Menjadi Petarung seperti Jose Mourinho

11 November 2018 12:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dua seteru di ranah kepelatihan, Jose Mourinho dan Josep Guardiola. (Foto: JAVIER SORIANO / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Dua seteru di ranah kepelatihan, Jose Mourinho dan Josep Guardiola. (Foto: JAVIER SORIANO / AFP)
ADVERTISEMENT
Jose Mourinho lolos dari satu lubang jarum ke lubang jarum lainnya. Penampilan Manchester United yang naik-turun terlebih di musim 2018/19, membuat perjalanan Mourinho dibangun langkah-langkah yang tak mudah. Partai-partai yang sepintas terlihat mudah tak selamanya berujung pada kemenangan untuk United. Begitu pula dengan laga yang secara hitung-hitungan tak mengunggulkan United.
ADVERTISEMENT
Untuk kasus pertama, ambil contoh pertandingan melawan Brighton and Hove Albion pada pekan ketiga Premier League 20181/9 yang berakhir dengan kekalahan 2-3 untuk United. Ataupun laga melawan Wolverhampton Wanderers pada pekan keenam yang tuntas dengan skor imbang 1-1. Bisa juga partai pekan ketujuh melawan West Ham United yang selesai dengan kekalahan 1-3 untuk pasukan Mourinho.
Kalau untuk antitesisnya, ingat-ingat lagi comeback Setan Merah pada matchday keempat Liga Champions 2018/19 yang mempertemukan mereka dengan Juventus di Turin. United ketinggalan 0-1 di menit 65, lantas dua gol balasan yang lahir di ujung laga mengubah narasi pertandingan, United, dan Mourinho secara keseluruhan.
Penampilan yang tak stabil itu menjadikan Mourinho sebagai sasaran empuk kritik. Itu belum ditambah dengan isu hubungan antara manajer dan pemain yang tak harmonis. Alhasil, yang harus dikalahkan Mourinho bukan hanya taktik lawan, tapi juga permasalahan eksternal dan internal yang berpotensi mengguncang tim.
ADVERTISEMENT
Keberuntungan bagi Mourinho karena yang mendukungnya tak hanya dari pihak klub, tapi juga beberapa orang yang di atas kertas, menjadi seterunya. Salah satunya, Josep Guardiola, sang arsitek taktik Manchester City. Bagi Gurdiola, di ranah sepak bola, Mou tak hanya menjadi pemikir taktik, tetapi juga menjadi petarung.
"Sebenarnya yang saya kagumi bukan hanya Jose (Mourinho), tapi seluruh manajer, terutama saat mereka sedang dalam situasi sulit. Situasi yang kini sedang dialami Jose adalah situasi yang sebenarnya juga saya alami sejak menjadi pelatih. Saat semuanya berjalan buruk, saya pun akan berada di posisi yang sama dengan Jose," jelas Guardiola, dilansir Skysport.
"Saya ingin mengalahkan semua menajer. Tidak semua dari kami menjadi teman--ya, berteman dengan semuanya juga tidak perlu--tapi, saya ada di posisi yang sama. Dan saat mereka didera kesulitan, saya pun sadar bahwa cepat atau lambat, saya akan menghadapi persoalan serupa."
ADVERTISEMENT
"Terlebih, saya mengagumi manajer yang merespons momen-momen susah dengan benar, termasuk saat tim menderita kekalahan. Dan saya pikir, kami berdua ada di jalan yang sama," ucap mantan pemain dan pelatih Barcelona itu.
Bagaimana respons manajer saat tim dalam keadaan tertinggal, kalah, ataupun kejatuhan memang perkara krusial. Ambil contoh saat Derbi Manchester musim 2017/18. Kala itu, City jelas diunggulkan. Pasalnya, babak pertama saja sudah ditutup dengan ketertinggalan 0-2 untuk United lewat gol Vincent Kompany dan Ilkay Guendogan.
Laga panas di Derbi Manchester. (Foto: REUTERS/Russell Cheyne)
zoom-in-whitePerbesar
Laga panas di Derbi Manchester. (Foto: REUTERS/Russell Cheyne)
Superioritas The Citizens atas The Red Devils tak lepas dari permainan cepat dan menekan yang diterapkan Guardiola. Tekanan-tekanan itulah yang kemudian membuat permainan United tak berkembang. Namun, Mourinho belum menyerah. Dalam benaknya, pertandingan tak ditentukan oleh babak pertama. Maka, menggilalah Mourinho dengan segala permainan taktiknya di paruh kedua, terutama menit 46 hingga 56.
ADVERTISEMENT
Walau kembali dari ruang ganti dengan berbekal ketertinggalan 0-2, Mourinho tak kembali ke pinggir lapangan dengan perasaan inferior. Dengan segala kegilaannya, ia mengubah formasi 4-2-3-1 menjadi 4-3-3. Formasi yang pada akhirnya membikin United mampu menekan balik.
Bukan perjudian yang aman, tapi perjudian itulah yang dilakoni Mourinho. Hanya dalam 10 menit, pemain-pemain United menikmati kemerdekaan yang luar biasa dalam menyerang. Paul Pogba menjadi otak serangan yang ditopang oleh Alexis Sanchez. Hasilnya manjur, dua gol penyama kedudukan berhasil ditorehkan dalam kurun waktu 10 menit itu.
Sial bagi City, narasi pertandingan benar-benar berubah. Gol Chris Smalling pada menit ke-69 adalah pelengkap dari naiknya mental United di awal babak kedua, karena diawali oleh pelanggaran terhadap Sanchez yang sedang menekan Danilo di sisi kanan. Gol ketiga ini pulalah yang memberikan kepastian bahwa pesta juara Premier League 2017/18 City harus tertunda untuk sementara.
ADVERTISEMENT
Semangat bak petarung inilah yang begitu dikagumi oleh Guardiola. Sebagai pelatih, Guardiola sadar bahwa setiap pelatih memasuki laga sambil menenteng-nenteng ekspektasi tinggi baik dari internal klub maupun suporter. Ekspektasi yang demikian, di satu sisi bisa menjadi pelecut semangat. Namun, saat kau tidak memiliki mental petarung yang kuat, bukannya tak mungkin ekpekstasi yang tinggi itu menjadi beban yang mematikan langkah dan membikin buntu akal sehat.
"Ekspektasi yang diberikan kepada kami itu begitu tinggi. Bila kami tidak sanggup memenangi laga, maka kami akan selalu disalahkan, dinilai sebagai sosok yang gagal. Jose bereaksi, bertahan, dan tetap berjalan. Kami harus merengkuh gelar juara di setiap kompetisi yang kami mainkan. Kami cukup mirip dalam situasi seperti ini," jelas Guardiola.
ADVERTISEMENT
====
Derbi Manchester pertama musim 2018/19 akan berlangsung di Stadion Etihad, kandang City. Sepak mula dilakukan pada Minggu (11/11/2018) pukul 23:30 WIB.