Masalah Spanyol dan Jerman di Rusia: Tak Punya Perebut Bola Ulung

18 Juni 2018 8:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kroos berduel dengan Herrera. (Foto: REUTERS/Carl Recine)
zoom-in-whitePerbesar
Kroos berduel dengan Herrera. (Foto: REUTERS/Carl Recine)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ada beberapa persamaan yang terlihat dari Spanyol dan Jerman usai kedua negara menjalani laga perdana mereka di Piala Dunia 2018.
ADVERTISEMENT
Persamaan pertama, kedua mantan juara Piala Dunia itu sama-sama gagal meraih kemenangan. Spanyol ditahan imbang Portugal pada Sabtu (16/6/2018) dini hari WIB lalu, dan baru saja pada Minggu (17/6) malam WIB tadi Jerman dikalahkan oleh Meksiko.
Persamaan kedua terletak pada gaya bermain mereka. Baik Jerman maupun Spanyol sama-sama tim yang berorientasi ofensif dengan menekankan dominasi penguasaan bola, sama-sama bertumpu pada umpan-umpan pendek, dan sama-sama punya pemain berkelas dan berkualitas untuk menjalankan gaya tersebut.
Namun, yang jadi masalah ada pada persamaan ketiga. Kedua tim itu sama-sama lemah dan rentan dalam mennghadapi serangan balik. Buruknya lagi, kedua negara tak punya gelandang perebut bola yang sejatinya bisa menjadi pemutus serangan balik lawan. Dan, hal itulah yang akan kami bahas.
ADVERTISEMENT
Portugal vs Spanyol. (Foto: REUTERS/Murad Sezer)
zoom-in-whitePerbesar
Portugal vs Spanyol. (Foto: REUTERS/Murad Sezer)
Spanyol yang pertama. Pada laga melawan Portugal, terlihat jelas bahwa tim besutan Fernando Hierro itu kewalahan dalam menghadapi serangan balik yang dilancarkan Cristiano Ronaldo dan kolega. Tercatat, Ronaldo dan Goncalo Guedes jadi sosok yang menyulitkan Spanyol dalam situasi itu.
Ketika serangan mereka gagal dan kemudian bola direbut dengan cepat oleh lawan, lini belakang Spanyol amat rentan. Sebab, Gerard Pique dan Sergio Ramos yang biasanya ditinggal di belakang tak memiliki 'pelindung'. Jika lawan melancarkan serangan balik, kedua pemain itu yang langsung menghadapinya.
Ini tak lepas dari ketiadaan gelandang perebut bola ulung di tim Spanyol saat ini. Sergio Busquets yang biasa menjaga kedalaman bukanlah sosok seperti itu. Dia adalah metronom, sang pengatur arah bola. Dalam bertahan pun, dia lebih piawai memutus umpan ketimbang melakukan duel.
ADVERTISEMENT
Koke yang jadi salah satu partner Busquets dalam formasi 4-3-3 Spanyol pun demikian. Ketimbang urusan duel, visi dan daya jelajah pemain Atletico Madrid itu lebih baik. Karenanya, tak heran, di laga melawan Ronaldo, kedua pemain itu hanya melakukan total dua tekel sukses.
Busquets dan Koke di laga vs Portugal. (Foto: REUTERS/Hannah McKay)
zoom-in-whitePerbesar
Busquets dan Koke di laga vs Portugal. (Foto: REUTERS/Hannah McKay)
Situasi ini jelas riskan bagi Spanyol, dan laga melawan Portugal sudah bisa dijadikan bukti. Jika menghadapi lawan yang akan berorientasi pada serangan balik ketika menghadapi mereka, bukan tak mungkin La Furia Roja bakal berada dalam situasi yang lebih buruk.
Di masa jayanya pada medio 2008 hingga 2012, Spanyol masih bisa mengantisipasi situasi serangan balik karena mereka masih memiliki sosok seperti Marcos Senna, Xabi Alonso, hingga Javi Martinez dalam tim. Alonso boleh saja elegan dan juga pandai jadi metronom, tapi dia juga lihai dalam berduel, melakukan tekel, dan memutus umpan.
ADVERTISEMENT
Sementara, nama terakhir yang masih punya peluang masuk dalam tim, tak dipanggil Julen Lopetegui--pelatih Spanyol sebelum Hierro. Padahal, Martinez bisa menjadi pendamping atau pelapis Busquets untuk melindungi lini belakang Spanyol. Pasalnya, di Bayern Muenchen, Martinez memerankan hal serupa.
Dia biasanya ditugaskan untuk memutus serangan balik dengan melakukan pelanggaran. Untuk berduel pun, Martinez bukan sosok yang buruk. Selain itu, Spanyol juga masih memiliki Ander Herrera atau Gabi yang bisa jadi perebut bola ulung di lini tengah. Sayang, keduanya tak pernah dilirik.
Herrera pada laga melawan Bournemouth. (Foto: Reuters/Jason Cairnduff)
zoom-in-whitePerbesar
Herrera pada laga melawan Bournemouth. (Foto: Reuters/Jason Cairnduff)
Untuk Jerman, situasinya juga tak jauh berbeda. Namun, mereka bernasib jauh lebih sial ketimbang Spanyol. Menghadapi Meksiko yang memiliki banyak pemain cepat dan amat mengandalkan serangan balik, Jerman terlihat pandir. Lini pertahanan mereka mudah sekali diacak-acak Hirving Lozano dan kawan-kawannya.
ADVERTISEMENT
Tercatat, lima kali Meksiko berhasil melancarkan serangan dengan skema serangan balik setelah merebut bola dari pemain-pemain Jerman. Dari lima usaha itu, empat berbuah tendangan, dan satu di antaranya berhasil menjadi gol. Adalah Lozano yang mencetaknya setelah bekerja sama dengan Javier Hernandez.
Penyebab Jerman begitu mudah diserang balik pun sama. Tak ada satu pun perebut bola di tim mereka. Sami Khedira dan Toni Kroos yang dijadikan dua gelandang tengah oleh Joachim Loew dalam formasi 4-2-3-1 tak punya atribut defensif yang baik, dan mereka lebih fokus membantu serangan.
Karena itu, tiap kali terserang, Mats Hummels dan Jerome Boateng selaku bek tengah Jerman amat mudah dieksploitasi. Jarak berdiri yang terlalu jauh pun membuat Kroos atau Khedira amat sulit membantu kedua rekan mereka, terlebih mereka tak cepat. Pun begitu dengan dua full-back, Marvin Plattenhardt dan Joshua Kimmich yang lebih sibuk maju ke depan.
ADVERTISEMENT
Kimmich bahkan yang amat terlihat terlalu sering meninggalkan sisi kanan pertahanan Jerman lowong. Pada proses gol Lozano, bahkan seorang Mesut Oezil-lah yang sampai harus turun ke belakang untuk mengover lubang tersebut. Sayangnya, ia tak berhasil.
Momen gol Lozano ke gawang Jerman. (Foto: REUTERS/Carl Recine)
zoom-in-whitePerbesar
Momen gol Lozano ke gawang Jerman. (Foto: REUTERS/Carl Recine)
Situasi mungkin berbeda bila Jerman punya perebut bola ulung yang bisa 'nakal' dalam menghentikan serangan balik lawan sekaligus kokoh menjadi pelindung lini belakang. Atau, mereka mungkin merindukan sosok Bastian Schweinsteiger yang stylish tapi pandai berduel, atau Philipp Lahm yang disiplin dan pandai membaca permainan.
Keduanya, bersama Christoph Kramer, jadi alasan mengapa pada Piala Dunia 2014, Jerman tak serentan ini ketika menghadapi serangan balik lawan. Die Mannschaft mungkin bisa mendapat statistik lebih baik dari sekadar satu tekel sukses yang dihasilkan duet Khedira-Kroos sepanjang laga melawan Meksiko.
ADVERTISEMENT
Namun, semua memang sudah terlambat. Saat ini, kedua tim sudah tak mungkin lagi memanggil perebut bola ulung untuk berlaga di Piala Dunia 2018. Mereka sudah kadung tak memiliki pemain seperti N'Golo Kante, Casemiro, Fernandinho, hingga Javier Mascherano dalam skuatnya.
Jalan yang harus ditempuh Spanyol dan Jerman pun adalah dengan memperbaiki sistem pertahanan mereka; membuat gelandang tak terlalu jauh meninggalkan garis pertahanan, lebih agresif dalam melancarkan pressing, hingga lebih 'pintar' melakukan pelanggaran.
Sebab, dalam sepak bola dewasa ini, dominasi dan kedigdayaan atas penguasaan bola atau usaha membahayakan gawang lawan saja tak cukup untuk memberikan kemenangan.