel Falcao sebagai penyerang utama. Selain itu peran Juan Quardado di pos sayap kanan juga tak bisa dikesampingkan.
Pemain berambut keriwil itu ditugaskan untuk melakukan cutting-inside di kotak penalti lawan, berbeda dengan James di posisi sebaliknya yang cenderung bergerak ke tengah untuk memperlebar ruang passing.
Pemain Polandia dan Kolombia berduel. (Foto: REUTERS/Sergio Perez)
zoom-in-whitePerbesar
Pemain Polandia dan Kolombia berduel. (Foto: REUTERS/Sergio Perez)
Kebetulan, Inggris memiliki celah di sisi kiri pertahanan mereka. Ashley Young, yang diutus mengisi pos wing-back kiri, menjadi pemain belakang yang paling minim melancarkan aksi bertahan.
Hanya 0,5 tekel per laga dan alpa untuk catatan intersep. Pasalnya, tujuan Southgate memilih Young bukan karena kemampuan defensifnya, melainkan spesialisasinya dalam melepaskan umpan lambung.
ADVERTISEMENT