Melihat Wigan dari Kacamata Dave Whelan

16 Maret 2018 16:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Patung untuk Dave Whelan di depan markas Wigan. (Foto: Carl Recine)
zoom-in-whitePerbesar
Patung untuk Dave Whelan di depan markas Wigan. (Foto: Carl Recine)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kata orang, konstelasi sepak bola baru berubah saat Roman Abramovich mengakuisisi Chelsea. Lewat perusahaan tambangnya, ia mengubah Chelsea dari jajaran medioker ke kategori kesebelasan papan atas sepak bola Inggris.
ADVERTISEMENT
Meski tak salah, pendapat tersebut tak sepenuhnya benar. Abramovich boleh dianggap sebagai pesulap besar pertama, tapi jika ingin membicarakan pesulap yang sebenarnya, hal tersebut rasanya pantas disematkan kepada Dave Whelan, pemilik JJB Sports.
JJB Sports hanyalah pemain kacangan dalam persaingan suplier peralatan olahraga di Inggris. Jumlah pegawai dan pemasukan mereka yang terbilang kecil, tak bisa disejajarkan dengan pemain lain, seperti JD Sports atau Sports Direct.
Meski demikian, hal tersebut tak menghalangi Whelan berbuat banyak untuk kesebelasan yang dia dukung sejak kecil: Wigan Athletic. Bertahun-tahun hanya menjadi penggemar layar kaca dan tribune stadion, ia memutuskan untuk mengambil alih kepemilikan kesebelasan tersebut.
Pilihan Whelan saat itu sebenarnya patut untuk dipertanyakan. Selain tak masuk golongan elite, di kota Wigan mereka bukan satu-satunya kesebelasan sepak bola. Masih ada nama-nama lain yang juga mentereng, seperti Wigan Borough, Wigan County, Wigan United, dan Wigan Town.
ADVERTISEMENT
Selain itu, sepak bola juga bukan olahraga utama di sana. Menurut Sky Sports, pada awal 1990-an, rugbi adalah olahraga terpopuler di Wigan dan hal tersebut membuat Wigan Warriors menjadi klub olahraga dengan pendukung paling banyak seantero kota.
Namun, keputusan telah diambil oleh Whelan. Baginya, mengakuisisi Wigan tak hanya bentuk kecintaannya sebagai suporter, tapi juga membuat kesebelasan yang dicintai sedari kecil tetap hidup dan mekar.
Pembenahan besar-besaran dilakukan oleh Whelan jelang diputarnya musim 1995/96. Bersamaan dengan ekspansi bisnis JJB Sports ke Spanyol, ia memutuskan untuk melakukan pencarian bakat terhadap pemain-pemain yang bermain di sana.
Pada akhir kunjungan, ia membawa pulang tiga pemain asal Spanyol, Roberto Martinez, Isidro Diaz, dan Jesus Seba. Martinez dan Diaz didatangkan dari FC Balaguer, sementara Seba dibeli dari Real Zaragoza.
ADVERTISEMENT
Nama ketiganya tak terlalu didengar, yang bahkan di Spanyol, membuat pendukung Wigan mengolok-olok Whelan. Namun, ia tak ambil pusing. Tak habis akal, ia bahkan membuat kampanye bernama Three Amigos untuk mengubah pandangan suporter.
Musim dimulai. Ketiganya langsung mencuri perhatian. Seba menjadi andalan saat Wigan mendapatkan bola mati, Diaz mengubah karakter permainan dengan kecepatannya di sisi lapangan, sementara Martinez tumpuan di lini depan.
Laga demi laga dilewati ketiganya dengan apik. Hingga pada akhirnya kesempatan untuk promosi ke level kedua piramida sepak bola Inggris didapatkan. Sayang, kesempatan tersebut sirna setelah mereka takluk dari Northampton pada pekan terakhir.
Invasi suporter Wigan ke lapangan (Foto: Reuters / Carl Recine)
zoom-in-whitePerbesar
Invasi suporter Wigan ke lapangan (Foto: Reuters / Carl Recine)
Sejarah yang nyaris dibuat oleh Whelan membuat pendukung Wigan berbalik arah untuk mendukungnya. Alih-alih mengkritisi, pada musim berikutnya, suporter mereka selalu memenuhi Springfield Park untuk terus memberikan dukungan.
ADVERTISEMENT
Dukungan penuh membuat Wigan menutup musim 1996/97 dengan status juara. Dengan gelar tersebut pula, mereka berhak atas tiket promosi langsung ke level ketiga piramida sepak bola Inggris atau yang biasa disebut League Two.
Lolos ke level ke piramida kedua sepak bola Inggris tidak membuat Whelan puas. Setelah pesta usai penganugerahan gelar, ia langsung menemui seluruh jajaran manajerial untuk mencari cara agar mereka bisa kompetitif dan promosi ke Championship.
Beragam cara dilakukan oleh Whelan saat itu. Mulai dari merogoh kocek pribadi untuk mengamankan beberapa pemain kunci, mencanangkan pembangunan stadion, hingga menggaransi manajer mereka saat itu, John Deehan, dengan kontrak jangka panjang.
Keputusan Whelan tak salah. Pada akhir musim, mereka langsung menempati urutan ke-11 League Two. Kejutan Wigan berlanjut dengan menempati posisi keenam pada musim berikutnya.
ADVERTISEMENT
Konsistensi Wigan menarik perhatian banyak kesebelasan besar. Hampir setiap musim, tumpuan utama mereka selalu ditarik oleh banyak besar, tak terkecuali manajer. Hingga pada akhirnya, Whelan menunjuk satu nama tak tenar, Paul Jewell.
Bersama Jewell, Wigan bersinar. Hanya dua musim setelah ditunjuk, ia langsung membawa The Latics promosi ke Divisi Championship. Dua musim setelahnya, ia mengangkat nama Wigan ke Premier League.
2005/06 menjadi musim pertama Wigan di Premier League. Mengandalkan insting bisnisnya, Whelan mencari bakat-bakat yang tak terdengar rimbanya. Tak semuanya gagal, di antara bakat yang dicari olehnya ada juga yang bersinar.
Nama medioker menjadi kembali andalan Wigan musim-musim berikutnya. Dengan itu, mereka bisa mendapatkan keuntungan besar, meski di sisi lain, tak mengeluarkan pengeluaran yang tak terbilang besar.
ADVERTISEMENT
Klub sepak bola asal Inggris, Wigan Athletic (Foto: Facebook/ Wigan Athletic)
zoom-in-whitePerbesar
Klub sepak bola asal Inggris, Wigan Athletic (Foto: Facebook/ Wigan Athletic)
Selain pemain, Whelan juga melakukan hal yang sama soal manajer. Hingga saat ini, ada tiga nama, yang disanjung sebagai tiga manajer terbaik dalam sejarah kesebelasan, yakni Jewell, Steve Bruce, dan Martinez.
Bersama tiga nama di atas, Wigan menahbiskan diri sebagai salah satu kesebelasan Premier League yang dipandang. Kendati tak pernah menjuarai level tertinggi sepak bola Inggris, nama Wigan harum karena berhasil menjuarai Piala FA 2012/13.
Di balik segala kesuksesannya, Wigan akhirnya merasakan krisis. Kebangkrutan yang melanda JJB Sports pada 2012 memaksa Whelan menjual saham Wigan ke pasaran. Hal tersebut diperparah dengan minimnya pemasukan dari hak siar dan sedikitnya tiket pertandingan.
Krisis keuangan terbesar yang melanda Wigan terjadi jelang musim 2012/13. Bertambahnya gaji beberapa pemain membuat pengeluaran mereka untuk gaji mencapai 90% dari total pengeluaran tim. Untuk mengatasi masalah tersebut, pada musim itu, mereka melego 15 pemain.
ADVERTISEMENT
Penjualan 15 pemain tak mampu menyelamatkan Wigan. Pada akhir musim 2012/13, mereka mengalami kebangkrutan dan sekaligus terdegradasi ke Divisi Championship, setelah delapan musim bermain di Premier League.
Sejak itu, nama Wigan lebih banyak didengar di level bawah kompetisi sepak bola Inggris. Hal yang sama juga dialami oleh Whelan. Berakhirnya kiprah Wigan, membuatnya tak lagi banyak dibicarakan.
Di usia yang kini memasuki 81 tahun, ia lebih banyak beristirahat dan menikmati usaha kerasnya di masa muda. Ia sesekali pergi ke stadion untuk menonton sepak bola atau rugbi di akhir pekan.
Seiring dengan bertambahnya usia, yang bisa dilakukannya kini hanya satu: mendukung Wigan di setiap pekannya, seperti saat mereka menjamu Southampton pada perempat final Piala FA, Sabtu (17/3/2018) dini hari WIB.
ADVERTISEMENT