'Menggugat' Fergie sebagai Biang Keladi Keterpurukan Man United

19 Maret 2019 20:37 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Banner untuk Sir Alex Ferguson. Foto: Reuters / Jason Cairnduff
zoom-in-whitePerbesar
Banner untuk Sir Alex Ferguson. Foto: Reuters / Jason Cairnduff
ADVERTISEMENT
Masih memikirkan mantan secara intens? Masih merindukan masa-masa yang indah bersamanya? Anda sebaiknya mempertimbangkan untuk melakukan hal konyol itu lagi. Jika butuh contoh konkret, Manchester United bisa dijadikan rujukan ideal.
ADVERTISEMENT
Mereka gagal mengembalikan kejayaan lantaran tak kunjung move on sejak kepergian Sir Alex Ferguson --setidaknya, demikian anggapan Zlatan Ibrahimovic perihal performa mantan timnya itu.
"Segala sesuatu yang terjadi selalu dibandingkan oleh era Ferguson. Mereka mengatakan jika Ferguson ada di sini, ini tidak akan terjadi, Ferguson tidak akan melakukannya seperti itu. Ferguson akan melakukannya seperti ini. Semuanya selalu tentang Ferguson," kata Ibra kepada The Mirror.
- Foto: Alex Livesey/Getty Images
Menilik sumbangsih melimpahnya, nama Ferguson sama sekali tak bisa dihapus dari memori 'Iblis Merah'. Keberhasilan 13 gelar Premier League dan dua trofi Liga Champions jadi bukti yang tak terbantahkan. Itu masih belum dihitung dengan 23 trofi di berbagai kompetisi lainnya.
Namun, justru itu yang jadi pangkal masalahnya. Kesuksesan Ferguson dalam jangka waktu yang tak sebentar (27 tahun), membuat standar tersendiri bagi United. Fakta bahwa mereka adalah tim besar, bergelimang gelar, dan berhasil memenangi tiap pertandingan menjadi terpatri ke tubuh United.
ADVERTISEMENT
"Ferguson memiliki tempat dalam sejarah di klub ini tetapi sekarang klub berlanjut. Ia harus menemukan identitasnya sendiri dan itu sulit," ucap Ibrahimovic.
Itulah mengapa eksistensi para penerusnya macam David Moyes, Ryan Giggs, Louis van Gaal, hingga Jose Mourinho selalu berakhir dini. Label kegagalan bahkan menempel lekat kepada Van Gaal, dan Mourinho. Padahal, mereka bukanlah pelatih kaleng-kaleng karena sudah teruji dengan rentetan trofi.
Alasannya, ya, seperti yang diungkapkan Ibra itu tadi, bahwa Ferguson selalu jadi tolok ukur kondisi United. Padahal, menjelang Ferguson pensiun, dunia sepak bola berubah. Baik itu dari segi taktik, pemain, finansial klub, serta kekuatan tim lawan.
Jose Mourinho bersama Ibrahimovic Foto: Reuters/John Sibley
"Kalau saya, saya akan mengatakan saya tidak memiliki Ferguson lagi. Dan saya datang ke sini dan saya ingin membuat sejarah saya sendiri, saya ingin membuat kisah saya sendiri. Anda harus datang dengan mentalitas anyar," kata Ibrahimovic.
ADVERTISEMENT
Apa yang dikatakan Ibra ada benarnya. Namun, tak bisa dimungkiri betapa sulitnya mencari figur sentral macam Ferguson. Secara taktik, mungkin arsitek asal Skotlandia itu tak sebrilian Pep Guardiola. Akan tetapi ia punya pengaruh besar kepada klub dan para pemain.
Mourinho adalah salah satu contoh suksesor yang buruk soal menjaga stabilitas tim. Ya, ia gagal menutup rapat-rapat konflik internal dengan Paul Pogba ke publik. Hingga akhirnya berdampak pada performa United itu sendiri.
Solskjaer dan pemain-pemain United merayakan kemenangan atas Cardiff. Foto: REUTERS/Rebecca Naden
Nah, United bisa dibilang berada di tangan yang tepat saat ini. Mereka diarsiteki Ole Gunnar Solskjaer, pelatih yang oke secara taktik dan manajemen pemain. Lagipula, pria asal Norwegia itu punya kaitan erat dengan Ferguson semasa masih bermain.
ADVERTISEMENT
Sekarang, tinggal bagaimana United dan segenap pemainnya. Terus memandang kejayaan bersama mantan atau bersyukur dan melangkah maju dengan apa yang mereka punya saat ini.