Menguliti Dosa-dosa PT LIB: Kematian Suporter hingga Pengaturan Skor

19 Februari 2019 15:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petinggi di peluncuran Gojek Traveloka Liga 1. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Petinggi di peluncuran Gojek Traveloka Liga 1. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Kompetisi baru, semangat baru. Begitulah spirit yang diusung Persatuan Sepak Bola Indonesia (PSSI) ketika melakukan rebranding operator kompetisi pada 2017: PT Liga Indonesia Baru (LIB).
ADVERTISEMENT
Memang banyak terobosan baru sejak PT LIB menjalankan mandat federasi untuk mengoperasikan kompetisi Tanah Air. Mulai dari aturan marquee player yang membuka jalan masuk untuk pesepak bola kelas dunia macam Michael Essien serta Peter Odemwingie, hingga regulasi U-23 demi menopang kiprah Timnas Indonesia di SEA Games 2017 dan Asian Games 2018.
Kendati begitu, rebranding terhadap operator sejatinya tak terlalu berhasil. Masih ada dosa PT Liga Indonesia (LI)--yang merupakan operator Indonesia Super League (ISL)--yang diadopsi oleh PT LIB, salah satunya kerusuhan suporter.
Kasus kerusuhan suporter paling akbar pada era PT LIB adalah kematian Haringga Sirla menjelang pertandingan Liga 1 2018 antara Persib Bandung dan Persija Jakarta. Haringga menjadi korban meninggal ketujuh gara-gara rivalitas kedua klub.
ADVERTISEMENT
Rantai kematian dimulai sejak Mei 2012 lalu, ketika Lazuardi (28), Dani Maulana (16), dan Rangga Cipta Nugraha (22) tutup usia dalam bentrokan suporter. Ketika itu, Persija dan Persib bersua di Stadion Utama Gelora Bung Karno dalam pertandingan ISL yang merupakan produk PT LI.
Rekonstruksi pengeroyokan terhadap Haringga Sirla di Stadion GBLA Bandung, Rabu (26/9). Foto: ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Ditarik rentang lebih luas lagi, sebanyak 76 nyawa suporter melayang sejak 1995. Nah, 22 di antaranya terjadi dari 2017 sampai 2018 atau ketika kompetisi berada di bawah payung PT LIB.
Tak cuma itu minus yang mesti diperbaiki PT LIB dari penyelenggaraan kompetisi di Indonesia. Berikut ini adalah dosa-dosa PT LIB yang sudah dirangkum oleh kumparanBOLA:
Regulasi Berubah di Tengah Jalan
Di awal kompetisi Liga 1 2017, PT LIB menerapkan aturan yang berpihak kepada pemain-pemain muda. Setiap klub wajib menurunkan tiga pemain U-23 selama 45 menit dalam pertandingan liga.
ADVERTISEMENT
Efeknya positif untuk Timnas U-23 yang hendak mentas di SEA Games 2017. Dari Liga 1, maka pelatih Luis Milla dengan mudah menjaring 40 pemain yang 22 di antaranya masuk skuat.
Masalah timbul ketika SEA Games 2017 berlangsung. Pasalnya, PT LIB menangguhkan aturan tersebut karena banyak pemain U-23 yang membela 'Garuda Muda' di Malaysia. Pertimbangannya, stok pemain muda di setiap klub menipis.
Penangguhan kemudian menuai gelombang protes, salah satunya dari Nabil Husein selaku Presiden Borneo FC. Dia menganggap bahwa keputusan PT LIB dilatarbelakangi tekanan beberapa klub.
Seperti kata Nabil, klub-klub yang mengirimkan lebih dari satu pemain ke Timnas U-23 pada SEA Games 2017 diuntungkan di antaranya Persija Jakarta, Barito Putera, Bhayangkara FC, Bali United, serta Persipura Jayapura.
ADVERTISEMENT
Menabrak Agenda Timnas Indonesia
Sudah menjadi repetisi dalam beberapa tahun terakhir ketika Timnas Indonesia bermain saat kompetisi lokal masih berlangsung. Contohnya pada September 2017 atau musim pertama perhelatan Liga 1.
Kurun itu, Timnas Indonesia menjamu Fiji sebagai lawan uji tanding. Publik tengah menanti kiprah Stefano Lilipaly dan Irfan Bachdim yang kiprahnya menanjak bersama Bali United. Namun, hasrat tersebut kurang terpuaskan karena keduanya cuma mentas selama 45 menit.
Irfan Bachdim saat membela Timnas Indonesia. Foto: Instagram @ibachdim
Alasannya bukan pertimbangan Luis Milla dalam hal taktik. Ini menyoal permintaan khusus dari Bali United. Pasalnya, satu hari setelah pertandingan itu, 'Serdadu Tridatu' harus menghadapi Persela Lamongan. Laga ini penting karena Bali United sedang terlibat perburuan gelar.
Bentrokan kembali terjadi pada jeda internasional September 2018. Timnas Indonesia beruji tanding dengan Mauritius, Selasa (11/9). Sriwijaya FC enggan melepas Alberto Goncalves karena harus menghadapi Persipura pada hari yang sama.
ADVERTISEMENT
Fenomena tersebut tentu tidak kita lihat ketika menikmati liga-liga besar Eropa. Namun, perlu diingat pula bahwa jarang sekali ada penundaan jadwal kick-off kompetisi di negara-negara Eropa.
Itulah yang menjadi penyebab PT LIB kesulitan memberikan jeda antara laga Timnas Indonesia dan pertandingan Liga 1. Ya, start kompetisi memang tertunda setiap musim. Untuk edisi 2018, kick-off sempat dijadwalkan pada 24 Februari, tetapi ditunda menjadi 3 Maret kemudian 23 Maret.
Subsidi Berujung Utang
PT LIB selalu memberikan janji surga berupa uang subsidi sebesar Rp 7,5 miliar per klub di awal musim Liga 1, baik itu edisi 2017 maupun 2018.
Masalahnya, dana yang dibayarkan secara bertahap itu selalu diwarnai penunggakan. Untuk musim 2017, PT LIB seharusnya melunasi pembayaran uang subsidi pada November. Namun, pelunasan baru dilakukan pada Maret 2018 sehingga start Liga 1 pun mundur.
ADVERTISEMENT
Sementara untuk musim 2018, komposisinya dibagi dua. PT LIB membayarkan Rp 5 miliar dalam rentang April hingga Desember. Kemudian, sisa Rp 2,5 miliar disetor ke setiap klub bergantung sejumlah syarat, yakni pembinaan usia muda (Rp 1,25 miliar), partisipasi pemain U-23 (Rp 750 juta), serta club licensing (Rp 500 juta).
Hingga Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Senin (19/2/2019), PT LIB ternyata belum melunasi pembayaran subsidi Rp 2,5 miliar. Padahal, sejumlah klub mengaku sudah menjalankan program yang dituntut operator.
"Arema FC sendiri baru mendapat Rp 250 juta untuk aspek pembinaan. Sisanya belum kendati kami sudah memenuhi semua aspek," kata Direktur Akademi Arema FC, Sudarmadji.
Hukuman sebagai Penentu Gelar Juara Liga 1
Kalau tak ada kasus yang melibatkan Mohamed Sissoko, Bali United mungkin sudah menjuarai Liga 1 edisi pertama pada 2017 lalu.
ADVERTISEMENT
Mungkin sebagian dari Anda masih ingat. Namun, bagi yang telah melupakannya, kami coba memutar kembali memori tersebut. Memori ketika Sissoko diturunkan ketika Mitra Kukar menghadapi Bhayangkara FC.
Mohamed Sissoko Foto: Wikimedia Commons
Keputusan itu membuat Mitra Kukar dinyatakan kalah 0-3. Sementara, Bhayangkara FC mendapatkan tripoin secara cuma-cuma. Karena di mata Komisi Disiplin (Komdis) PSSI, Sissoko seharusnya menjalani skors.
Hukuman dipicu oleh kartu merah Sissoko pada laga pekan ke-31 menghadapi Borneo FC. Jika mengacu regulasi Liga 1 pasal 57, eks pemain Liverpool itu hanya absen satu laga, yakni saat melawan Persib. Kemudian, Komdis PSSI mengeluarkan hukuman tambahan dua pertandingan untuk Sissoko, yaitu menghadapi Bhayangkara FC dan Persiba Balikpapan.
Yang menjadi masalah, pihak Mitra Kukar tidak melihat nama Sissoko dalam nota larangan bermain yang dikirimkan PT LIB menjelang laga kontra Bhayangkara FC. Mitra Kukar juga mengklaim bahwa PT LIB tidak mengirimkan surat ke sekretaris tim.
ADVERTISEMENT
Dugaan Pengaturan Skor
Inilah tajuk utama dalam beberapa waktu terakhir ketika membahas kompetisi produk PT LIB. Karena Satuan Tugas (Satgas) Antimafia Bola bentukan Polri memang tengah mengusut kasus-kasus yang mencoreng wajah persepakbolaan Tanah Air.
Pertama adalah laporan Lasmi Indaryani (eks Manajer Persibara Banjarnegara) menyoal dugaan kecurangan di Liga 3. Dari laporan tersebut, Satgas sudah menetapkan 10 tersangka, termasuk di dalamnya Johar Lin Eng (mantan anggota Komite Eksekutif PSSI), Dwi Irianto (anggota Komite Disiplin PSSI), dan Mansyur Lestaluhu (staf Direktur Penugasan Wasit PSSI).
Plt Ketua Umum PSSI Joko Driyono (kedua kanan) bergegas saat tiba untuk menjalani pemeriksaan di Ditkrimum, Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (18/2/2019). Foto: ANTARA FOTO/Wibowo Armando
Dari laporan Lasmi pula, Satgas sempat menggeledah Kantor PSSI dan Kantor Komdis PSSI. Penggeledahan terakhir diwarnai dugaan perusakan barang bukti oleh Joko Driyono sehingga Plt Ketua Umum PSSI itu ditetapkan sebagai tersangka. Dan dari pemeriksaan dari apartemen Joko pula, Satgas menemukan 75 barang bukti yang ditengarai terkait dengan laporan Lasmi.
ADVERTISEMENT
Pada kasus kedua, Satgas berangkat dari nama Vigit Waluyo. Vigit disebut-sebut sebagai mafia sepak bola. Dalam pengakuannya, ia menyebut "bermain" di Liga 2 dan 3.
Ketiga atau teranyar, Satgas tengah mengembangkan laporan Manajer Madura FC, Januar Herwanto. Ia melaporkan percobaan suap yang dilakukan Hidayat yang kala itu menjabat anggota Komite Eksekutif PSSI.