Merisik Taktik Ideal Solskjaer buat Manchester United

16 Oktober 2019 16:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Solskjaer mendampingi Manchester United di laga melawan Internazionale. Foto: Reuters/Feline Lim
zoom-in-whitePerbesar
Solskjaer mendampingi Manchester United di laga melawan Internazionale. Foto: Reuters/Feline Lim
ADVERTISEMENT
Manchester United dalam kondisi amburadul. Mereka tercecer ke posisi 12 klasemen Premier League sementara dengan raihan 9 angka. Parah, sih, karena itu jadi start terburuk mereka sejak era Premier League bergulir.
ADVERTISEMENT
Bukan cuma di Premier League saja United tampil tak keruan. Di Piala Liga, mereka hanya bermain imbang dengan Rochdale di waktu normal. United akhirnya memang lolos ke babak keempat, tetapi seharusnya tak perlu menempuh babak tos-tosan cuma untuk menyingkirkan kontestan League One, di Old Trafford pula.
Lalu pada ajang Liga Europa. United hanya bermain imbang tanpa gol di kandang AZ Alkmaar. Parahnya lagi, pasukan Ole Gunnar Solskjaer itu tak mampu melepaskan shot on target ke arah gawang klub asal Belanda itu.
Teraktual, ya, kekalahan dari Newcastle United 0-1 pada pekan kedelapan. Perlu diingat bahwa The Magpies sebelumnnya berada di zona degradasi dengan rata-rata gol yang cuma menyentuh 0,57 per laga dan kebobolan nyaris 2 gol di tiap pertandingannya.
ADVERTISEMENT
Ini cukup menggambarkan betapa buruknya sistem United. Baik itu soal bertahan maupun menyerang.
Pertandingan antara Newcastle United melawan Manchester United di St James 'Park, Newcastle, Inggris, Minggu (6/10/2019). Foto: Reuters/Lee Smith
Pada awal kedatangannya di Desember 2018, Solskjaer intens menerapkan formasi dasar 4-3-3 dan meninggalkan pakem 4-2-3-1 milik Jose Mourinho.
Hasilnya ciamik, United berhasil memenangi 14 dari 17 laga setelahnya. Peran Paul Pogba jadi yang paling kentara. Total 13 gol dan 9 assist dibuatnya di Premier League.
Dalam komposisi tiga gelandang, ia dibantu oleh Ander Herrera yang lebih dinamis serta Nemanja Matic dan Scott McTominay sebagai jangkar. Dengan kata lain, Pogba tak perlu repot-repot mengurusi departemen pertahanan seperti sebelumnya.
Yah, pada akhirnya performa United memang jeblok juga saat memasuki periode Maret. Tepatnya setelah mereka berhasil comeback dan menyingkirkan Paris Saint-Germain di babak 16 besar. Faktor kelelahan yang memicu badai cedera jadi alasannya.
ADVERTISEMENT
Cuma dua kali United memetik kemenangan dari sembilan laga pemungkas Premier League. Itu belum dihitung dengan kekalahan dari Wolverhampton Wanderers di Piala FA dan Barcelona pada pentas Liga Champions.
Laga PSG vs Man. United musim lalu. Foto: REUTERS/Christian Hartmann
Terlepas dari hasil buruk di pengujung musim, tak bisa dimungkiri bahwa Solskjaer sudah menemukan kerangka ideal timnya. Tugasnya tinggal memperkuat dan memperdalam komposisi skuatnya di bursa transfer.
Eh, jelang musim 2019/20, Solskjaer justru beralih ke skema dasar 4-2-3-1 yang identik dengan Mourinho. Hasilnya impresif. United sukses menyapu bersih enam laga pramusim, termasuk mengalahkan Inter Milan, Tottenham Hotspur, dan AC Milan (via adu penalti).
Namun, bukan berarti sistem anyar Solskjaer itu tak bercela. United masih kekurangan stok gelandang kreatif untuk menyokong pakem 4-2-3-1. Sialnya, langkah untuk mendapatkan playmaker macam Christian Eriksen dan Paulo Dybala di bursa transfer musim panas pupus.
ADVERTISEMENT
So, mau tak mau, Solskjaer mesti memaksimalkan stok gelandang serang yang ada: Jesse Lingard dan Juan Mata. Nyatanya ini menjadi sebuah pilihan yang buruk.
Lingard pada laga versus Burnley. Foto: Andrew Yates/Reuters
Torehan gol dan assist Lingard serta Mata masih nihil. Rata-rata umpan kunci mereka juga tak genap menyentuh angka 1 per laga. Alhasil, Solskjaer menyiasatinya untuk mendorong Pogba yang diplot sebagai gelandang serang untuk lebih aktif dalam menyerang.
Ada bagusnya, sih, mengingat Pogba merupakan pemain terproduktif United soal gol dan assist. Akan tetapi, keputusan itu menimbulkan efek samping.
Pogba adalah pemain yang kerap kehilangan penguasaan bola. Tengok saja proses terciptanya gol kemenangan Crystal Palace di pekan ketiga Premier League. Itu diawali dari hilangnya penguasaan bola Pogba --hingga akhirnya Palace sukses mengonversi serangan balik menjadi gol.
ADVERTISEMENT
Ini juga jadi bukti betapa buruknya United dalam melakukan transisi. Semakin agresif Pogba, makin sulit United dalam menjaga stabilitas area sentral.
Ole Gunnar Solskjaer dan Paul Pogba selepas laga United vs Wolves. Foto: REUTERS/Andrew Yates
Sejauh ini, Pogba jadi pemain United yang paling banyak kehilangan penguasaan bola: 14 kali. Tebak siapa yang menjadi nomor dua? Scott McTominay. Ironis, justru kedua gelandang bertahan mereka yang paling sering kehilangan penguasaan bola.
Perlu diingat bahwa gelandang bertahan memainkan peranan vital dalam pakem 4-2-3-1. Bukan cuma soal mengikis serangan lawan, tetapi juga mendistribusikan bola dengan efektif.
Itulah mengapa Niko Kovac memasang Joshua Kimmich dan Thiago Alcantara sebagai gelandang bertahan dalam format 4-2-3-1 di Bayern Muenchen. Formula yang terbukti tokcer, Kimmich mencetak 3 assist di Bundesliga dan Alcantara jadi pemain dengan akurasi umpan tertinggi dengan 92,7%.
ADVERTISEMENT
Lha, United? Lini tengah mereka jauh dari kata stabil.
Perayaan gol Bayern Muenchen yang dicetak oleh Thiago Alcantara. Foto: Reuters/Andres Gebert
Berbicara soal sektor depan, United kini tak punya banyak opsi untuk penyerang tengah usai Romelu Lukaku hengkang ke Inter. Sebenarnya Solskjaer sudah menyiapkan Anthony Martial sebagai striker utama --demi mengedepankan fluiditas lini depan. Apes, eks pemain AS Monaco itu justru mengalami cedera.
Praktis, kini cuma Marcus Rashford dan Mason Greenwood yang jadi pilihan Solskjaer di pos striker.
Siapa pun penyerangnya, bakal mubazir andai problem soal build-up serangan tak dibenahi. Makanya United selalu kerepotan jika berhadapan dengan tim defensif macam Palace, Southampton, Astana, dan Alkmaar.
Para pemain Manchester United di Piala Liga Inggris. Foto: Reuters/Jason Cairnduff
Baiknya, sih, dengan kondisi saat ini --tanpa keberadaan gelandang serang yang mumpuni --Solskjaer kembali ke formasi dasar 4-3-3. Lagipula, pakem tiga gelandang terbukti mampu mengakomodir tugas Pogba sebagai motor serangan sekaligus memaksimalkan tugasnya sebagai second line.
ADVERTISEMENT
Satu lagi, komposisi tersebut tak cuma mengatrol produktivitas United, tetapi juga menyeimbangkan lini tengah mereka. Pogba bisa enjoy dalam menyerang karena disokong oleh McTominay dan Matic. Fred juga bisa menjadi alternatif bila Solskjaer membutuhkan gelandang dinamis macam Herrera.