Mohamed Salah: Oke di Premier League, Tokcer di Liga Champions

10 April 2018 19:28 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mohamed Salah membawa bola. (Foto: Reuters / Lee Smith)
zoom-in-whitePerbesar
Mohamed Salah membawa bola. (Foto: Reuters / Lee Smith)
ADVERTISEMENT
Harusnya, Sabtu (7/4/2018) lalu menjadi hari yang menyenangkan bagi Tottenham Hotspur. Pasalnya, di hari itu Harry Kane bisa kembali bermain dan The Lilywhites bisa menang 2-1 atas Stoke City di Britannia Stadium.
ADVERTISEMENT
Namun, berdasarkan laporan dari Sky Sports, pihak Spurs malah melayangkan ‘protes’ kepada pihak Premier League pada Senin (9/4/) silam. Dan ini ada sangkut pautnya dengan gol kedua Spurs.
Ketika Eriksen melesakkan tendangan bebas pada menit ke-63, menurut pihak Premier League, bola tak menyentuh kepala Harry Kane sebelum masuk ke dalam gawang. Sementara Spurs (dan juga Kane) bersikukuh bahwa bola tersebut sempat mengenai kepala Kane sebelum masuk ke dalam gawang.
Oke, soal ‘protes’ ini mungkin terdengar konyol. Namun, jika gol itu betulan disahkan sebagai golnya Kane, maka Kane sudah mencetak 25 gol di Premier League musim ini. Itu berarti, Kane dan Mohamed Salah –yang kini masih menjadi topskor di ajang Premier League– hanya selisih empat gol saja.
ADVERTISEMENT
Intinya, hal konyol yang dilakukan Spurs ini menggambarkan seberapa hebatnya Salah sejak datang ke Liverpool pada musim panas 2017. Dan selain kelakuan konyol Spurs itu, empat gelar Pemain Terbaik Bulanan dari PFA bisa jadi bukti lainnya seberapa hebatnya Salah di musim ini.
Di sisi lain, penghargaan sebagai pemain terbaik dari internal klub juga sudah menjadi makanannya sehari-hari. Serta rekor demi rekor di ajang Premier League sudah pula ia patahkan.
Ya, jelas 'kan seberapa tangguhnya Salah? Pertanyaannya kini, apakah Salah juga seapik itu di Liga Champions? Dan apa yang terjadi ketika Salah bermain di laga kontra Manchester City pada leg II babak 16 besar Liga Champions, Rabu (11/4) dini hari WIB? Mari kita ungkap satu per satu.
ADVERTISEMENT
Salah Juga Penting di Liga Champions, tapi….
Sama seperti di ajang Premier League, di Liga Champions pun Salah tak menemukan kesulitan berarti dalam mencetak gol. Di Liga Champions musim ini, Salah berhasil mencetak 7 gol. ‘Egyptian King’ hanya kalah dari Wissam Ben Yedder (8 gol) dan Cristiano Ronaldo (14) dalam urusan ini.
Catatan rata-rata tembakan Salah per laga di Liga Champions pun tak berbeda jauh dengan di Premier League. Berdasarkan statistik WhoScored, Salah melesakkan 3,9 tembakan per laga di ajang Premier League. Sementara di ajang Liga Champions, Salah berhasil melesakkan 3,7 tembakan per laga.
Adapun, sebab berpendarnya Salah di ajang Liga Champions tak bisa dipisahkan dengan sistem Juergen Klopp —counterpressing dan serangan balik— yang sangat cocok dengan kelebihan Salah, yakni kecepatan, aksi dribel, umpan dan tembakan. Kondisi ini diperbagus dengan hadirnya dua rekannya di depan, Sadio Mane dan Roberto Firmino.
ADVERTISEMENT
Firmino, Salah, Robertson. (Foto: REUTERS/Andrew Yates)
zoom-in-whitePerbesar
Firmino, Salah, Robertson. (Foto: REUTERS/Andrew Yates)
Seperti Salah, kedua rekannya ini sama-sama pernah memerankan peran ‘nomor 10’. Salah melakoninya ketika ia dipinjamkan ke Fiorentina pada musim dingin 2015. Sementara Mane terkenal sebagai pemain ‘nomor 10’ di Southampton selayaknya Firmino di TSG Hoffenheim.
Sehingga, dua rekannya itu tahu ke mana Salah berlari dan Salah pun tahu apa yang dipikirkan kedua rekannya itu.
Namun, tak ada gading yang tak retak. Dan ‘retak’ dalam ‘gading’-nya Salah itu adalah kelemahannya dalam aksi satu lawan satu. Sampai detik ini, man-marking (penjagaan satu lawan satu) adalah solusi jitu untuk mematikan Salah.
Ketika Liverpool bermain imbang 1-1 Spartak Moscow dalam matchday kedua babak grup musim ini, Salah berhasil dimatikan oleh full-back kiri mereka, Georgi Dzhikiya. Sementara tiga tekel dan intersep dan dua sapuan Sergio Escudero membuat Salah mati kutu ketika Liverpool bermain imbang 3-3 dengan Sevilla di matchday kelima babak grup.
ADVERTISEMENT
Lalu, Bagaimana Kala Menghadapi City?
Beruntung bagi Liverpool, Manchester City-nya Pep Guardiola lebih suka dengan zonal marking daripada man-marking.
Dalam fase menyerang, kedua full-back City akan menusuk masuk ke tengah lapangan dan berperan sebagai gelandang dadakan. Sementara itu, gelandang bertahan mereka (biasanya Fernandinho) akan mundur ke lini belakang dan menjadi bek hibrida.
Dalam kondisi begitu, City masih punya lima orang untuk bertahan; dua orang full-back yang masuk lebih ke dalam sebagai gelandang dan tiga orang bek —dua bek tengah plus seorang gelandang bertahan yang beralih fungsi menjadi bek.
Selebrasi Salah usai cetak gol. (Foto: REUTERS/Dylan Martinez)
zoom-in-whitePerbesar
Selebrasi Salah usai cetak gol. (Foto: REUTERS/Dylan Martinez)
Nah, ketika City kehilangan bola, tentulah kedua full-back City perlu waktu untuk transisi ke posisi awal. Proses transisi ini membutuhkan energi yang tak sedikit. Inilah yang dimanfaatkan oleh Salah ketika Liverpool menghadapi City di Anfield pada Januari lalu dan Kamis (5/4) dini hari lalu.
ADVERTISEMENT
Di dua laga itu, ketika Salah mendapatkan bola, ia akan menggiring bola dengan kecepatan tinggi untuk membuat pertahanan lawan panik. Setelah lawannya panik, ia hanya perlu melakukan cut-inside (tusukan ke kotak penalti). Sebelum pada akhirnya Salah mengambil keputusan di antara dua pilihan penting: Apakah ia harus mengumpan kepada rekan-rekannya, atau ia harus melesakkan tembakan.
Hasilnya, Salah berhasil membukukan satu gol dan satu assist dalam pertemuan kedua tim pada Januari dan Kamis silam. Dan bukannya tak mungkin, hal yang sama akan kembali terjadi di leg II nanti.