N'Golo Kante: Perebut Bola, Perusak Serangan, Pemalu

18 Juli 2018 18:10 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kante dalam sesi latihan Prancis. (Foto: GABRIEL BOUYS / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Kante dalam sesi latihan Prancis. (Foto: GABRIEL BOUYS / AFP)
ADVERTISEMENT
Karena sering kali kekuatan tak didapat dalam gaduh dan kegaharan yang meledak-ledak, maka N’Golo Kante bertarung dalam sunyi dan senyum semringah.
ADVERTISEMENT
Piala Dunia 2018 sudah selesai, pembicaraan tentang Kante tak kunjung mereda. Selain karena ia menjadi bagian dari skuat Timnas Prancis yang menjadi juara dunia, penampilannya di Rusia juga banjir pujian. Dari pertandingan ke pertandingan, Kante kerap disebut sebagai pahlawan. Perannya sebagai pilar utama pertahanan Prancis menyorot perhatian.
Kante adalah kontradiksi yang sehebat-hebatnya dalam sepak bola. Ia badannya kurus mungil, tapi ia ditugaskan untuk menjadi perisai pertahanan timnya.
Lantas, keberadaannya yang kontras itu kembali muncul saat Prancis berpesta di atas lapangan Luzhniki Stadium pada Minggu (15/7/2018). Ketika kawan-kawannya kegirangan berebut ingin menyentuh trofi yang menandakan bahwa Prancis sudah dua kali merajai sepak bola, tubuh yang mungil membuatnya terhindar dari sorotan kamera.
ADVERTISEMENT
Tak perlu menjadi pemain hebat dulu, siapa pun akan berebut untuk berfoto bersama trofi Piala Dunia. Ini gelar bersama. Mau di bangku cadangan atau turun lapangan, semuanya punya andil. Semuanya berhak merayakan.
Namun, Kante berbeda. Ia begitu pemalu, malah tak tampak di antara kawan-kawannya yang tertawa-tawa di depan kamera. Ia seperti orang yang bingung dalam kegembiraannya. Begitu hendak maju untuk berfoto, ia langsung mengurungkan niatnya.
Kante memberi kesempatan kepada kawan-kawannya untuk maju sambil mengumpulkan keberanian. Mencari foto Kante dalam perayaan itu di media-media penyedia foto resmi juga tidak semudah mencari foto Paul Pogba, Kylian Mbappe, ataupun Antoine Griezmann.
Yang namanya euforia, siapa cepat dia yang dapat. Beruntunglah Kante karena ia mempunyai Steven N'Zonzi sebagai rekannya di tim. Gelandang Sevilla itu menyadari bahwa Kante terlalu pemalu untuk mengambil giliran berfoto bersama trofi tersebut. Alhasil, N'Zonzi meminta kawan-kawannya untuk memberikan kesempatan kepada Kante.
ADVERTISEMENT
Begitu Florian Thauvin selesai berfoto, N'Zonzi mengambil trofi itu dan langsung menyerahkannya kepada Kante. “Heh, Kante! Sini, sini. Giliranmu,” barangkali seperti itu ia meminta Kante untuk segera menyerobot antrian dan tampil di depan kamera. “Kalian minggir dulu, Kante mau berfoto,” atau seperti itu ia berkata kepada teman-temannya untuk memberikan kesempatan kepada Kante.
Ia menunggu Kante menikmati momennya dan mengabadikan gambarnya bersama trofi yang entah sejak kapan diidam-idamkannya itu. Barangkali, di benak N'Zonzi saat itu, Kante sudah cukup ‘tak terlihat’ karena selama ini ada di garis belakang.
Kante berpose. Acungan jempolnya yang terlihat kaku di depan kamera seolah menegaskan bahwa ia memang tak terbiasa dengan sorotan dan kegaduhan. Namun, senyuman khasnya tak ditinggalkan jauh-jauh.
ADVERTISEMENT
Kante adalah Parisien keturunan Mali. Sebelum terbang ke Inggris, ia bermain di Prancis untuk Boulogne (2012/2013) dan Caen (2014/2015). Setelah bermain selama semusim di Leichester pada 2015/2016, ia hijrah ke London dan bergabung bersama Chelsea sejak 2016/2017.
Tugas utama Kante di lapangan bukan mencetak gol, tapi merebut bola. Mereka yang mempunyai tugas demikian dikenal dengan sebutan gelandang perebut bola (ball-winning midfielder). Sekilas, peranannya sama dengan gelandang anchor man, tapi yang menjadi perbedaan adalah area dan gaya bermain.
Seorang anchor man pada umumnya akan beroperasi di area depan kotak penalti sambil menunggu lawan bergerak maju ke wilayahnya. Sementara, seorang gelandang perebut bola cenderung memiliki mobilitas yang tinggi. Singkat kata, jika anchor man menunggu lawan, maka perebut bola mengejar lawan.
ADVERTISEMENT
Tugas utama seorang gelandang perebut bola itu sederhana, sesuai namanya, merebut bola. Namun, dalam pertandingan, bola ibarat harta karun yang harus dijaga sedapat-dapatnya karena ialah yang menentukan kemenangan. Akibatnya, ia sampai harus bermain begitu mobile untuk merebut bola yang sebiji dari kawalan empat bahkan sampai lima orang pemain lawan itu.
Karena bola adalah elemen yang harus direbut dan dipertahankan sedapat-dapatnya dalam pertandingan, tak jarang pula para gelandang perebut bola bertaruh. Tekel dan intersep menjadi senjata utama untuk merebut bola. Namun, tak jarang pula, tekel berbuah petaka bagi sang gelandang. Ia bisa saja diganjar kartu kuning bahkan merah atas aksinya itu.
Siapa pun yang ingin menjadi seorang gelandang perebut bola ulang tak cuma harus memiliki kemampuan tekel dan intersep yang mumpuni, tetapi juga stamina dan determinasi. Kante membuktikannya, baik di kompetisi level klub maupun internasional.
ADVERTISEMENT
Selama membela Chelsea di kompetisi Premier League dan Liga Champions 2017/2018, Kante membukukan 3,5 tekel dan 2,5 intersep per laga. Secara statistik di Piala Dunia 2018, Kante membukukan rataan tekel per laga sebanyak 2,1 kali. Untuk intersep, ia menorehkan rataan 2,9 per laga. Total intersepnya ini menjadi yang tertinggi di antara semua pemain Prancis selama berlaga di Rusia.
Kante berduel melawan Modric. (Foto: REUTERS/Christian Hartmann)
zoom-in-whitePerbesar
Kante berduel melawan Modric. (Foto: REUTERS/Christian Hartmann)
Tidak hanya sebatas angka, posisi di mana Kante melakukan tekel dan intersepnya juga ciamik. Dalam laga melawan Argentina, tiga intersep yang dia lakukan berada dalam tiga posisi yang berbeda (area pertahanan Argentina, pertahanan Prancis, dan kotak penalti Prancis). Hal yang sama juga terjadi ketika Prancis melawan Uruguay di babak perempat final.
ADVERTISEMENT
Serupa gelandang perebut bola lainnya, di atas lapangan, Kante bukan sosok media darling. Namun, gelandang perebut bola adalah peranan krusial yang harus dimiliki oleh setiap tim.
Setajam apa pun lini serangnya, seandal apa pun penjaga gawangnya, secantik apa pun permainannya, dan sehumanis apa pun kisahnya, Piala Dunia 2018 membuktikan bahwa suatu tim tidak bisa menjadi juara, bahkan sampai ke final, tanpa perebut bola ulung.
Dua tim raksasa yang memasuki turnamen sebagai unggulan, Jerman dan Spanyol, menjadi contoh. Keduanya datang ke Rusia dengan elu-elu, Jerman bahkan berstatus sebagai juara bertahan.
Secara permainan, keduanya sama-sama menekankan permainan ofensif dengan menekankan dominasi penguasaan bola, sama-sama bertumpu pada umpan-umpan pendek, dan sama-sama punya pemain berkelas dan berkualitas untuk menjalankan gaya tersebut. Sayangnya, kedua tim tidak memiliki perebut bola yang bisa memutus serangan lawan.
ADVERTISEMENT
Sepanjang pertandingan, Kante tak berhenti berlari dan bergerak. Permainan defensif bukan hanya tentang garang atau tidaknya seorang pemain di atas lapangan. Ia juga bicara soal intelegensia.
Permainan defensif lebih dari sekadar naluri. Tanpa intelegensia, seorang gelandang perebut bola tidak akan bisa membaca pergerakan lawan atau menangkap momentum sebelum dan sesudah menerima bola.
Permainan defensif Kante pada dasarnya berfungsi untuk menjaga stabilitas permainan tim saat mereka sedang menguasai bola. Saat penyerang turun mendekati kotak penalti, Kante akan kebagian tugas menjaga pemain yang mencoba mengadang penyerang Prancis. Dalam situasi seperti ini, Kante akan bertugas sebagai pelindung rekannya.
Ribut-ribut Kante ternyata juga tidak hanya bicara tentang penampilan defensifnya. Sepanjang gelaran Piala Dunia 2018, ia menjadi pemain Prancis dengan umpan rataan tertinggi per laga, 51,6 dengan akurasi 88,4% per pertandingannya. Artinya, Kante juga bekerja keras sebagai kurir yang menghubungkan lini belakang dan tengah timnya.
ADVERTISEMENT
Perayaan gelar juara Prancis. (Foto: REUTERS/Damir Sagolj)
zoom-in-whitePerbesar
Perayaan gelar juara Prancis. (Foto: REUTERS/Damir Sagolj)
Bagi lawan, Kante adalah perusak. Predikat yang terkesan negatif, tapi dengan menyandang peran semacam itulah ia mengantarkan Prancis juara dunia.
Kante tak seperti gelandang perebut bola kebanyakan. Dengan postur yang tingginya hanya 169 sentimeter, ia tidak memasuki lapangan sebagai sosok yang intimidatif. Ia bukan Gennaro Gattuso (berarkatipe mirip, tapi tak sama) yang dekat dengan imej kasar, Kante masuk lapangan dengan tenang, tak melupakan senyum semringahnya yang khas.
Serupa dengan pekerjaannya yang merusak serangan lawan, perangai khasnya itu pula yang merusak imej kasar yang lama melekat pada sosok gelandang perebut bola sepertinya. Alih-alih dipandang sebagai sosok yang gahar, ia justru terlihat sebagai anak manis yang kerap malu-malu. Namun, dalam urusan pertarungan merebut bola, ia boleh diadu.
ADVERTISEMENT
Pesonanya di luar lapangan dan etos kerjanya di atas lapangan membuatnya dicintai oleh rekan-rekannya dengan cara yang khas, menyenangkan, dan hangat. Lihatlah seperti apa teman-teman setimnya menyanyikan chant yang mengelu-elukan namanya sewaktu mereka dalam bus dan dalam pesta penyambutan. Didier Deschamps, sang pelatih, bahkan tak mau ketinggalan.
Kante yang dipuja-puja hanya tertawa-tawa kecil, tak sekalipun ia ikut bernyanyi. Gelagat malu-malunya keluar lagi, gelagat yang akan dibuangnya jauh-jauh begitu wasit meniupkan peluit tanda dimulainya pertandingan.
Piala Dunia 2018 sudah berakhir, Rusia sudah tak disibukkan lagi dengan sepak bola, Prancis sedang menyusun rencana untuk menjaga agar bola tak berhenti bergulir dari kaki-kaki mereka.
Namun, sekali waktu, di sela-sela ketatnya jadwal pertandingan, mungkin Kante akan mencuri-curi waktu melihat fotonya yang memeluk trofi Piala Dunia itu. Memperbesar sejenak lalu mengembalikannya kepada ukuran normal. Memperbesar lagi, memperhatikan sejenak, lalu beralih kepada foto yang lain, yang memperlihatkan tawa teman-temannya.
ADVERTISEMENT
Niscaya, ia akan mengenang dengan sebaik-baiknya kemenangan hari itu sebagaimana orang Prancis lainnya. Sesekali ia akan kembali merayakan kemenangan itu dalam sunyi, dengan senyum malu-malu.