Pemain Muslim Mengapteni Timnas Israel, Kenapa Tidak?

17 April 2018 19:22 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Andalan CSKA Moskva, Bibras Natkho. (Foto: AFP/Kirill Kurdyavtsev)
zoom-in-whitePerbesar
Andalan CSKA Moskva, Bibras Natkho. (Foto: AFP/Kirill Kurdyavtsev)
ADVERTISEMENT
Mari kita sepakati bersama terlebih dahulu bahwa Bibras Natkho adalah sosok fenomenal. Sebagai seorang muslim, status kapten Tim Nasional (Timnas) Israel yang disandangnya tak pelak membuat dirinya jadi buah bibir dan well, siapa yang tidak terkejut?
ADVERTISEMENT
Michael Yokhin, dalam kolomnya di The Independent, menuliskan bahwa Natkho adalah kapten Timnas Israel pertama yang berasal dari etnis non-Yahudi. Klaim Yokhin itu sebenarnya kurang tepat karena sebelumnya sudah pernah ada kapten muslim di Timnas Israel, yakni Walid Badir yang memperkuat Timnas Israel antara 1997-2007 dan berasal dari etnis Arab-Israel.
Natkho, meski seorang muslim, bukanlah berasal dari etnis Arab. Pemain 30 tahun itu berasal dari etnis Circissia yang terusir dari rumahnya di Pegunungan Kaukasus sejak abad ke-19. Natkho pun lahir di Kfar Kama yang awalnya merupakan pemukiman yang dibangun orang-orang Circissia.
Kfar Kama sendiri terletak di bagian utara Israel dan dulu, kota ini merupakan bagian dari Kekaisaran Turki Usmani. Dulu, orang-orang Circissia memeluk agama Kristen selama kurang lebih 1.000 tahun sebelum diislamkan oleh Turki Usmani pada abad ke-16.
ADVERTISEMENT
Menyusul perang dengan Rusia yang berlangsung selama 101 tahun dan berujung pada aneksasi, orang-orang muslim Circissia itu akhirnya terusir ke Turki Usmani. Sampai saat ini, sebagian besar dari mereka masih tinggal di Turki, meski ada pula yang sudah kembali ke Rusia. Sementara, sebagian kecil lainnya hidup di Timur Tengah, termasuk Israel.
Kfar Kama menjadi bagian dari Israel karena campur tangan Inggris. Pasca-Perang Dunia I, Turki Usmani runtuh dan sebagian besar wilayahnya diambil alih oleh Inggris. Nantinya, dalam pembentukan negara Israel, Kfar Kama yang sebelumnya berada di bawah Mandat Britania itu diikutsertakan. Saat ini, ada sekitar 5.000 orang beretnis Circissia di Israel.
Satu hal menarik dari orang-orang Circissia ini adalah keterlibatan mereka yang amat besar dalam urusan pertahanan. Natkho, dalam wawancara dengan Ynetnews 2015 lalu, mengatakan bahwa loyalitas adalah barang paling berharga yang dimiliki orang-orang Circissia dan itulah mengapa, mereka menjadi pengawal kepercayaan Raja Yordania.
ADVERTISEMENT
Di Israel, sejak 1958 semua pemuda Circissia diwajibkan para tetuanya untuk mengikuti wajib militer (wamil) di Israeli Defense Forces (IDF). Natkho pun tidak luput dari kewajiban ini.
Masih kepada Ynetnews, Natkho menceritakan bahwa sebenarnya dia bisa saja bergabung dengan Ajax di masa mudanya. Namun, dia dilarang oleh mendiang ayahnya, Akram, karena untuk bergabung dengan raksasa Belanda itu dia harus menandatangani perjanjian untuk tidak mengikuti wamil. Akram Natkho sendiri merupakan seorang polisi perbatasan.
Aksi Natkho (biru) bersama Timnas Israel. (Foto: AFP/Jack Guez)
zoom-in-whitePerbesar
Aksi Natkho (biru) bersama Timnas Israel. (Foto: AFP/Jack Guez)
Keterlibatan dalam militer inilah yang membedakan orang-orang Circissia dengan etnis Arab. Meski sebagian besar orang Arab di Israel adalah muslim, tak satu pun dari mereka terlibat dalam urusan pertahanan di negara tersebut. Ini menunjukkan bahwa memang ada distingsi antara etnis dan agama di Israel.
ADVERTISEMENT
Di Timnas Israel, Natkho bukan satu-satunya pemain muslim. Selain dirinya, setidaknya ada tiga pemain lain yang memeluk agama Islam. Mereka adalah Beram Kayal (Brighton and Hove Albion), Taleb Tawatha (Eintracht Frankfurt), dan Dia Saba (Maccabi Netanya). Akan tetapi, Natkho adalah satu-satunya orang Circissia karena ketiga pemain tersebut berasal dari etnis Arab.
Kehidupan orang muslim di Israel sendiri memang tidak selamanya adem ayem. Pada 2015 lalu Pew Research Center merilis hasil riset yang menyebutkan bahwa sepertiga dari orang muslim di sana pernah mengalami setidaknya satu aksi diskriminasi dalam setahun terakhir. Natkho sendiri bukannya tidak pernah mengalami hal ini.
Legenda Timnas Israel, Eyal Berkovic, pernah mengkritik Natkho karena dirinya tidak menyanyikan lagu kebangsaan Hatikva. Kritikan itu dilontarkan Berkovic pada laga Israel menghadapi Rumania akhir Maret lalu. Laga itu adalah laga pertama Natkho sebagai kapten Timnas secara penuh setelah sebelumnya hanya sempat menjadi kapten pengganti Tal Ben Haim.
ADVERTISEMENT
Namun, legenda lain, Eran Zahavi, kemudian membelanya. Menurut Zahavi, Timnas Israel memang bukan cuma untuk orang beragama Yahudi. Sementara, di lirik lagu Hatikva itu memang terdapat kata-kata yang tidak mungkin diucapkan oleh seorang muslim seperti Natkho.
Natkho beraksi di Liga Champions. (Foto: AFP/Paul Ellis)
zoom-in-whitePerbesar
Natkho beraksi di Liga Champions. (Foto: AFP/Paul Ellis)
Pada 2015 lalu, Natkho sebenarnya sudah pernah memberi penjelasan soal ini. Menurut pemain CSKA Moskva itu, dirinya justru tidak mau merendahkan lagu kebangsaan dengan menyanyikannya tanpa memaknainya.
Natkho sendiri saat ini boleh dibilang pemain Israel tersukses di Eropa. Di level klub, dia adalah salah andalan utama CSKA Moskva. Total, musim ini Natkho sudah bermain 34 kali di Liga Rusia, Liga Champions, dan Liga Europa.
Dengan memperkuat CSKA, Natkho menjadi pemain Israel yang memperkuat tim berprofil paling besar. Kemampuan mengumpannya membuat pemain satu ini dijuluki Xavi Hernandez-nya Israel. Dengan kemampuan seperti itu dan status sebagai pemain dengan cap terbanyak (50) di skuat jeda internasional termutahir, tak mengherankan jika kemudian Natkho dinobatkan sebagai kapten.
ADVERTISEMENT
Jadi, dari sini dapat disimpulkan bahwa penunjukan Natkho sebagai kapten Timnas Israel itu antara mengejutkan dan tidak. Mengejutkan karena hal ini memang jarang terjadi, tidak mengejutkan jika kita melihat bagaimana latar belakang si pemain dan kompetensi yang dimilikinya di lapangan hijau.