Mencapai Nirwana ala Maurizio Sarri

13 September 2017 19:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pelatih Napoli, Maurizio Sarri. (Foto: Reuters/Gleb Garanich)
zoom-in-whitePerbesar
Pelatih Napoli, Maurizio Sarri. (Foto: Reuters/Gleb Garanich)
ADVERTISEMENT
Sudah tak terhitung lagi berapa orang yang memuji Maurizio Sarri atas sepak bolanya yang menawan. Di antara para pengagum itu, ada Fabio Capello yang menyebutnya sebagai seorang inovator, Arrigo Sacchi yang memuji bagaimana Sarri mengombinasikan keindahan dan hasil akhir, lalu Pep Guardiola yang mengakui bahwa sepak bola Maurizio Sarri adalah yang terbaik di dunia saat ini.
ADVERTISEMENT
Pengakuan dari tiga figur besar sepak bola itu hanya bisa berarti satu hal, yakni bahwa Maurizio Sarri adalah pelatih hebat. Meski begitu, perjalanan Sarri ke titik ini jauh dari kata mulus.
Jika kini kaus polo dan tracksuit adalah pakaian yang paling kerap terlihat dikenakan oleh Sarri, tidak demikian dengan tiga dasawarsa silam. Ketika itu, yang menjadi pakaian sehari-hari pria kelahiran 1958 ini adalah setelan jas. Masalahnya, ketika itu Sarri memang sama sekali belum bersentuhan dengan sepak bola, setidaknya di level profesional.
Sampai pada titik itu, Sarri masih bekerja sebagai manajer untuk Bank Montepaschi yang berbasis di Milan. Bank ini sendiri merupakan salah satu yang terbesar di Italia dan dengan jabatan yang sudah cukup tinggi itu, Sarri kerapkali diminta untuk mengurusi bisnis di luar negeri.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, menjadi seorang bankir hanyalah sebuah cara untuk menyambung hidup. Di dalam hati, Sarri tetap memelihara asa untuk bisa berkecimpung di dunia sepak bola.
Akhirnya, asa itu berubah menjadi ambisi dan pada tahun 1990, Sarri memulai karier di sepak bola dari titik nol. Awalnya, hanya berupa sambilan saja. Di pagi hari, dia masih bekerja sebagai bankir, lalu di malam hari, dia menanggalkan setelan jasnya untuk melatih klub-klub kecil. Stia adalah klub pertama yang dilatih Sarri.
Semua ini dia lakukan sampai tahun 2002. Ketika itu, reputasi Sarri sebagai pelatih andal di level amatir sudah terkenal ke seantero Tuscany. Satu prestasi yang akhirnya membuat nama Sarri masuk ke radar klub-klub profesional adalah keberhasilannya membawa Sansovino promosi dari kompetisi regional ke Serie D pada musim 2002/03.
ADVERTISEMENT
Sarri di Empoli. (Foto: Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Sarri di Empoli. (Foto: Reuters)
Inilah momen terpenting bagi karier Maurizio Sarri sebagai seorang pelatih. Setelah membawa Sansovino masuk ke level profesional, Sarri pun kemudian melepas status semi-profesionalnya dengan mengundurkan diri dari pekerjaan sebagai bankir. Sejak itulah Sarri resmi menjadi pelatih profesional sepenuhnya.
Setelah berhasil bersama Sansovino, Sarri dikontrak oleh Sangiovannese yang memang sudah "mapan" di divisi bawah kompetisi profesional Italia. Hanya butuh waktu satu tahun, Sangiovannese berhasil dibawanya promosi naik ke Serie C. Pada 2005, Pescara yang kala itu berlaga di Serie B pun memutuskan untuk mengontrak Sarri.
Hanya saja, setelah ini karier Sarri sempat mengalami naik-turun. Meskipun akhirnya sudah berhasil menangani klub Serie B, beberapa kali pula ia sempat turun divisi ke Serie C, seperti ketika ia ditunjuk untuk menukangi Alessandria dan Sorrento. Kiprahnya bersama Sorrento tersebut akhirnya berhasil menarik minat Empoli yang baru saja memecat Luigi Cagni pada akhir musim 2010-11. Sarri pun dipercaya untuk menjadi allenatore kub yang membesarkan Antonio Di Natale tersebut.
ADVERTISEMENT
Bersama Empoli pun, karier Sarri tidak langsung bersinar. Musim pertamanya di Empoli menjadi musim terberat Sarri. Ketika itu, skuat Empoli harus menjalani play-off untuk lolos dari degradasi ke Serie C. Kemenangan atas Vicenza kala itu akhirnya berhasil memastikan bertahannya Empoli di Serie B.
Pemain Napoli merayakan gol (Foto: Alberto Lingria/REUTERS)
zoom-in-whitePerbesar
Pemain Napoli merayakan gol (Foto: Alberto Lingria/REUTERS)
Setelah musim pertama yang tak memuaskan, Empoli mampu tampil mengejutkan dan menjadi salah satu kandidat tim promosi ke Serie A pada musim 2012/13. Sayang sekali, Livorno ketika itu menggagalkan ambisi Azzurri untuk kembali ke Serie A. Baru pada musim 2013/14, Empoli akhirnya benar-benar mengucapkan selamat tinggal kepada Serie B dan menyongsong fajar baru di Serie A.
Meski baru pertama kali berlaga di Serie A, Sarri sama sekali tidak grogi. Meski Empoli adalah kandidat kuat degradasi, Sarri berhasil menyulap mereka menjadi tim favorit kedua semua pencinta calcio. Di akhir musim, Empoli berhasil bertahan dan keberhasilan ini semakin mengukuhkan reputasi Sarri sebagai salah satu pelatih terhebat di Italia. Sampai akhirnya, rumah yang sudah lama ditinggalkan pun memanggil kembali.
ADVERTISEMENT
Maurizio Sarri, meski banyak menghabiskan waktunya di Italia bagian utara, adalah pria asli Napoli. Itulah mengapa, ketika Partenopei datang mengetuk, tanpa ragu-ragu Sarri mengiyakan tawaran itu. Kini, Sarri tak hanya mampu membuktikan bahwa dia layak melatih Napoli tetapi juga mampu mendapat pengakuan dari figur-figur penting di sepak bola.
Sebenarnya, sejak melatih Empoli dulu permainan indah ala Sarri ini sudah bisa terlihat walau baru sedikit. Wajar saja, sebenarnya, karena ketika itu, Sarri memang lebih kerap dipaksa untuk memainkan sepak bola bertahan. Dengan formasi 4-3-1-2, Sarri benar-benar mengedepankan disiplin terutama untuk melindungi lini belakang yang dikawal pemain-pemain muda macam Daniele Rugani dan Lorenzo Tonelli.
Daniele Rugani, dibesarkan oleh Sarri. (Foto: Valerio Penincino)
zoom-in-whitePerbesar
Daniele Rugani, dibesarkan oleh Sarri. (Foto: Valerio Penincino)
Di Napoli, kemampuan Sarri yang sebenarnya baru terlihat. Dengan formasi 4-3-3, Sarri sebenarnya masih mengedepankan disiplin dan mengutamakan pertahanan. Bedanya, di San Paolo, Sarri baru benar-benar bisa menerapkan jargon "pertahanan terbaik adalah menyerang". Jika di Empoli timnya bertahan tanpa bola, di Napoli, bertahan dia lakukan dengan bola.
ADVERTISEMENT
Dasar pemikirannya sebenarnya tidak berbeda jauh dengan apa yang diterapkan Pep Guardiola dan Johan Cruyff. Semakin banyak sebuah tim menguasai bola, semakin kecil pula kemungkinan tim lawan untuk mencetak gol. Dalam situasi menyerang, Sarri juga menginstruksikan para pemainnya untuk melakukan gerakan-gerakan tanpa bola yang sekilas tampak seperti sebuah kekacauan untuk membuat lawan kalang kabut.
Contoh pergerakan yang dimaksud adalah bagaimana dua full-back, Faouzi Ghoulam dan Elseid Hysaj, kerapkali menusuk ke area tengah lapangan. Kemudian, tempat keduanya diisi oleh para gelandang tengah yang bergerak melebar. Inilah yang akhirnya memungkinkan trio penyerang mereka, Lorenzo Insigne, Jose Maria Callejon, dan Dries Mertens bisa tanpa kesulitan melakukan manuver-manuver berbahaya di area half-space.
Di bawah Sarri, semua pemain punya peran yang jelas. Akan tetapi, ketika menjalankan peran tersebut, mereka diberi kebebasan soal cara mengeksekusinya. Inilah yang membuat Napoli kemudian menjadi begitu berbahaya. Yang terpenting bagi Sarri adalah struktur permainannya tidak rusak. Itu saja.
ADVERTISEMENT
Mertens dan Insigne jadi duet maut di Napoli (Foto: Ciro De Luca/REUTERS)
zoom-in-whitePerbesar
Mertens dan Insigne jadi duet maut di Napoli (Foto: Ciro De Luca/REUTERS)
Sampai saat ini, sepak bola ala Sarri di Napoli ini memang belum bisa mempersembahkan gelar apa-apa. Akan tetapi, memasuki tahun ketiga ini, Napoli semakin solid, terutama dengan makin matangnya pemain-pemain muda mereka seperti Piotr Zielinski, Amadou Diawara, dan Arkadiusz Milik.
Artinya, dengan begini skuat mereka pun makin dalam dan jika selama ini yang bisa menghentikan mereka hanyalah Juventus, mereka kini bisa berharap lebih banyak karena "Si Nyonya Tua" sedang tidak dalam kondisi terbaik. Jika Juventus lengah dan para pesaing-pesaing lain seperti Roma, Milan, dan Internazionale tak mampu menemukan konsistensi, Serie A bukan tak mungkin bakal segera jadi milik Napoli-nya Sarri.
Lalu, bagaimana dengan Liga Champions? Kalau boleh jujur, sebenarnya Napoli saat ini belum memiliki skuat yang cukup kuat untuk memenangi Liga Champions. Akan tetapi, jika ekseskusi sepak bola ala Maurizio Sarri ini bisa terus disempurnakan dan dimatangkan, bukan tidak mungkin mereka bisa melangkah lebih jauh dari perempat final.
ADVERTISEMENT