news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Menyambut Reuni Para Mantan di Babak 16 Besar Liga Champions

18 Desember 2018 16:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mandzukic saat masih berseragam Atletico Madrid. (Foto: DANI POZO / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Mandzukic saat masih berseragam Atletico Madrid. (Foto: DANI POZO / AFP)
ADVERTISEMENT
Mantan ibarat dua bilah mata pedang. Terkadang enggan ditemui, takut-takut ada rasa yang sudah lama terkubur bangkit kembali. Di sisi lainnya, kenangan yang melekat bersamanya membuat kita senyum-senyum sendiri. Sialnya, tak ada yang tahu kapan takdir bakal mempertemukan kita dengannya. Ini yang bisa bikin seseorang jadi nelangsa atau, sebaliknya, membuatnya jadi bahagia.
ADVERTISEMENT
Sama halnya di ranah sepak bola. Saat undian babak 16 besar Liga Champions tak ubahnya seperti takdir yang mempertemukan klub dengan para mantannya. Tak sedikit yang pergi dengan baik-baik, ada juga yang pergi dengan kegagalan yang termaram di hatinya. Untuk menyambut reuni para mantan di fase gugur Liga Champions, dengan senang hati kumparanBOLA menyortir nama-nama pemain yang bakal bersua dengan bekas klubnya. Silakan...
Leroy Sane (Manchester City vs Schalke)
Bila Schalke itu seorang manusia, ia adalah tipikal laki-laki pencinta gadis. Bukan sebuah rahasia lagi bila klub yang bermarkas di Veltins-Arena itu merupakan produsen pemain berbakat, Mesut Oezil dan Manuel Neuer pernah mereka orbitkan. Hal yang sama saat mereka membuat Leroy Sane mencuat.
ADVERTISEMENT
Sejak 21 Maret 2014, Schalke resmi jadi tim profesional pertama Sane. Tak banyak kontribusi yang bisa diberikan winger yang saat itu berusia 18 tahun tersebut. Golnya ke gawang Real Madrid di Liga Champions 2014/15 mungkin jadi kenangan terindahnya bersama Schalke. Hingga akhirnya Die Knappen tak kuasa menahan rayuan City yang menyodorkan dana sekitar 46,5 juga poundsterling demi menggaet Sane.
Mulai dari sini karier pemain berdarah Senegal itu cemerlang. Di bawah asuhan Pep Guardiola, Sane menjadi winger modern--yang tak hanya piawai dalam mendulang peluang tetapi juga mencetak angka. Nyatanya Sane sukses mengemas 15 assist di Premier League musim lalu, terpaut satu dari Kevin De Bruyne yang ditahbiskan sebagai pencetak assist terbanyak. Di musim itu pula Sane berhasil merengkuh trofi bergengsi pertamanya, Premier League dan Pemain Muda Terbaik Liga Inggris.
ADVERTISEMENT
Sane cetak gol pertama City. (Foto: Reuters/Phil Noble)
zoom-in-whitePerbesar
Sane cetak gol pertama City. (Foto: Reuters/Phil Noble)
Matija Nastasic (Schalke vs Manchester City)
Kebalikan dari Sane, Mateja Nastasic datang ke Schalke usai merajut hubungan dengan City. Bek asal Serbia itu awalnya dipinjamkan The Citizens ke Schalke di pertengahan musim 2014/15. Akan tetapi, statusnya dipermanenkan di akhir musim setelah Roberto Di Matteo puas atas performanya di jantung pertahanan timnya. Posisinya juga relatif tak tergantikan di Schalke hingga saat ini.
Oh, ya, jangan lupakan bahwa Nastasic juga punya kenangan manis bersama City. Lulusan akademi Partizan Belgrade itu menjadi bagian dari skuat emas City kala mengangkat mahkota Premier League edisi 2013/14 silam.
Mario Mandzukic (Juventus vs Atletico Madrid)
Musim panas 2014/15, Bayern Muenchen resmi mendaratkan Robert Lewandowski, topskorer Bundesliga edisi sebelumnya. Di saat itu pula mereka melepaskan Mario Mandzukic ke Atletico Madrid.
ADVERTISEMENT
Mulai dari situ, stigma pemain buangan mulai kental melekat kepadanya. Namun, Mandzukic menepisnya dengan cepat saat dia sukses menjebol gawang Madrid di Piala Super Spanyol. Hebatnya lagi, gol itu dibuatnya hanya dua menit setelah masuk sebagai pemain cadangan--sekaligus jadi gol tercepat di kompetisi tersebut.
Namun, romansa Mandzukic dengan Los Colchoneros tak bejalan lama. Semusim setelahnya dia hengkang ke Juventus setelah mengukir 20 gol dalam 43 pertandingan di semua ajang.
Di pangkuan 'Si Nyonya Tua' pendar Mandzukic bersinar terang. Tiga Scudetto berhasil digondolnya. Bersama Massimilano Allegri pula Mandzukic berhasil bertransformasi sebagai penyerang komplit, mahir bermain di posisi sayap dan piawai dalam melakukan aksi bertahan. Atribut penting yang membantu Kroasia finis sebagai runner-up Piala Dunia 2018 lalu.
ADVERTISEMENT
Selebrasi gol Mario Mandzukic. (Foto: Dok. Juventus FC)
zoom-in-whitePerbesar
Selebrasi gol Mario Mandzukic. (Foto: Dok. Juventus FC)
Samuel Umtiti (Barcelona vs Olympique Lyon)
Tak ubahnya seperti kebersmaan Sane bersama Schalke, Olympique Lyon juga menjadi 'laki-laki'pertama yang menemukan Samuel Umtiti sebelum Barcelona meminangnya.
Usianya belum genap 18 tahun saat Umtiti melakoni debutnya bersama tim utama Lyon pada Agustus 2011. Semusim kemudian, pemain kelahiran Kamerun itu naik jabatan mejadi pemain reguler Les Gones.
Hanya Coupe de France dan Trophee des Champions yang mampu diberikan Lyon kepada Umtiti selama lima tahun kebersamaannya. Bandingkan dengan Barcelona yang sudah menyajikan lima titel untuknya sejak 2016/17 silam. Seiring itu pula, Umtiti tumbuh menjadi bek yang nyaris tak tergantikan di Blaugrana dan Tim Nasional Prancis. Juli lalu, pemain berusia 25 tahun tersebut juga sukses menggamit trofi Piala Dunia bersama Kylian Mbappe dan kawan-kawan.
ADVERTISEMENT
Bek Barcelona, Samuel Umtiti. (Foto: Josep Lago/AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Bek Barcelona, Samuel Umtiti. (Foto: Josep Lago/AFP)
Angel Di Maria (PSG vs Manchester United)
Materi dan kemewahan terkadang tak menggaransikan kebahagiaan. Hal itulah yang dialami Angel Di Maria setelah meninggalkan Madrid dan berpaling ke Manchester United di musim 2014/15. Cuma 3 gol yang disumbangkannya di pentas Premier League, menjadi torehan terendahnya selama empat musim ke belakang.
Hanya semusim di Old Trafford, Di Maria pun pergi ke klub kaya lainnya, Paris Saint Germain (PSG). Kendati pada akhirnya tak menjadi bintang utama di sana, kalah dengan Neymar dan Mbappe, Di Maria setidaknya bisa lebih bahagia karena bisa berkarya lewat gol dan asisst ciptaannya. Rata-rata 9 gol dan 4 assist dibuatnya di Ligue 1 dalam tiga musim kebersamaannya dengan PSG. Eksistensi yang terbayar dengan 10 gelar, termasuk sepasang trofi Ligue 1.
ADVERTISEMENT
Pemain sayap PSG, Angel Di Maria. (Foto: GEOFFROY VAN DER HASSELT/AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Pemain sayap PSG, Angel Di Maria. (Foto: GEOFFROY VAN DER HASSELT/AFP)
Klaas-Jan Huntelaar (Ajax vs Real Madrid)
'Cinta 'kan Membawamu Kembali', judul tembang lantunan Dewa 19 itu amat merepresentasikan karier Klaas-Jan Huntelaar. Setelah meninggalkan Ajax Amsterdam dan berlabuh ke Real Madrid--lalu mengembara ke AC Milan, Schalke--pada akhirnya dia pulang klub yang berbasis di ibu kota Belanda itu.
Memang Huntelaar bukan pemuda asli didikan Ajax, dia justru besar bersama rival mereka, PSV Eindhoven. Akan tetapi, de Godenzonen adalah tempat di mana Huntelaar sukses mendulang gelar pertamanya.
Sepasang titel Piala Belanda digondolnya, dua gelar topskorer Eredivisie juga dipetiknya selama berseragam Ajax. Ya, penghargaan yang tak bisa diraihnya saat bersama Madrid.
Cuma semusim pemain yang kini berusia 35 tahun itu bermukim di Santiago Bernabeu. Cuma 8 gol pula yang mampu disarangkannya di lintas kompetisi. Kini, Huntelaar siap kembali untuk membantu Ajax menaklukkan Madrid di babak 16 besar.
ADVERTISEMENT
Xherdan Shaqiri (Liverpool vs Bayern Muenchen)
Bagi beberapa pemain, digandeng klub sekelas Bayern merupakan kebanggaan. Namun, semuanya menjadi tak berarti apa-apa bila tanpa quality time yang ajeg. Xherdan Shaqiri pernah merasakannya.
Musim peradananya berjalan baik-baik saja bersama Bayen. Bahkan, dia sukses mengawinkan titel pencetak gol dan pendulang assis terbanyak di DFB Pokal 2012/13.
Kendati begitu, menit bermainnya semakin menurun seiring bertambahnya masa pengabdiannya. Cuma 15 kali Shaqiri mentas di berbagai ajang hingga pertengahan edisi 2014/15, dan Bayern pun melegonya ke Inter Milan.
Tak genap semusim di sana, Shaqiri menemukan Stoke City, rumah kecil yang bisa membuatnya berperan penting. Sayang, The Potters kemudian terdegradasi ke Divisi Championship di akhir musim 2017/18.
ADVERTISEMENT
Xherdan Shaqiri merayakan gol Liverpool ke gawang Manchester United. (Foto: Phil Noble/Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Xherdan Shaqiri merayakan gol Liverpool ke gawang Manchester United. (Foto: Phil Noble/Reuters)
Liverpool kemudian menjulurkan tangannya dan membawanya tetap berada di aras teratas kompetisi sepak bola Eropa. Meamang, Juergen Klopp tak serta merta memberikan tempat utama. Akan tetapi, bangku cadangan pun sudah cukup bagi Shaqiri untuk menunjukkan kualitasnya. Dwigolnya ke gawang United pada Premier League pekan 17 lalu jadi bukti teratualnya.
Kini sudah 5 gol yang dibuatnya di pentas Premier League, hanya kalah dari Mohamed Salah dan Sadio Mane yang notabene merupakan mesin gol utama Liverpool musim lalu.