Mereka yang Terkubur di Bayern Muenchen

12 Juli 2017 15:28 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Markas Bayern Muenchen, Allianz Arena. (Foto: Instagram/Bayern Muenchen)
zoom-in-whitePerbesar
Markas Bayern Muenchen, Allianz Arena. (Foto: Instagram/Bayern Muenchen)
ADVERTISEMENT
Ada beberapa klub sepak bola yang disebut sebagai kuburan pemain berbakat. Ya, mungkin mereka juga tidak mau juga disebut seperti itu. Namun, fakta dan rekam jejak akhirnya berbicara juga.
ADVERTISEMENT
Internazionale Milano di era Massimo Moratti, misalnya, adalah tempat di mana talenta-talenta besar terkubur. Roberto Carlos, Andrea Pirlo, Clarence Seedorf, sampai Dennis Bergkamp pernah merasakan hal itu. Di Appiano Gentile, apa yang biasa mereka tampilkan di klub sebelumnya seperti menguap begitu saja.
Beruntung, mereka kemudian menemukan tambatan baru. Carlos hijrah ke Real Madrid, Pirlo dan Seedorf menyeberang ke tetangga, Bergkamp hengkang ke London Utara dan semuanya berakhir menjadi legenda sepak bola.
Inter, bagaimanapun juga, tidak sendirian. Selain mereka, ada pula nama Real Madrid dan Bayern Muenchen. Real Madrid, sih, tidak perlu ditanya lagi. Kalau pemain macam Wesley Sneijder dan James Rodriguez saja bisa jadi kerak asbak di sana, tentu Anda sudah bisa menerka sendiri bagaimana sulitnya berkiprah di klub ibu kota Spanyol itu.
ADVERTISEMENT
Lalu, Bayern Muenchen. Nah, meski tidak sebeken Inter atau Real sebagai kuburan bagi talenta-talenta hebat, Die Roten sebenarnya juga punya beberapa dosa. Di sini, kami mengajak Anda untuk melihat kembali beberapa pemain yang kelimpungan mencari pegangan di klub kebanggaan masyarakat Bavaria itu.
1) Lukas Podolski (Jerman)
Podolski bersama Vissel Kobe. (Foto: Instagram/Lukas Podolski)
zoom-in-whitePerbesar
Podolski bersama Vissel Kobe. (Foto: Instagram/Lukas Podolski)
Kita harus mulai dulu dari pemain enigmatik satu ini. Lukas Podolski adalah salah satu bakat terbesar yang pernah dilahirkan (persepakbolaan) Jerman. Sejak pertama kali mencuat bersama Koeln pada awal 2000-an, publik sepak bola Jerman pun langsung menaruh harapan besar kepadanya. Apalagi, dia kemudian turut ambil bagian di Euro 2004.
Lelah terus-terusan memikul Koeln yang memang semenjana, Poldi -- sapaan akrabnya -- pun kemudian bersekutu dengan iblis dan bergabung dengan Bayern Muenchen. Pemain muda terbaik Jerman bergabung dengan klub terbesar Jerman. Apa sih hal terburuk yang bisa terjadi?
ADVERTISEMENT
Well, semuanya.
Selama tiga musim memperkuat Bayern, Podolski hanya bermain sebanyak 71 kali dan mencetak 15 gol. Pada musim 2007/08, pemain yang kini berkostum Vissel Kobe itu bahkan sempat didemosi ke Bayern Muenchen II.
Ouch.
2) Sebastian Deisler (Jerman)
Penyesalan besar Bayern, Sebastian Deisler. (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Penyesalan besar Bayern, Sebastian Deisler. (Foto: Wikimedia Commons)
Sebelum Lukas Podolski, ada Sebastian Deisler. Usia Deisler hanya lima tahun lebih tua dibanding Poldi dan pemain berposisi sayap kanan ini mulai mencuat pada akhir 1990-an ketika memperkuat Hertha Berlin.
Ketika itu, sepak bola Jerman sedang mengalami masa resesi. Mereka sedang kesulitan menggantikan nama-nama gaek yang sudah menghuni tim nasional sejak akhir 1980-an dan awal 1990-an. Pada Piala Dunia 1998 dan Euro 2000, Jerman selalu membawa skuat berisikan calon-calon pensiunan.
ADVERTISEMENT
Itulah mengapa, ketika Deisler muncul, hela napas lega itu bersamaan dilepas oleh para pencinta sepak bola Jerman. Dengan kemampuan olah bola yang jauh di atas rata-rata, mereka pun ramai-ramai menyematkan label "masa depan sepak bola Jerman" ke kening Deisler.
Talenta Deisler itu pun (secara tidak mengherankan) terendus manajemen Bayern. Meski sedang dalam kondisi cedera, Deisler tetap diboyong ke Bavaria karena memang sebesar itulah potensi sang pemain. Perjudian itu dianggap bakal sepadan dengan kontribusi yang bisa diberikan sosok kelahiran Loerrach ini.
Namun, asa tinggal asa. Cedera Deisler makin parah hingga akhirnya sang pemain mengidap depresi akut yang membuatnya tak sudi lagi bermain sepak bola hingga akhirnya gantung sepatu di usia 27 tahun.
ADVERTISEMENT
3) Jean-Pierre Papin (Prancis)
Papin meredup setelah meninggalkan Marseille. (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Papin meredup setelah meninggalkan Marseille. (Foto: Wikimedia Commons)
Ada suatu masa di mana Jean-Pierre Papin merupakan (salah satu) penyerang terbaik di dunia. Penyerang bertubuh mungil ini adalah mesin gol yang sangat komplet dan sepertinya bisa mencetak gol dengan cara apa saja.
Nama Papin melejit bersama Olympique de Marseille. Selama enam musim berkostum Les Pocheens, Papin bertanggung jawab atas salah satu era terbaik klub Prancis Selatan itu. Lima gelar liga, satu trofi Piala Prancis, plus sekali menjadi runner-up European Cup (sekarang Liga Champions) adalah bukti nyata kontribusi Papin.
Melihat kemampuan sang penyerang, Milan pun kepincut dan akhirnya menjadikannya pemain termahal dunia (sebelum dipecahkan Gianluca Vialli beberapa saat kemudian) pada tahun 1992. Namun, Papin yang termasuk dalam generasi Prancis yang terkutuk bersama Eric Cantona dan David Ginola itu gagal menunjukkan tajinya.
ADVERTISEMENT
Tampil seadanya di Milan, Papin pun dilepas ke Bayern setelah dua musim dan di Bayern, peruntungan Papin juga tidak membaik. Selama dua musim, sosok kelahiran 5 November 1963 itu hanya bermain 27 kali dan mencetak 3 gol. Jauh sekali dengan rekor 215 penampilan dan 134 golnya di Marseille.
4) Xherdan Shaqiri (Swiss)
Shaqiri merenungi nasib terdampar di Stoke. (Foto: Instagram/Stoke City)
zoom-in-whitePerbesar
Shaqiri merenungi nasib terdampar di Stoke. (Foto: Instagram/Stoke City)
Setelah terus berjalan mundur, kini saatnya kita menuju dekade 2010-an. Bicara soal talenta besar yang terkubur di Bayern pada dekade ini, tentu kita tidak bisa menanggalkan nama Xherdan Shaqiri.
Nama Shaqiri sudah mulai ramai diperbincangkan sejak usianya masih 18 tahun. Memperkuat raksasa Swiss, Basel, pemain keturunan Kosovo ini secara rutin mempertontonkan giringan ajaibnya di St. Jakob's Park setiap pekan. Bermain sebagai inverted winger, Shaqiri adalah pemain yang menakutkan karena selain giringan, pemain gempal ini juga punya sepakan kaki kiri akurat.
ADVERTISEMENT
Diincar beberapa klub besar Eropa, Shaqiri akhirnya memilih Bayern. Pemain berpaspor Swiss ini sebenarnya tahu risikonya jika bergabung dengan klub yang pernah dijuluki FC Hollywood ini. Dia harus bersabar karena selain usianya masih 21 tahun ketika itu -- tahun 2012 --, Bayern juga sudah punya duet Franck Ribery-Arjen Robben di sektor sayap.
Namun, peruntungan itu akhirnya tak datang-datang juga. Apalagi, Bayern kemudian kedatangan Douglas Costa dan Kingsley Coman. Alhasil, pada pertengahan musim 2015/16 Shaqiri angkat kaki setelah hanya bermain 52 kali selama tiga musim.
Kini, karier Shaqiri pun belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan karena setelah tak terpakai di Internazionale, dia harus bertungkus lumus di Stoke City yang dingin dan basah itu. Jadi, mungkin untuk kasus Shaqiri ini, Bayern sebenarnya tak salah-salah amat.
ADVERTISEMENT
5) Renato Sanches (Portugal)
Bayern membuat Renato Sanches frustrasi. (Foto: Instagram/Bayern Muenchen)
zoom-in-whitePerbesar
Bayern membuat Renato Sanches frustrasi. (Foto: Instagram/Bayern Muenchen)
Ya, sampailah kita kini pada talenta besar terbaru yang sedang tersia-siakan di Bayern: Renato Sanches.
Karier Renato Sanches sama sekali belum panjang. Maklum saja karena usianya pun baru 19 tahun. Akan tetapi, sulit untuk mencari penggemar sepak bola yang belum pernah mendengar namanya. Apalagi, pemain keturunan Tanjung Verde ini adalah salah satu penampil terbaik Portugal di Euro 2016 saat mereka menjadi kampiun.
Renato Sanches adalah produk akademi Benfica dan sebagai gelandang tengah seusianya, kemampuan pemain berambut gimbal ini sangat komplet. Tak hanya punya kekuatan fisik, dia juga punya determinasi, kemampuan mengumpan, dan keserbabisaan. Tak heran jika selama di Benfica namanya tak pernah berhenti dikait-kaitkan dengan Manchester United.
ADVERTISEMENT
Namun, bukan merah Bavaria lebih menggoda bagi Sanches ketimbang merah Salford. Sanches pun hengkang ke Bayern dengan nilai transfer 35 juta euro. Sangat, sangat mahal untuk pemain yang bagusnya baru setahun-dua tahun seperti dirinya.
Sanches pun tahu konsekuensinya. Tidak mudah memang untuk bersaing dengan Arturo Vidal, Xabi Alonso, Thiago Alcantara, dan Joshua Kimmich di lini tengah Bayern. Akan tetapi, konsekuensi itu kemudian berubah menjadi semacam hukuman karena pelatih Carlo Ancelotti sepertinya sama sekali belum mau mempercayainya.
Musim lalu, Sanches hanya bermain 25 kali. Namun, dari situ dia hanya menjadi starter sebanyak sembilan kali dan kini, Bayern malah mendatangkan dua gelandang tengah baru dalam diri Corentin Tolisso dan Sebastian Rudy. Alhasil, masa depan Sanches di Allianz Arena pun semakin dipertanyakan.
ADVERTISEMENT