Mengupas Penyakit Real Madrid, Salah Lopetegui?

10 Oktober 2018 17:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Julen Lopetegui bingung. (Foto: REUTERS/Marcelo Del Pozo)
zoom-in-whitePerbesar
Julen Lopetegui bingung. (Foto: REUTERS/Marcelo Del Pozo)
ADVERTISEMENT
Julen Lopetegui dan Florentino Perez duduk di meja yang sama untuk makan malam. Ini bukan makan malam biasa, Presiden Real Madrid itu tengah meminta penjelasan terkait performa klubnya --tak lama setelah keok dari CSKA Moscow di pentas Liga Champions.
ADVERTISEMENT
Dan Lopetegui, jelas yang paling bertanggung jawab atas rentetan catatan buruk tersebut. Apalagi, tak lama kemudian Los Blancos lagi-lagi terkapar. Kali ini giliran Alaves yang sukses memecundangi Sergio Ramos dan kawan-kawan lewat gol semata wayang Manu Garcia di menit injury time.
Lengkap sudah goresan luka Madrid, tiga kekalahan dan sekali imbang dalam empat pertandingan terakhir di lintas ajang. Parahnya lagi, tak ada sebiji gol pun yang sukses mereka lesakkan--menjadi yang terburuk sejak 1985 silam.
Awal yang Indah
Tak sulit untuk mengatakan bahwa Lopetegui adalah pelatih paling beruntung di dunia. Betapa tidak, ada delapan pemainnya yang menjadi nomine Ballon d'Or 2018. Gareth Bale, Karim Benzema, Thibaut Courtois, Isco, Luka Modric, Rapahel Varane, Marcelo, dan Ramos. Hanya minus Dani Carvajal, Toni Kroos, dan Casemiro saja sebagai penggawa reguler tim.
ADVERTISEMENT
Sebagai perbandingan, Barcelona sang rival abadi mereka saja hanya meloloskan tiga pemain saja pada anugerah yang diinisiasi oleh France Football tersebut. Secara komposisi skuat, tak ada yang perlu dikhawatirkan oleh Lopetegui.
Isco, Ramos, Marcelo rayakan gol ke gawang AS Roma. (Foto: OSCAR DEL POZO / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Isco, Ramos, Marcelo rayakan gol ke gawang AS Roma. (Foto: OSCAR DEL POZO / AFP)
Lopetegui mengawali langkah yang manis bersama Madrid. Meski keok dari Atletico Madrid di Piala Super Spanyol, empat kemenangan plus satu hasil imbang berhasil mereka dalam lima pekan awal La Liga. Itu belum dihitung dengan kerberhasilan melumat AS Roma 3-0 di panggung Liga Champions.
Setidaknya Lopetegui sukses menyanggah dogma bahwa Cristiano Ronaldo adalah lakon kunci di Santigo Bernabeu. Cukup untuk dijadikan bukti kredibilitas Lopetegui sebagai juru taktik.
ADVERTISEMENT
Permainan cair dengan skema 4-3-3 masih jadi pegangan Lopetegui. Madrid tak lagi tampak sebagai panggung tunggal, seperti yang dipentaskan Ronaldo sebelumnya. Gamblangnya, pelatih berusia 52 tahun itu telah meyulap Madrid menjadi tim yang kolektif. Rata-rata penguasaan bola Madrid menyentuh persentase 64%, jauh melebihi torehan rezim Zinedine Zidane yang cuma mencapai 56% musim lalu.
Jika kurang yakin, pemerataan jumlah gol juga bisa dijadikan acuan bahwa Lopetegui tak hanya mengandalkan satu pemain saja sebagai goalgeter. Dari total 12 gol yang dihasilkan Madrid di La Liga, 4 gol di antaranya dibuat Benzema, Bale dengan 3 lesakan, Ramos dengan sepasang gol, dan Isco, Carvajal, serta Marco Asensio dengan masing-masing sebiji gol.
Angka-angka di atas berbeda jauh dengan torehan Madrid sebelumnya, kala Ronaldo memimpin sebagai produsen gol terbesar dengan jumlah 26, terpaut jauh dari Bale di peringkat kedua dengan 16 gol.
ADVERTISEMENT
Pemain yang disebutkan terakhir kini jadi Ronaldo anyar, tetapi dengan bentuk yang berbeda. Tak hanya aktif melepasan tembakan, tetapi juga menginisiasi peluang. Sebatas ini, sulit untuk mengabaikan kualitas Lopetegui. Keberhasilannya menghadirkan tren positif untuk Madrid di pembuka musim, dengan identitas khasnya meski tanpa Ronaldo.
Jadwal Padat yang Berujung Cedera
Namun, kebahagiaan itu berbalik 180 derajat sekarang. Dan bila dirunut, akar masalah Madrid ini tercipta pada akhir September lalu, jelang transisi matchday kedua Liga Champions. Mereka dijadwalkan bersua Sevilla, melakoni Derbi Madrid tiga hari berselang, dan menyambangi markas CSKA tiga hari sesudahnya.
Dengan padatnya jadwal seperti ini, artinya Lopetegui tak hanya harus memutar otak untuk mengalahkan tim lawan, tetapi juga kudu menjaga kebugaran anak asuhnya. Caranya, ya, dengan melakukan rotasi pemain.
ADVERTISEMENT
Mengacu pada konstelasi pemain bintang yang dimiliki Madrid, harusnya hal semacam ini akan berjalan mudah. Namun, sebesar apa pun potensi pemain, akan menjadi mubazir andai tak memiliki menit bermain yang cukup. Sebab, pondasi paling utama dari chemistry adalah intensitas bermain.
Nah, kebijakan demikian yang jadi kelemahan Lopetegui. Dia justru menurunkan para pilar terbaiknya saat menyambangi Ramon Sanchez-Pizjuan. Marco Asensio, Benzema, dan Bale di lini depan. Casemiro, Modric, dan Kroos jadi pilihan di area sentral. Sedangkan di sektor belakang, hanya Dani Carvajal yang absen. Sisanya masih diisi oleh nama-nama reguler seperti Ramos, Varane, Marcelo, dan Nacho.
Beda ekspresi pemain Madrid dan Sevilla. (Foto: REUTERS/Marcelo Del Pozo)
zoom-in-whitePerbesar
Beda ekspresi pemain Madrid dan Sevilla. (Foto: REUTERS/Marcelo Del Pozo)
Bila dikalkulasi, ada delapan pemain yang selalu tampil di tiga pertandingan terakhir dalam sepekan yakni: Ramos, Varane, Casemiro, Modric, Benzema, Asensio, Ceballos, dan Mariano. Bisa dibayangkan betapa terkurasnya stamina para penggawa Madrid tersebut.
ADVERTISEMENT
Buntutnya, Bale dan Isco pun mengalami cedera. Faktor yang jadi alasan kuat atas jebloknya performa Madrid. Sialnya, keduanya adalah kreator serangan tim yang nyaris tak terganti.
Bila Bale menjadi algojo dan tukang penetrasi dari sisi tepi, peran Isco sedikit berbeda. Mantan penggawa Malaga itu merupakan penyalur serangan dari sektor belakang ke depan, memanfaatkan celah dari lini kedua --selayaknya figur playmaker murni.
Jadi, cukup logis andai produktivitas Madrid mengalami penurunan. Sialnya lagi, Benzema juga ikut-ikutan terjangkit cedera. Praktis hanya Mariano seorang yang jadi tumpuan di garda terdepan.
Di sisi lain, pewaris nomor keramat Ronaldo itu bahkan belum pernah menjadi starter di La Liga. Sulitnya Mariano untuk beradaptasi tertuang saat masuk sebagai pengganti saat menyambangi kandang Alaves. Cuma sebiji tembakan tepat sasaran yang sukses dilayangkannya. Pun demikian dengan Vinicius Junior yang masih terlalu hijau untuk diandalkan.
ADVERTISEMENT
Satu hal lagi, Kroos dan Modric yang jadi poros area sentral juga diganggu inkonsistensi. Toleh saja gol semata wayang CSKA yang berasal dari kesalahan Kroos dalam melepaskan back-pass.
Bek CSKA Moscow berupaya menghentikan laju pemain Madrid dengan tekel. (Foto: REUTERS/Tatyana Makeyeva)
zoom-in-whitePerbesar
Bek CSKA Moscow berupaya menghentikan laju pemain Madrid dengan tekel. (Foto: REUTERS/Tatyana Makeyeva)
Kualitas Lopetegui sebagai peramu taktik tak bisa diragukan lagi. Madrid dibawanya terbang dengan ciri khasnya, sekaligus mengenyahkan ketergantungan akan sosok Ronaldo. Hingga akhirnya petaka dimulai, saat para pemain pilar tumbang di tengah jalan. Situasi yang sulit. Pelatih mana pula yang tak kesulitan saat kehilangan pemain andalannya?
Namun, ya, kembali lagi, itu konsekuensi dari minimnya rotasi pemain yang dilakukan Loepetegui.