Menjadi Carlos Vela, Menjadi Manusia Biasa

1 April 2018 12:28 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penyerang Los Angeles FC, Carlos Vela. (Foto: USA Today via Reuters/Gary A. Vasquez)
zoom-in-whitePerbesar
Penyerang Los Angeles FC, Carlos Vela. (Foto: USA Today via Reuters/Gary A. Vasquez)
ADVERTISEMENT
Untuk sejenak, pejamkan mata Anda dan bayangkan Anda menjadi seorang Carlos Vela. Anda datang ke Major League Soccer (MLS) di usia yang belum terlalu tua; masih 29 tahun. Dengan kemampuan yang Anda miliki, semestinya Anda masih bisa berbuat banyak di kompetisi top Eropa, dan MLS semestinya bakal jadi kompetisi yang mudah ditaklukkan.
ADVERTISEMENT
Sejak masih di Arsenal, Vela sudah punya label wonderkid. Bocah ajaib. Potensinya luar biasa besar dan dirinya digadang-gadang bakal jadi salah satu pemain terhebat Meksiko, setidaknya di abad ke-21 ini. Dia cepat, lincah, punya teknik bagus, serta tendangan kaki kiri mematikan.
Vela memang pada akhirnya tidak pernah jadi besar di Arsenal. Karena satu dan lain hal, Arsene Wenger tidak pernah memberi kepercayaan cukup kepadanya. Namun, Vela tak menyerah. Dia memang harus berkelana ke sana-sini dulu, tetapi akhirnya pada 2011 silam dia menemukan pelabuhan karier yang nyaman, Real Sociedad.
Di La Liga, Sociedad adalah kuda hitam. Mereka memang tak pernah benar-benar menjadi penggoyang dominasi Real Madrid dan Barcelona, tetapi mereka adalah tim yang senantiasa disegani lawan-lawannya. Di klub yang bermarkas di San Sebastian ini, Vela menjalani karier yang cukup menyenangkan.
ADVERTISEMENT
Bersama Sociedad, Vela bermain sebanyak 250 kali dan mencetak 73 gol. Bukan catatan yang buruk untuk seorang penyerang sayap kanan. Sampai paruh pertama musim 2017/18, Vela juga masih dipercaya oleh pelatih Eusebio Sacristan untuk mengisi sisi kanan penyerangan Txuri-Urdin. Namun, ketika MLS datang mengetuk, Vela seperti tak kuasa menolak.
Sulit ditolak, memang, tawaran yang datang untuk Vela itu. Klub yang meminangnya adalah klub baru bernama Los Angeles FC yang memang punya ambisi besar, terutama untuk mendompleng dominasi Los Angeles Galaxy yang merupakan salah satu klub pendiri MLS. Bersama Vela, LAFC juga kemudian mendatangkan pemain muda potensial asal Uruguay, Diego Rossi, dan bek kawakan asal Belgia, Laurent Ciman.
Selain soal ambisi tadi, afinitas juga jadi pertimbangan. Dengan berbasis di Los Angeles, LAFC punya kedekatan dengan komunitas Meksiko yang memang banyak tersebar. Bagi LAFC, Vela adalah bintang yang pas untuk memimpin di musim perdana. Bagi Vela, LAFC adalah kesempatan untuk menjadi dewa sepak bola.
ADVERTISEMENT
Sampai akhirnya, derbi Los Angeles perdana itu tiba. El Trafico, demikian derbi itu disebut. Pada Minggu (1/4/2018) pagi WIB di Stubhub Center, bertemulah Galaxy dan LAFC untuk pertama kalinya.
Sebelum derbi, LAFC sudah memenangi dua laga perdananya, yaitu kala bertandang ke markas Seattle Sounders dan Real Salt Lake. Di dua laga itu, Vela punya peran krusial. Dia memberikan assist untuk gol tunggal kemenangan yang dicetak Rossi di kandang Sounders. Kemudian, di laga melawan Real Salt Lake, dia mencetak satu gol.
Bulan madu Vela bersama LAFC sepertinya bakal berlanjut di laga melawan Galaxy. Baru lima menit laga berjalan, dia sudah mampu membuka keunggulan lewat sebuah gol tendangan melengkung indah dari luar kotak penalti.
ADVERTISEMENT
Dua puluh satu menit kemudian, dia membawa LAFC menggandakan keunggulan. Gol ini pun terjadi lewat proses yang tak kalah indah. Vela yang menerima bola di dalam kotak penalti berhasil mengelabui kiper Galaxy, David Bingham, sebelum mengirim bola melewati empat pemain bertahan lawan yang menutupi gawang.
Sampai di situ, Vela masih menjadi dewa sepak bola di Los Angeles. Apalagi, di awal babak kedua, LAFC berhasil mencetak gol ketiga via bunuh diri David Steres.
Akan tetapi, senyum lebar Vela dan LAFC tidak bertahan lama. Pasalnya, di babak kedua, pelatih Galaxy, Gigi Schmid, mengeluarkan senjata rahasia yang bernama Zlatan Ibrahimovic.
Setelah Ibrahimovic masuk lapangan, semua yang dilakukan Vela jadi seperti tak ada artinya. Penyerang veteran asal Swedia ini membuat semua mata tertuju kepadanya, dan bukan kepada Vela.
ADVERTISEMENT
Vela mencetak gol lewat tendangan lengkung dari luar kotak penalti? Well, Ibrahimovic punya jawabannya lewat tendangan voli dari jarak hampir 50 meter. Vela menggandakan keunggulan LAFC? Well, apalah artinya gol pengganda keunggulan itu jika dibanding gol penentu kemenangan di menit akhir?
Pada akhirnya, Vela harus bertekuk lutut di depan Ibrahimovic. Tak cuma Vela, malah, melainkan seantero Los Angeles. Hanya dalam tempo beberapa puluh menit, status dewa sepak bola itu berpindah tangan dan kali ini, status itu jatuh di sosok yang lebih natural; sosok yang memang selama ini sudah menjadi raja di mana pun dia berlaga; sosok yang sudah enggan disamakan dengan manusia mana pun.
Maka dari itu, bayangkan Anda menjadi Vela. Bayangkan Anda berada di tempat yang semestinya bisa Anda taklukkan, untuk kemudian mendapati adanya sosok lain yang lebih kuat dan lebih berkuasa. Bayangkan rasanya menjadi Vela; menjadi manusia biasa yang tak punya pilihan lain kecuali membungkuk di hadapan seorang dewa.
ADVERTISEMENT