Letupan-letupan Kejutan Muncul di La Liga Musim Ini

20 Mei 2019 15:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Trofi La Liga. Foto: LLUIS GENE / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Trofi La Liga. Foto: LLUIS GENE / AFP
ADVERTISEMENT
La Liga berakhir dengan kejutan dan kejutan. Ya.... bukan datang dari tim mana yang menjadi juara, runner-up, dan yang berada di peringkat ketiga, sih. Elemen tak terduga itu muncul dari tim-tim yang berjuang tampil di Liga Champions dan menyelamatkan dari kemungkinan tampil di Segunda Division musim depan.
ADVERTISEMENT
Bayangkan saja, tim yang pada awal musim ini berada di ambang zona degradasi malah mampu mengakhiri musim di bawah Barcelona, Atletico Madrid, dan Real Madrid. Sementara, tim yang sempat merasakan takhta La Liga malah melorot hingga ke posisi enam. Kemudian ada tim yang berstatus giant killing malah harus meninggalkan La Liga.
Well, siapakah tim-tim itu? Dalam sesi "Anda Bertanya, kumparanBOLA menjawab" kali ini, kami bakal membahasnya.
Halo, nder. Jadi, gimana gimana?
Apanya gimana, nih? Haha
Ya... soal ending tim yang finis di peringkat keempat La Liga dulu, deh.
Ya gitu, deh. Hahahaha agak mager jelasinnya. Bujuk dulu, dong.
Yaelaaah. Untung masih dalam suasana Ramadan...
Lah, emang situ puasa? Hahaha. Enggak, enggak, enggak. Kami cuma bercanda, kok, tadi.
ADVERTISEMENT
Jadiiii gimana kasep?
Nah, gitu dong, huehuehue.
Jadi, siapa sangka Sevilla -- tim yang sempat menjadi buah bibir dan merajai papan peringkat La Liga -- bakal turun sampai ke posisi keenam? Ironisnya, tim berjuluk Los Nervionenses ini melorotnya perlahan-lahan.
Sevilla asuhan Machin: solid dan efektif. Foto: Reuters/Marcelo Del Pozo
Sevilla sempat merajai klasemen sementara La Liga di pekan ke-8 dan ke-13. Sampai pekan ke-16, Pablo Sarabia cs. masih membayangi Barcelona sang pemuncak klasemen. Namun, empat laga kemudian, Sevilla nyungsep.
Mereka turun ke peringkat keempat dengan 33 poin, atau tertinggal 13 poin dari Barcelona yang masih berada di puncak. Kemudian perlahan-lahan turun mulai dari pekan ke-26 hingga ke-29. Sempat kembali ke peringkat keempat pada minggu ke-32, tetapi pada akhirnya harus akhiri musim di peringkat keenam.
ADVERTISEMENT
Lantas, Masalah Sevilla Apa?
Gaya permainan dan skuat tipis. Awal musim ini, Pablo Machin datang dari Girona untuk menukangi Sevilla. Dia memperkenalkan permainan dengan format tiga bek dan sistem ini sempat pula mendatangkan keseimbangan bagi Sevilla.
Sebagai bukti, hingga pekan ke-18, Sevilla miliki catatan rata-rata hanya kebobolan 1 gol per laga. Jelas ada peningkatan dari musim sebelumnya, yang rata-rata kemasukan 1,5 gol di setiap pertandingan. Makanya jangan kaget jika Sevilla bisa-bisanya sempat berada di puncak kompetisi level teratas di Spanyol.
Trio lini tengah Sevilla era Machin adalah nyawa tak hanya pertahanan, tetapi juga untuk memudahkan dua penyerang untuk mencetak gol. Ini kuncinya. Pablo Sarabia dan Federico Vazquez mengemban peran gelandang ofensif, sementara Ever Banega menjadi gelandang bertahan plus distributor bola.
ADVERTISEMENT
Celakanya, Sevilla tak punya pengganti sepadan saat saat salah satu di antara ketiganya harus absen. Cuma Roque Mesa dan Ibrahim Amadou stok alternatifnya. Selain berposisi homogen sebagai gelandang bertahan murni--bukan gelandang kreatif--keduanya tak cukup piawai dalam mendistribusikan bola.
Ketika sistemnya gagal, Machin juga tak memiliki plan B. Lantas, setelah hasil-hasil negatif, menjadi wajar jika dia dipecat pada 15 Maret 2019. Kemudian diganti Joaquín Caparros -- sosok yang kenal luar dalam Sevilla, tetapi hasilnya sama juga.
Terus... Gimana ceritanya, deh, Valencia tiba-tiba suddenly finis di posisi keempat?
Nah, ini menarik. Karena di awal musim Valencia harus menyelamatkan diri dari ancaman degradasi, dan status mereka berubah menjadi tim papan tengah pada tengah musim. Bahkan, Marca sempat mewartakan bahwa muncul wacana pemecatan pelatih Marcelino Toral dari sisi Valencia pada Januari silam.
ADVERTISEMENT
Para pemain Valencia merayakan gol yang dicetak Ezequiel Garay. Foto: Heino Kalis/Reuters
Akan tetapi, pada akhirnya Marcelino dan Valencia selamat dari lubang jarum. Bisa dibilang ada faktor keberuntungan juga, karena Valencia terus memetik hasil positif ketika kompetitornya mulai oleng karena jadwal dan krisis pemain. Namun, namanya sepak bola tidak pernah satu faktor.
Begini, pakem klasik 4-4-2 Marcelino terbilang menarik. Ia tak hanya menggunakan dua winger dan full-back sebagai jalur serangan, tetapi juga melalui pergerakan vertikal sepasang penyerangnya. Kebetulan Valencia punya penyerang macam Rodrigo Moreno atau Goncalo Guedes dan Santi Mina yang sebelumnya merupakan winger murni.
Sistem ini baru benar-benar nyetel pada paruh kedua musim ini.
Oh, ya, apa kabar Deportivo Alaves? Kayaknya, kencang banget awal-awal musim ini
Sedih banget, enggak, sih, mereka harus finis di peringkat ke-12. Padahal, Alaves sempat muter-muter di zona empat besar sampai tengah musim ini.
ADVERTISEMENT
Alaves sempat terlihat sebagai tim yang seimbang dalam sistem 4-4-2, baik dari segi pertahanan dan penyerangan. Tetapi, pada akhirnya terlihat bahwa permainan Alaves bisa dengan mudah digiring ke satu sisi. Kelemahan ini terus dimanfaatkan lawan-lawan El Glorioso, sampai mereka berada di tempat mereka sekarang.
Ngomong-ngomong, bagaimana soal tiga tim terburuk La Liga musim ini?
Kalau SD Huesca dan Rayo Vallecano, sepertinya sudah tertakdir untuk degradasi sejak awal musim. Karena dari pekan ke pekan, dua tim ini hanya pindah tempat saja dari posisi 18, 19, dan 20. Lain lagi ceritanya dengan Girona.
Tim ini sempat terlihat menjanjikan dan bahkan sempat berada di posisi ke-7 pada pekan ke-13. Selain itu, raksasa macam Barcelona, Real Madrid, hingga Atletico Madrid bisa Girona sulitkan juga. Paling impresif, mereka tahan Barcelona imbang 2-2 pada September 2018, dan kalahkan Madrid 2-1 pada Februari 2019.
ADVERTISEMENT
Para pemain Girona merayakan gol di depan para fans Madrid yang marah. Foto: REUTERS/Susana Vera
Namun, lama kelamaan, terlihat bahwa Girona bermasalah untuk fokus selama satu pertandingan utuh. Padahal, tim berjuluk Blanquivermells ini bertumpu dengan blok rendah ketika diserang dan mengandalkan serangan balik cepat untuk mencetak gol.
Alhasil, Girona mengakhiri musim dengan catatan kebobolan 53 gol musim ini. Hanya Huesca (53), Levante (66), dan Rayo Vallecano (70) yang dapat melampaui catatan mereka. Maka, mau tak mau Girona tampil di Segunda Division musim ini.
So, kesimpulannya, La Liga musim ini sebenarnya menarik karena plot-twist-nya bertebaran di mana-mana?
Kalau ini, sih, soal selera. Kalau kamu sering nongkrong di kolom komentar akun-akun komedi-komedi bola yang (sayangnya) lebih sering gak lucu daripada lucu, ya, La Liga musim ini bisa dianggap gak menarik karena lagi-lagi yang juara Barcelona.
ADVERTISEMENT
Maklum aja, yang follow mereka kebanyakan 12 years-old army -- alias pasukan bocah berusia 12 tahun. Atau bisa juga orang dewasa yang usia mentalnya masih segitu. Mereka cuma nikmati sepak bola untuk ceng-cengan dangkal doang. Tidak salah, karena kembali seperti yang kami bilang, sepak bola soal selera.
Tapi, menurut kami, iya, musim ini menarik. Selain yang sudah disebutkan, tentu saja kita harus bicara soal kejatuhan Real Madrid. Banyak sejarah-sejarah suram yang mereka torehkan musim ini. Salah satunya adalah fakta bahwa Barcelona lebih banyak menangi El Clasico pada era 2018/19. Kapan terakhir kali Madrid begitu? 1932.
Musim depan, kami yakin Madrid takkan begitu lagi dan boleh jadi alur La Liga secara keseluruhan menjadi predictable. So, enjoy it while it lasts.
ADVERTISEMENT