Menabrak Batas dalam Hidup Selayak Graham Potter

15 Desember 2017 7:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Graham Potter memberikan instruksi (Foto: REUTERS/Axel Schmidt)
zoom-in-whitePerbesar
Graham Potter memberikan instruksi (Foto: REUTERS/Axel Schmidt)
ADVERTISEMENT
Pernahkah Anda mendengar jargon "Break The Limit"? Seorang pria dari Inggris bernama Graham Potter baru saja melakukannya.
ADVERTISEMENT
Di usia yang masih muda, merantau ke tempat yang jauh dari kota kelahiran adalah pilihan yang sulit. Jauh dari keluarga serta kampung halaman, kadang akan membuat Anda dirundung rasa kesepian dan rasa rindu. Namun, demi menabrak batas dalam diri, hal tersebut perlu untuk dilakukan.
Dengan hidup sendiri, menjauh dari kampung halaman, sekaligus tinggal di sebuah daerah yang memiliki budaya yang jauh berbeda dengan budaya kampung halaman, maka pengalaman hidup Anda akan bertambah. Malah bukan hanya pengalaman hidup saja yang Anda dapatkan. Datang ke daerah baru membuka banyak kemungkinan yang mungkin tidak akan Anda dapatkan di kampung halaman sendiri.
Inilah yang dirasakan Graham Potter. Alih-alih menetap di kampung halaman, demi menabrak batas dalam diri dia rela merantau jauh ke tanah Swedia. Tidak tanggung-tanggung, kota kecil bernama Oestersund menjadi tempat yang dia tuju.
ADVERTISEMENT
Tempat yang menyisakan sebuah cerita manis bagi dirinya sendiri untuk kelak dibagikan dengan saudara di kampung halaman.
Perkenalan Potter dengan Oestersunds F. K.
Oestersund adalah sebuah daerah yang berada di utara Swedia. Jaraknya sekira 557 km dari ibu kota Swedia, Stockholm, dan dapat ditempuh lewat perjalanan darat selama 6 jam 20 menit dari Stockholm. Berdekatan dengan area Kutub Utara, suhu udara di Oestersund sudah barang tentu dingin.
Tempat seperti ini layak untuk dijadikan destinasi wisata liburan bersama keluarga. Banyaknya bukit salju di sana juga menjadikan Oestersund tempat yang enak untuk bermain ski. Itulah kesan yang didapat Graham Potter ketika dia pertama kali datang ke sana.
"Ketika saya bersama istri pertama kali datang ke sini sekitar lima tahun yang lalu, mereka (warga sekitar) menganggap saya seorang turis yang sedang berjalan-jalan. Mereka menyambut saya dan istri saya dengan ramah," kenang Potter seperti dilansir The Guardian pada April 2016 silam.
ADVERTISEMENT
Oestersund sendiri memiliki sebuah klub sepak bola bernama Ostersunds FK. Alih-alih diperhatikan, klub ini tidak terlalu dilirik oleh masyarakat. Posisi klub ini yang berkompetisi di divisi empat Liga Swedia ketika Potter datang membuat Oestersunds tidak terlalu banyak menarik minat dan perhatian masyarakat setempat.
"Lalu, ketika saya katakan kepada orang-orang maksud dan tujuan saya datang ke sini (melatih Oeestersunds FK), mereka bilang bahwa apa yang akan saya lakukan itu sia-sia dan tidak berguna," ungkap Potter.
Itu adalah awal mula Potter berkenalan dengan Oestersund FK. Awal dari perjalanan Potter dalam menabrak batas dirinya sendiri.
Perayaan gol pemain-pemain Oestersunds. (Foto: AFP/Genya Savilov)
zoom-in-whitePerbesar
Perayaan gol pemain-pemain Oestersunds. (Foto: AFP/Genya Savilov)
Perjalanan Panjang Ostersunds, Wujud Nyata dari Break The Limit a la Potter
Pada mulanya Potter tidak yakin bahwa dia akan membuat Oestersunds berprestasi. Jangankan begitu, dia pun kesulitan untuk membangkitkan gairah sepak bola masyarakat Oestersund yang sudah kadung tertanam jauh di balik bukit salju yang mengelilingi kota kecil tersebut.
ADVERTISEMENT
Namun, berbekal ilmu sport science dan ilmu leadership emotional and intelligence yang dia miliki, Potter mulai membulatkan tekad untuk menabrak batas. Dia berani menentang "norma budaya" Inggris yang dia dapat di kampung halamannya sekaligus menabrak formula manajerial ala manajer Inggris yang dia anggap membosankan.
"Tanpa pengalaman kuliah yang saya miliki, saya tidak yakin akan sanggup menjalankan peran sebagai manajer. Ilmu yang saya dapat mengajarkan sebuah pendekatan yang baik sekaligus mempersiapkan diri saya sendiri untuk bekerja di luar negeri, di sebuah tempat di mana keyakinan budaya saya ditentang, dan mungkin pada akhirnya akan berubah dengan sendirinya," ujar Potter.
Keberaniannya menabrak batas--keyakinan yang juga dia ajarkan kepada setiap pemain yang dia asuh--membuatnya mampu mengantarkan Oestersunds kepada kesuksesan. Selain sukses mengingkatkan level kompetisi Oestersunds dari divisi empat ke Allsvenskan (kompetisi level tertinggi Swedia) dalam waktu empat tahun (2011 sampai 2015), dia juga sukses mengantarkan Oestersunds ke babak 32 besar Liga Europa musim 2017/2018.
ADVERTISEMENT
"Saya akan mencoba mengembangkan pemain saya supaya menjadi orang yang berpikiran terbuka dan saya juga ingin mengajarkan mereka supaya mau keluar dari zona nyaman mereka sekaligus mengajarkan mereka untuk percaya kepada teman satu tim," ujar Potter.
Perjalanan panjang dan suksesnya Potter di Oestersunds ini, selain karena dukungan para pemainnya yang maksimal, juga karena dukungan dan optimisme dari sang pemilik klub, Daniel Kindberg. Kindberg malah sudah berani berujar bahwa Oestersunds akan menjuarai Liga Europa musim 2017/2018.
"Kami bisa menjuarai Liga Europa. Jika kami tak bisa, tak ada gunanya bersaing. Kami tidak boleh berharap. Kami harus percaya. (Dua hal itu) ada bedanya," ujar Daniel Kindberg September 2017 silam, seperti dilansir ESPNFC.
ADVERTISEMENT
Meroketnya permainan Oestersunds ini, jika dilihat sekilas, tampak seperti buah kerja kolektif setiap elemen yang ada di dalamnya. Baik itu pemain, manajer, maupun pemilik klub bekerja sama untuk mengangkat performa Oestersunds sehingga menjadi buah bibir di seantero Swedia, bahkan sekarang mulai menggebrak Eropa.
Namun, jika ditelisik lebih dalam, keberhasilan Oestersunds ini bisa dianggap juga sebagai buah keberanian Graham Potter menabrak batas-batas yang ada di dalam dirinya. Merasa bahwa jika diam di kampung halaman dia akan terjebak dalam metode manajerial Inggris yang membosankan, dia memilih untuk menyeberang jauh ke utara; ke Swedia. Dia keluar dari zona nyaman dan mencoba peruntungannya di luar zona nyaman tersebut.
Hasilnya? Bukan hanya menghidupkan gairah sepak bola di Oestersund (jumlah penonton Oestersunds FK meningkat drastis dari 500 orang menjadi kurang lebih 10.000 orang), dia juga membuat gaung Oestersunds menjadi terdengar jauh sampai daratan Eropa.
ADVERTISEMENT
Gaung yang mungkin akan sedikit mengganggu telinga Arsene Wenger yang sudah beranjak menuju renta.
***
Menabrak batas dalam diri adalah hal yang perlu. Dengan menabrak batas, seseorang dapat tahu kekurangan dan kelebihan yang dia miliki. Salah satu dari cara menabrak batas itu adalah dengan merantau, seperti yang dilakukan oleh Graham Potter.
Memang tidak selamanya merantau berakhir indah, karena tidak semua manajer Inggris yang merantau meraih hasil sukses di tanah rantau (contohnya Gary Neville). Tapi jika tidak mencoba, bagaimana kita akan tahu hasilnya? Toh, Potter pun hanya berbekal spekulasi ketika dia menginjakkan kaki di Oestersund.
Spekulasi yang pada akhirnya menjadi pengalaman indah dan enak untuk diceritakan.