Melihat Napoli Bekerja

25 Oktober 2018 10:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemain-pemain Napoli di akhir laga melawan PSG. (Foto: REUTERS/Gonzalo Fuentes)
zoom-in-whitePerbesar
Pemain-pemain Napoli di akhir laga melawan PSG. (Foto: REUTERS/Gonzalo Fuentes)
ADVERTISEMENT
Alis Carlo Ancelotti yang terangkat sebelah itu terlihat serasi dengan wajahnya yang datar. Bibirnya disungging sebelah, bukan untuk membuka senyum, tapi sebagai penanda bahwa ada yang berkecamuk hebat di dalam kepalanya.
ADVERTISEMENT
Sesekali tangannya terangkat, tapi tidak dibarengi dengan teriakan yang menyalak-nyalak, tak diikuti dengan pergerakan lincah dari kanan ke kiri lapangan. Paling hebat, tangannya menunjuk-tunjuk ke atas, paling sering, ia berkacak pinggang. Don Carlo.
Matchday ketiga Liga Champions 2018/19 yang mempertemukan Napoli dengan Paris Saint-Germain di Stadion Parc des Princes pada Kamis (25/10/2018) itu adalah laga yang menyenangkan, menegangkan, dan menyebalkan sekaligus.
Apa yang membuatmu senang, karena pertandingan berjalan tanpa memancing kantuk walau disiarkan pada dini hari. Apa yang membuatnya jadi menegangkan karena kedua tim berbalas gol. Kalau soal apa yang membikinnya jadi menyebalkan, maka itu bergantung pada tim mana yang kau harapkan menang di laga ini.
Laga ini pada akhirnya berakhir imbang 2-2. Di satu sisi, hasil imbang memang mengesalkan karena pertandingan akan mencapai klimaksnya bila ada pihak yang menang dan kalah. Tapi, di sisi lain, hasil imbang menunjukkan bahwa kedua tim memang sama kuat sehingga kemenangan menjadi sosok yang serakah, tak mau memilih salah satu dan menyita tempat yang seharusnya dihuni oleh kekalahan.
ADVERTISEMENT
Dua gol yang dilesakkan Lorenzo Insigne dan Dries Mertens untuk Napoli dibalas dengan gol bunuh diri Mario Rui dan penyama kedudukan Angel Di Maria untuk PSG. Serupa kemenangan yang dibagi rata, raihan poin akhir juga dibagi dalam jumlah yang sama.
Ancelotti bukan anak muda di ranah sepak bola. Di dunia kepelatihan saja, ia sudah berkecimpung sekitar 23 tahun, sejak jauh sebelum kita mengenal internet dan mengakrabi remeh-temeh yang lahir karena kecanggihannya. Waktu yang lama itu membentuk Ancelotti, merangkai ciri khas taktik yang membawanya pada satu komitmen: enggan bersetia pada taktik tertentu.
Lantas, yang dibawanya ke Paris kali ini tak cuma coret-coretan taktik, tapi juga pengenalan tentang siapa-siapa yang ada di dalam kubu lawan. Pemain bintang. Itulah yang dimiliki PSG dalam perjalanannya di ranah sepak bola, termasuk Liga Champions.
ADVERTISEMENT
Napoli bukannya tim tanpa talenta mumpuni. Tapi, dibandingkan dengan nama besar Edinson Cavani-walaupun pemain satu ini juga dibesarkan oleh Napoli-atau si bocah ajaib, Kylian Mbappe, Angel Di Maria, hingga Neymar, siapalah Dries Mertens, Lorenzo Insigne, ataupun Alan Marques? Mengalahkan bintang-bintang lapangan kepunyaan PSG itu dengan beradu kekuatan satu lawan satu ibarat menabrakkan diri pada kereta api yang melaju kencang, membikinmu mati mengenaskan.
Tapi, untuk itulah taktik dibuat. Untuk membungkus tim dalam satu ritme permainan yang sama, untuk menggiring tim dalam satu komposisi yang harmonis. Intinya, jika tim bertabur bintang itu tidak dapat dikalahkan dengan mengandalkan kemampuan individu, maka cobalah untuk mengalahkannya sebagai satu kesatuan tim. Barangkali atas pemikiran semacam itulah, Ancelotti memimpin anak-anak asuhnya bertanding dalam pakem 4-4-2 melawan PSG.
ADVERTISEMENT
Yang diinginkan para pesepak bola adalah memegang bola sebanyak mungkin. Logika sederhananya, semakin banyak memegang bola, maka semakin besar kesempatan untuk mencetak gol dan merengkuh kemenangan. Tapi, bola ibarat harta karun yang diperebutkan dalam sepak bola. Maka, akan selalu ada waktunya suatu tim tidak memegang bola. Skema dasar 4-4-2 dipakai Ancelotti supaya timnya tidak hanya bisa menekan saat memegang bola, tapi juga saat tidak memegang bola.
Fabian Ruiz dan Jose Callejon yang berperan sebagai pemain sayap di lini kedua punya tugas untuk mengawal pergerakan full-back PSG, Thomas Meunier dan Juan Bernat. Sebaliknya, Mario Rui dan Nikola Maksimovic yang ada di pos full-back Napoli, bertanggung jawab untuk menjaga para pemain sayap. Gelandang tengah, Allan dan Marek Hamsik, punya peran krusial untuk menjaga agar aliran bola dari lapangan tengah ke lini terdepan tetap pampat.
ADVERTISEMENT
Gol Lorenzo Insigne bawa Napoli unggul 1-0 atas PSG. (Foto: REUTERS/Benoit Tessier)
zoom-in-whitePerbesar
Gol Lorenzo Insigne bawa Napoli unggul 1-0 atas PSG. (Foto: REUTERS/Benoit Tessier)
Sementara, jangan karena sedang tak memegang bola, duet penyerang Insigne dan Mertens punya alasan untuk tenang-tenang menunggu sajian umpan dari kawan-kawannya. Keduanya juga punya tugas untuk menutup jalur yang memungkinkan bola mengalir dari lapangan tengah ke depan, terutama saat salah satu di antara Allan atau Hamsik harus mengejar pemain lawan yang sedang memegang bola. Dengan siasat ini, Napoli dapat meminimalisir lubang di lapangan tengah saat mereka sedang tak menguasai bola.
Pola pertahanan Napoli ini berkali-kali mempersulit para penyerang PSG untuk melepaskan tembakan-tembakan efektif. Apalagi, kecenderungannya, para penyerang PSG adalah pemain-pemain yang gemar mengandalkan kemampuan individu seperti dribel.
Neymar menjadi sosok yang paling banyak melakukan aksi dribel di laga ini, 12 kali. Namun, tembakan tepat sasaran yang lahir dari permainan Neymar hanya ada di angka 2. Kualitasnya individunya sering kalah saat diperhadapkan pertahanan sistematis yang dibangun oleh Napoli.
ADVERTISEMENT
Selain itu, penyerang-penyerang PSG juga kalah jumlah dengan pemain yang membangun jejalin pertahanan Napoli. Akibatnya, penyelesaian akhirnya cenderung sporadis, atau malah gagal karena sudah berhasil diblok duluan oleh Napoli. Bangunan pertahanan yang seperti ini dapat mengurangi persentase efektivitas serangan PSG setidaknya sampai 68,75%. Dari 16 upaya tersebut, ada 5 upaya yang berhasil dipatahkan oleh pertahanan Napoli dan ada 5 yang tidak tepat sasaran.
Tak heran, gol penyama kedudukan PSG baru bisa diraih kala full-back Rui melakukan kesalahan intersep yang membuat bola terdorong ke gawangnya sendiri. Sementara, gol penyama kedudukan kedua dilesakkan Di Maria dengan tendangan yang menyasar sudut atas dari luar kotak penalti. Sebabnya, penumpukan pemain bertahan di kotak penalti tidak memungkinkan Di Maria untuk naik.
ADVERTISEMENT
Saat menyerang, Callejon akan mendapat bala bantuan dari Rui yang akan bergerak naik sejajar dengannya. Sementara, Fabian Ruiz akan mengambil posisi di tengah dan membuat lini pertahanan Napoli akan menyisakan tiga orang pemain. Dalam posisi menyerang ini, tak jarang formasi Napoli berubah menjadi 3-4-3.
Walaupun memasuki laga sebagai full-back, Maksimovic akan menjadi pemain yang tetap tinggal di area pertahanan bila Rui naik membantu penyerangan. Ada alasan khusus mengapa Ancelotti lebih memilih Maksimovic saat bertanding tim ofensif seperti PSG. Sebabnya, Maksimovic juga bisa memanggul tugas sebagai bek tengah (sementara Rui full-back murni) dan mematikan pergerakan lawan yang merangsek masuk ke areanya.
Marek Hamsik berduel merebut bola dari Neymar. (Foto: Justin Setterfield/Getty Images)
zoom-in-whitePerbesar
Marek Hamsik berduel merebut bola dari Neymar. (Foto: Justin Setterfield/Getty Images)
Hampir setiap kali Insigne memegang bola di dekat area pertahanan lawan, Mertens akan selalu berlari sejajar atau dekat dengannya. Tujuan Mertens bukan hanya sebagai penambah opsi serangan-karena keduanya memang bomber utama-tapi juga untuk membagi fokus pertahanan lawan. Predikat Mertens dan Insigne sebagai penyerang-penyerang subur Napoli membikin pemain bertahan PSG mau tidak mau harus menjaga keduanya saat hendak menjangkau ke area pertahanan.
ADVERTISEMENT
Di proses gol pertama itu, Insigne dan Mertens sudah berlari sejajar saat Callejon mengendalikan bola. Di sini Mertens juga berfungsi sebagai pembuka jalan bagi Insigne karena pengawalan lawan padanya berkurang. Ditambah umpan jauh Callejon yang akurat, maka lahirlah gol yang tidak dapat diantisipasi oleh PSG itu.
Sementara di gol kedua, Rui naik hingga ke sepertiga akhir dan melepaskan tendangan yang bisa diblok oleh Marquinhos. Sayangnya, blok itu tak sempurna sehingga menghasilkan bola rebound yang langsung disambar oleh Mertens yang sudah mengambil posisi tempat di belakang Marquinhos. Alhasil, lahirlah gol kedua untuk Napoli. Dan dalam situasi itu, sudah ada dua pemain Napoli yang mengambil posisi di dekat Mertens sebagai pengawal, termasuk Insigne.
ADVERTISEMENT
***
Bicara kualitas individu, mungkin pemain-pemain Napoli akan kalah bila dibandingkan satu per satu dengan pemain PSG. Namun, beda hal bila kumpulan talenta itu diorganisir menjadi permainan tim yang padu, baik dalam serangan maupun pertahanan.
Napoli memang tidak berhasil menang di laga ini, tapi setidaknya mereka menunjukkan bahwa bermain sebagai tim menjadi cara yang paling masuk akal untuk meredam agresivitas tim bertabur pemain-pemain bintang. Kalaupun tak menang, setidaknya mereka dapat mengimbangi.