Notula Semifinal Liga Europa: All-English Finals hingga Rekor Chelsea

10 Mei 2019 10:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Chelsea merayakan kemenangan di semifinal Liga Europa. Foto: REUTERS/Hannah Mckay
zoom-in-whitePerbesar
Chelsea merayakan kemenangan di semifinal Liga Europa. Foto: REUTERS/Hannah Mckay
ADVERTISEMENT
Liga Europa 2018/19 sudah sampai di ujung. Arsenal dan Chelsea memastikan diri melangkah ke partai puncak yang dihelat di Baku Olympic Stadium pada 29 Mei 2019.
ADVERTISEMENT
Tiket final itu direngkuh Arsenal berkat kemenangan 4-2 di leg kedua babak semifinal yang berarti kemenangan agregat 7-3. Berbeda dengan rival sekotanya yang terlihat mulus-mulus saja di semifinal, Chelsea justru bertungkus lumus menjejak ke partai puncak.
Di leg pertama fase semifinal saja, mereka ditahan imbang 1-1 oleh Eintracht Frankfurt. Situasi tak berubah banyak di leg kedua. Hingga babak tambahan tuntas, skor 1-1 atau agregat 2-2 tak bergeser. Mau tak mau, babak adu penalti menjadi skenario akhir untuk menentukan siapa yang jadi pemenang.
Aubameyang merayakan golnya ke gawang Valencia bersama Ainsley Maitland-Niles Foto: REUTERS/Sergio Perez
Lewat laga satu lawan satu inilah Chelsea menyegel kemenangan. Empat dari lima eksekusi penalti berhasil dituntas oleh para penggawa Chelsea. Sementara, Frankfurt cuma menyelesaikan tiga tembakan penalti. Dengan kemenangan 4-3 ini, Chelsea melangkah ke final, memastikan partai puncak di Baku menjadi laga bertajuk Derbi London.
ADVERTISEMENT
Tentu saja yang muncul di laga terakhir keduanya sebelum sampai laga pemungkas bukan cuma rangkaian gol. Masih ada beberapa catatan menarik, bahkan sejarah baru yang tercipta. kumparanBOLA merangkumnya di sini.
1) Pertama kalinya final Liga Champions dan Liga Europa mempertemukan empat tim dari negara yang sama
Entah apa yang sebenarnya sedang merasuki sepak bola Inggris. Dua final kompetisi level Eropa mempertandingkan dua laga antara tim Inggris. Jika Liverpool dan Tottenham Hotspur bertemu di duel puncak Liga Champions, Arsenal dan Chelsea bertarung di final Liga Europa.
Ini menjadi pertama kalinya seluruh slot final Liga Champions dan Liga Europa diisi oleh empat tim dari negara yang sama. Jadi, bukan hanya tentang laga empat tim Inggris alias All-English Finals. Sebelumnya juga tak pernah ada final Liga Champions dan Europa yang diikuti oleh empat tim Jerman, Spanyol, Italia, atau negara-negara Eropa lainnya.
ADVERTISEMENT
Kalau untuk final Liga Europa antara dua tim Inggris, sih, pernah muncul pada 1972. Kala itu, Wolverhampton Wanderers berhadapan dengan Tottenham Hotspur.
Trofi juara pada akhirnya berhasil direngkuh oleh Spurs berkat kemenangan agregat 3-2. Waktu itu final Liga Europa masih digelar dalam dua leg. Di leg pertama, Spurs menang 2-1, sementara di putaran kedua berakhir dengan kedudukan imbang 1-1.
Di Liga Champions sendiri, terakhir kali All-English Finals muncul pada 2008, saat Manchester United berlaga melawan Chelsea. United besutan Sir Alex Ferguson menjadi juara berkat kemenangan 6-5 di babak adu penalti. Duel mesti berlanjut ke laga satu lawan satu karena hingga babak tambahan usai, skor bertahan 1-1 via gol Cristiano Ronaldo (26') dan Frank Lampard (45').
ADVERTISEMENT
Menariknya, meski tahun ini final Liga Champions dan Liga Europa mempertemukan empat tim Inggris, tak satu tim pun yang dibesut oleh pelatih asal Inggris. Jadi, sahkah untuk menyinggung lagi football is coming home?
2) Unai Emery, jagonya Liga Europa
Ya, begitulah. Sudah empat kali Unai Emery memimpin tim melangkah ke final Liga Europa. Tiga final pertama dicapai bersama Sevilla. Hebatnya, ketiga duel tersebut berakhir dengan trofi juara untuk skuat besutan Emery.
Pada 2013/14, Sevilla menang 4-2 di adu penalti melawan Benfica. Pada 2014/15, Emery mempersembahkan mahkota juara untuk Sevilla melalui kemenangan 3-2 atas wakil Ukraina, FC Dnipro. Terbaru, Sevilla dibawanya juara pada 2015/16 berkat kemenangan 3-1 atas Liverpool.
ADVERTISEMENT
Berkaca dari perjalanannya itu, Emery seharusnya sudah tidak kikuk melakoni final Liga Europa 2018/19. Apalagi, racikan taktiknya bekerja dengan piawai di Liga Europa musim ini.
Sejak babak grup, Arsenal tak mengecap satu kekalahan pun. Tergabung di Grup A, lima kemenangan dan satu hasil imbang diraih Arsenal. Sementara, enam pertandingan di fase gugur berakhir dengan lima kemenangan dan satu hasil imbang.
3) Rekor Chelsea: Tak terkalahkan di 17 Laga Liga Europa
Catatan inilah yang membuat Chelsea sebagai lawan yang tak pantas dianggap remeh oleh Arsenal. Oke, Emery memang punya rekor mengesankan sebagai pelatih saat berkompetisi di Liga Europa. Tapi, Chelsea pun bukan tim kemarin sore.
Sejak Liga Europa di-rebrand pada 2009, Chelsea sudah tak terkalahkan dalam 17 pertandingan terakhirnya. The Blues menjadi tim pertama yang menorehkan catatan ini.
ADVERTISEMENT
Maka, boleh jadi catatan impresif Arsenal musim ini sebenarnya tak menyilaukan mata Chelsea. Toh, tim yang bermarkas di Stamford Bridge ini juga sudah membukukannya.
Tentang Liga Europa, pertama dan terakhir kali Chelsea menjadi juara adalah pada 2011/12. Bertanding di Johan Cruijff Arena, Chelsea asuhan Rafael Benitez mengemas kemenangan 2-1 atas Benfica.
4) Impak Lacazette
Bersama Arsenal, Alexandre Lacazette memang moncer betul. Ini terbukti dari catatan statistik yang menjelaskan bahwa Lacazette sudah berkontribusi langsung dalam 51 gol dalam 87 laga Arsenal. Belum ada satu pemain Arsenal pun yang melampaui torehan ini sejak kedatangannya.
Nah, kalau bicara Lacazette, tentu ujung-ujungnya kita akan membahas Pierre-Emerick Aubameyang juga. Lacazette dan Aubameyang boleh dikatakan sebagai dua pemain yang saling melengkapi.
ADVERTISEMENT
Keran gol Aubameyang memang lebih lancar ketimbang Lacazette. Hingga kini Aubameyang sudah merangkum 32 gol untuk Arsenal di semua jenis kompetisi. Sementara, Lacazette 'baru' mengoleksi 20 gol.
Namun, tak cuma sekali Lacazette tampil sebagai game changer yang mengubah nasib Arsenal di suatu laga, termasuk partai krusial. Misalnya, saat bertanding melawan Liverpool pada November 2018. Atau di leg kedua perempat final Liga Europa melawan Napoli.
Lacazette merayakan gol ke gawang Frankfurt. Foto: REUTERS/Sergio Perez
Kelebihan lainnya, Lacazette lebih sering terlibat dalam build-up serangan Arsenal ketimbang Aubameyang. Lacazette adalah striker yang lebih aktif untuk turun ke bawah dan menerima bola, sementara Aubameyang adalah striker yang beroperasi di kotak penalti lawan sebagai penuntas akhir serangan.
Di sisi lain, taktik Emery yang bertumpu pada penguasan bola juga membutuhkan sosok penyerang poros yang mampu mengontrol dan memantulkan bola dengan efektif. Lacazette-lah yang memenuhi kebutuhan taktik ini.
ADVERTISEMENT
Padunya permainan Lacazette dan Aubameyang juga muncul di Liga Europa. Delapan gol terakhir Arsenal di kompetisi hanya dicetak oleh Lacazette dan Aubameyang. Masing-masing empat gol dikoleksi oleh keduanya. Jadi, tak salah kalau menyebut Lacazette-Aubameyang sebagai Dynamic Duo-nya Arsenal.
5) Auba Forever!
Ngomong-ngomong soal Pierre Emerick Aubameyang, ia menjadi pemain Arsenal pertama yang mencetak trigol di semifinal di kompetisi antarklub Eropa. Ketajaman memang membuat nama Aubameyang tercantum dalam buku sejarah The Gunnners.
Di laga melawan Valencia ini, dominasinya memang menjadi-jadi, terutama dalam aksi ofensif. Total enam upaya tembakannya menjadi yang terbanyak di antara seluruh pemain pun di laga ini.
Begitu pula dengan empat tembakan tepat sasarannya. Maka tidak mengherankan jika ia sanggup mencetak hattrick, menjaga asa timnya untuk menutup musim dengan gelar juara.
ADVERTISEMENT