Paul Ince: Jenderal Buas di Lapangan Tengah

17 Mei 2018 18:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Paul Ince kala bermain untuk Timnas Inggris. (Foto: Toshifumi Kitamura/AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Paul Ince kala bermain untuk Timnas Inggris. (Foto: Toshifumi Kitamura/AFP)
ADVERTISEMENT
“Dia orang yang tidak mau kalah —dalam apa pun. Kalaupun kalah, dia pasti akan menanggapinya dengan amat buruk.”
ADVERTISEMENT
Mark Schwarzer memang tidak lama bermain bersama Paul Ince —hanya tiga musim. Namun, dalam waktu yang singkat itu ia merasa sudah cukup mengenal seperti apa perangai Ince.
Ince adalah binatang buas. Pernyataan ‘tidak mau kalah dalam hal apa pun’ yang dilontarkan Schwarzer terejawantahkan di lapangan. Oleh rekan-rekannya, Ince tidak hanya dikenal sebagai pecundang yang buruk, tetapi juga gelandang serba-bisa.
Bergerak di jantung lini tengah timnya, Ince punya beberapa atribut penting. Ia bisa melakukan tracking back dengan baik, ia bertenaga, tekelnya kuat, dan sesekali ia bisa merangsek ke lini depan untuk mencetak gol.
Dengan sederet kemampuan tersebut, Ince menjadi alasan mengapa Manchester United bisa meraih dua gelar juara Premier League dalam dua musim beruntun —pada 1992/93 dan 1993/94. Ia adalah tulang punggung United di dalam skuat yang sudah disesaki sederet pria pemarah dan bermental kuat.
ADVERTISEMENT
Kebersamaan Ince dengan United memang tidak bertahan lama setelah memenangi dua gelar tersebut. Pada musim 1994/95, United gagal. Trofi juara musim itu direbut oleh Blackburn Rovers. Si ‘Iblis Merah’ pun berbenah.
Imbas pembenahan itu adalah dilegonya beberapa pemain senior, termasuk Ince. Kala itu, ia dilepas ke Inter Milan dengan banderol 6,3 juta euro. Namun, ada cerita lain di balik penjualan Ince itu.
Konon, manajer United waktu itu, Alex Ferguson, tak suka dengan makin bengkaknya ego Ince di ruang ganti. Di hadapan para pemain, Ince mulai berani menyebut dirinya ‘The Guv’nor’. Ferguson, yang menaruh kolektivitas di atas apa pun —dan tak terima apabila ada pemain yang merasa dirinya lebih besar dari klub—, pun terpaksa mendepak Ince.
ADVERTISEMENT
Paul Ince di sebuah konferensi pers. (Foto: Andrew Yates/AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Paul Ince di sebuah konferensi pers. (Foto: Andrew Yates/AFP)
Lepas dari United, Ince masih sempat menghabiskan dua musim bersama Inter, dua musim bersama Liverpool, dan tiga musim bersama Middlesbrough —tempat ia bertemu dengan Schwarzer.
Penampilan Ince, semenjak pindah ke Liverpool, dinilai menurun. Kendati begitu, aksi-aksi agresifnya —entah tekel ataupun kemampuan merebut bola dari kaki pemain lawan— masih sering ia perlihatkan. Ia masih jadi pemenang yang sama seperti sebelumnya.
Karier Ince berakhir pada 2007, ditandai dengan empat buah penampilan untuk dua tim asal League Two (Divisi Empat Liga Inggris), Swindon Town dan Macclesfield Town. Namun, warisannya sebagai salah satu gelandang pekerja nan agresif tak lekang begitu saja.
Kini, Anda bisa menyaksikan kisah soal perjalanan karier Schmeichel lewat streaming gratis di channel SuperSoccer TV di kumparan. Anda bisa menyaksikannya dalam seri ‘Premier League Legends’ dengan meng-klik tautan berikut: https://kumparan.com/kumparanbola/super-soccer/ligainggris.
ADVERTISEMENT
Selamat menyaksikan.