Les Herbiers dan Tradisi Sepak Bola Prancis yang Masih Terjaga

8 Mei 2018 20:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para pemain Les Herbiers. (Foto: Damien Meyer / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Para pemain Les Herbiers. (Foto: Damien Meyer / AFP)
ADVERTISEMENT
Coupe de France, sama seperti Piala FA, adalah tempat underdog berpesta. Musim ini, Les Herbiers VF-lah bintang utamanya. Tidak hanya menjadi underdog, mereka juga menjaga tradisi.
ADVERTISEMENT
Coupe de France adalah salah satu turnamen sepak bola tertua di Prancis. Diselenggarakan sejak 1917/1918, usia dari Coupe de France ini sudah memasuki angka 101 tahun, melebihi Ligue 1 (mulai diselenggarakan pada 1932) dan Coupe de la Ligue (mulai diselenggarakan pada 1994). Karena ke-tua-annya inilah, Coupe de France menghadirkan banyak kisah tersendiri.
Salah satu kisah yang cukup dikenal dari Coupe de France adalah kisah-kisah tentang tim underdog yang mampu tampil mengejutkan. Nimes (1996), Calais (2000), Amiens (2001), dan Quevilly (2012) adalah lima klub dari divisi tiga ke bawah yang pernah menjejakkan kaki di partai final. Meski sukses masuk final, kelima klub tersebut gagal memenangi trofi Coupe de France.
Selain lima klub di atas, ada juga dua tim yang berasal dari Ligue 2 yang sukses memenangi Coupe de France, Teraktual, Guingamp (sekarang sudah naik ke Ligue 1) pernah menjuarai ajang ini pada 2009 silam saat masih berstatus klub Ligue 2. Coupe de France, menilik kisah-kisah di atas, memang menjadi kompetisi yang acap menghadirkan kejutan.
ADVERTISEMENT
Sekarang, tradisi kejutan itu dilanjutkan oleh Les Herbiers VF, klub kecil asal kota Les Herbiers. Dengan segala keterbatasannya, mereka sekarang akan menghadapi salah satu tim yang tingkatannya berada jauh di atas mereka, Paris Saint-Germain.
***
Bicara tentang Les Herbiers, untuk saat ini, tak ada sama sekali hal yang bisa mereka unggulkan atas PSG. Dari segi liga, mereka masih berkompetisi di Championnat National (kompetisi level tiga Prancis), dengan kemungkinan mereka turun ke divisi empat musim depan. Jika itu terjadi, di musim depan mereka akan satu tim dengan tim reserve PSG.
Bukan hanya itu saja. Secara finansial, Les Herbiers juga benar-benar kalah telak. Pengeluaran dari Les Herbiers hanya berkisar 2 juta euro saja selama satu musim. Pengeluaran mereka ini, jika diterapkan dalam skema keuangan PSG, hanya bisa membiayai gaji Neymar selama 16 hari saja.
ADVERTISEMENT
Segala kekalahan non-teknis Les Herbiers dari PSG ini dilengkapi dengan kekalahan mereka soal gelar. Menilik dari raihan gelar Coupe de France saja (tidak menghitung gelar Ligue 1 dan Coupe de la Ligue), PSG sudah menjuarai ajang ini sebanyak 11 kali dan menjadi runner-up sebanyak 4 kali. Les Herbiers? Baru kali ini mereka menjejakkan kaki di partai final.
Suporter Les Herbiers berpesta. (Foto: Damien Meyer / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Suporter Les Herbiers berpesta. (Foto: Damien Meyer / AFP)
Meski kalah telak dari segi non-teknis, bukan berarti pertarungan final Coupe de France musim 2017/2018 nanti akan berjalan hampa. Selayaknya suporter sepak bola di negara lain, suporter sepak bola Prancis juga senang akan kisah David lawan Goliath. Les Herbiers, selaku David, harus melawan Goliath bernama PSG, dan ini menjadi laga yang sangat dinantikan.
ADVERTISEMENT
"Reaksi ketika Les Herbiers mencapai partai final cukup luar biasa. Sejarah tentang klub kecil Prancis dari liga level bawah yang tampil apik di Coupe de France kerap terjadi. Ini menjadi hal yang dinantikan, dan mereka senang jika ini benar-benar terjadi," ujar Julien Laurens, wartawan sepak bola Prancis, disitat BBC.
"Laga final ini benar-benar dinantikan, apalagi jika melihat kondisi keuangan kedua tim yang berbeda jauh. Suporter Prancis menyenangi duel David lawan Goliath terjadi di kompetisi ini," tambahnya.
***
Memang jika menilik dari segi finansial dan raihan prestasi sekarang ini, Les Herbiers masih kalah dari PSG. Namun, jika mau melihat dalam kacamata yang lebih luas, melajunya Les Herbiers ini bisa menjadi cermin bahwa masih ada tradisi yang dijaga di sepak bola Prancis, selain tradisi soal kejutan tentu saja.
ADVERTISEMENT
"Saya kira alasan utama kenapa tim-tim divisi bawah mampu tampil apik di ajang Coupe de France adalah karena level dari akademi sepak bola di Prancis sudah mengalami peningkatan," ujar Laurens.
"Ambil contoh akademi Lyon. Memang hanya ada beberapa pemain berbakat saja yang mampu lolos ke tim utama. Tapi, bukan berarti pemain yang lain buruk juga. Dengan bermain di liga level bawah, mereka mengasah kemampuan dan akan matang ketika main di liga yang levelnya lebih tinggi," tambahnya.
Oleh karena itu, laga ini tidak mesti menjadi laga yang harus dipandang sebelah mata. Walau pada akhirnya kelak Les Herbiers kalah, setidaknya, ada tradisi yang mereka jaga. Sebuah tradisi yang menggambarkan bahwa David, di sepak bola Prancis, juga akan selalu ada dan menjadi bukti bahwa sepak bola Prancis tidak pernah kehabisan talenta.
ADVERTISEMENT