Penanganan (Lebih) Serius Agar Kasus Choirul Huda Tak Terulang

17 Oktober 2017 16:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Choirul Huda saat mendapat perawatan. (Foto: ANTARA FOTO/Rahbani Syahputra)
zoom-in-whitePerbesar
Choirul Huda saat mendapat perawatan. (Foto: ANTARA FOTO/Rahbani Syahputra)
ADVERTISEMENT
Dua hari telah berlalu sejak meninggalnya penjaga gawang Persela Lamongan, Choirul Huda. Hampir seluruh pecinta sepak bola negeri ini larut diselimuti duka mendalam karena kehilangan sosok pemain yang dinilai amat loyal terhadap klubnya.
ADVERTISEMENT
Huda meninggal usai mengalami benturan keras dengan rekan satu tim, Ramon Rodriguez. Saat itu, Huda tengah mengawal gawang Persela dalam laga kontra Semen Padang pada lanjutan Liga 1 di Stadion Surajaya, Lamongan, Minggu (15/10/2017).
Namun, berpulangnya penjaga gawang 38 tahun ini nyatanya menyisakan sedikit cerita, terutama soal standarisasi proteksi pemain di atas lapangan. Banyak yang beranggapan, berpulangnya kapten "Laskar Joko Tingkir" itu lantaran terlambat mendapat penanganan dari tim medis yang berada di lapangan.
Dokter Tim Nasional (Timnas) U-16, Alfan Nur Asyhar, ikut menyoroti penanganan Huda selepas benturan tersebut. Menurutnya, dalam melakukan penanganan pada kasus seperti Huda kemarin, memang harus dilakukan secara khusus.
"Ini 'kan masalahnya kompleks, ya , dan memang banyak pihak yang menyoroti menyoal tim medis. Tetapi, peran tim medis sendiri 'kan harus kita lihat terlebih dahulu, siapa yang jaga, berkompeten atau tidak karena untuk penanganan cedera atlet ini 'kan butuh penanganan khusus," ujar Alfan kepada kumparan (kumparan.com) lewat sambungan telepon, Selasa (17/10/2017).
ADVERTISEMENT
"Nah, kejadiannya itu terlebih dahulu kita lihat, bisa saja kena leher atau kena dada karena antara leher dan dada berbeda cara penangannya. Sebab kalau salah sedikit saja, itu bisa fatal. Apalagi di kepala, itu berbeda lagi."
"Dari tayangan ulang di televisi 'kan memang kita hanya melihat dari belakang dan kejadiannya cepat sekali dan mengundang pertanyaan: persis kenanya di mana? Tetapi setidaknya, pertolongan yang pertama yang harus dilakukan, paling tidak, peran wasit dan juga peran penolong harus bisa menyelesaikannya terlebih dahulu di lapangan sampai Huda bisa bernafas seperti biasa."
"Nah, dari tayangan ulangnya, bisa dikategorikan Huda terdeteksi gawat napas, sehingga bisa kemungkinan tersumbatnya saluran napas ke jatung. Dan itu mestinya harus dilakukan yang namanya resusitasi jantung dan paru," ujarnya menjelaskan.
ADVERTISEMENT
Choirul Huda saat diberi pertolongan pertama. (Foto: ANTARA FOTO/Rahbani Syahputra)
zoom-in-whitePerbesar
Choirul Huda saat diberi pertolongan pertama. (Foto: ANTARA FOTO/Rahbani Syahputra)
Alfan melanjutkan, jika didiagnosis terkena tubrukan di bagian leher, maka leher tidak boleh diapa-apakan dan mestinya harus segera dipasangi neck collar (penyangga leher) dan juga harus dilakukan di lapangan seketika itu juga, dengan tindakan resutisasi jantung dan paru.
Tujuannya, kata Alfan, agar pemain yang tadinya kolaps bisa bernapas dengan biasa, baru kemudian dipindahkan ke ambulans untuk penanganan lebih lanjut.
"Syukur-syukur ada ambulansnya dilengkapi dengan peralatan medis yang memadai karena alat yang dibawa itu juga harus sesuai standar. Bahkan untuk menaikkan pemain ke atas tandu juga ada cara dan standarisasinya sendiri, tidak bisa sembarangan."
"Nah, di sini, kita tidak mengetahui apakah ambulans tersebut sudah memenuhi kelengkapan alat tersebut atau belum. Itu 'kan mesti dicek juga, karena kasus seperti ini kan terbilang jarang terjadi di Indonesia, kalau di luar negeri, sih, sudah sering terjadi dan mereka pun sudah lebih awas."
ADVERTISEMENT
"Seharusnya, alat-alatnya sudah ada, alat pacu jantung, katakanlah, itu harus sudah ada karena di luar negeri standarisasi kelengkapan medis itu sudah ada," jelasnya.
Alfan berpendapat, sosialisasi untuk emergency sports injury ini penting dilakukan terhadap tim-tim peserta kompetisi termasuk pemain, ofisial, dan juga pelatih. Perhatian untuk medis sangatlah penting dari federasi, tidak hanya pada sistem kepelatihannya saja, karena peran medis juga vital.
"Mengeluarkan budget yang besar untuk medis saya rasa bukanlah kerugian. Kalau pengalaman saya melihat dan membandingkan peralatan medis dengan tim-tim di negara Jepang, Korea, bahkan Eropa, lainnya sudahlah sangat standar."
"Kebetulan saya sendiri pernah mengikuti medicine football yang diselenggarakan oleh AFC/FIFA beberapa tahun lalu. Nah, beberapa tahun lalu juga PSSI sempat mengadakan pelatihan tentang sports injury untuk tim medis di kompetisi kita. Tapi, setelahnya kok tidak ada lagi?"
ADVERTISEMENT
"Ini yang harus kita pertanyakan lagi ke federasi. Karena kegiatan seperti itu sangatlah penting dan bermanfaat karena pengetahuan tentang sports injury mutlak harus ditambahkan dan diajarkan ke tenaga medis yang bertugas," kata Alfan.