Penyerangan Bus Boca Juniors Tanggung Jawab Ultras River Plate

26 November 2018 19:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suporter River Plate di El Monumental. (Foto: AFP/Daniel Luna)
zoom-in-whitePerbesar
Suporter River Plate di El Monumental. (Foto: AFP/Daniel Luna)
ADVERTISEMENT
Penundaan kembali terjadi di laga final Copa Libertadores 2018 yang mempertemukan antara River Plate dan Boca Juniors. Disinyalir, di balik penundaan laga leg kedua babak final yang diakibatkan oleh penyerangan bus, ada tangan pemimpin Barra Bravas yang bermain di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Sejatinya, laga leg kedua babak final Copa Libertadores 2018 akan diselenggarakan pada Minggu (25/11/2018) dini hari WIB. Namun, beberapa jam sebelum sepak mula, bus Boca Juniors yang sedang berada dalam perjalanan menuju El Monumental, markas River Plate, diserang oleh suporter tuan rumah.
Tidak tanggung-tanggung, pelemparan yang dilakukan oleh suporter River ini melibatkan barang-barang yang berbahaya seperti batu dan pepper spray. Alhasil, selain bus yang pecah kacanya, tiga pemain Boca harus dilarikan ke rumah sakit karena mengalami luka akibat pecahan kaca. Laga kembali ditunda. Awalnya laga hanya ditunda sampai Senin (26/11) dini hari WIB, tetapi akhirnya ditunda sampai waktu yang belum ditentukan.
Rencananya, pada Selasa (27/11), pembicaraan akan dilakukan oleh pihak CONMEBOL (konfederasi sepak bola Amerika Selatan) untuk menentukan jadwal baru laga leg kedua babak final Copa Libertadores 2018 ini. Skor sendiri untuk sementara masih imbang, setelah laga leg pertama yang dihelat di La Bombonera berakhir 2-2.
ADVERTISEMENT
Kepada BBC, Walikota Buenos Aires, Horacio Rodriguez Larreta, menyebut bahwa ada satu alasan yang membuat para pendukung River Plate berlaku sedemikian ngawur jelang laga leg kedua babak final Copa Libertadores tersebut. Menurutnya, aksi adalah bentuk balas dendam pendukung River, setelah sehari sebelumnya, yaitu pada Sabtu (24/11), polisi mengepung rumah pemimpin dari Barra Bravas.
Ramon Abila merayakan gol pertama untuk Boca Junior di leg pertama final Copa Libertadores 2018. (Foto: REUTERS/Marcos Brindicci)
zoom-in-whitePerbesar
Ramon Abila merayakan gol pertama untuk Boca Junior di leg pertama final Copa Libertadores 2018. (Foto: REUTERS/Marcos Brindicci)
"Masalahnya memang Barra Bravas (kelompok ultras River Plate). Mereka tidak hanya menjadi suporter, tapi juga menjadi mafia. Mereka sudah menjadi mafia selama 50 tahun terakhir," ujar Larreta.
"Mereka adalah pihak yang bertanggung jawab terhadap insiden penyerangan bus tersebut. Ini adalah aksi balas dendam, sehingga kami mengantisipasi 300 orang tidak boleh masuk El Monumental dan mereka semua terindikasi adalah pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan mafia tersebut," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Untuk menangkal agar di laga final nanti orang-orang ini tidak masuk ke stadion, Larreta menyebut bahwa dia akan mengajak pihak Boca dan River untuk melakukan investigasi bersama. Dia tidak ragu untuk menelusuri lebih jauh, sampai akhirnya menemukan akar masalah dari semua ini.
"Kami harus mencari tahu siapa yang memberikan mereka tiket dan menyelesaikan permasalahan mafia di Barra Bravas ini. Ini adalah tantangan terbesar kami saat ini dan kami tidak akan ragu untuk melakukannya," ujar Larreta.
Barra Bravas memang bukan hanya sebatas kelompok suporter yang datang mendukung ke stadion saja. Untuk menyambung hidup, mereka mencari uang lewat berbagai aktivitas, salah satunya adalah dengan menjual tiket pertandingan di pasar gelap. Mereka juga tidak segan berhubungan dengan para mafia.
ADVERTISEMENT
Pengamat sepak bola Amerika Selatan, Tim Vickery, menyebut bahwa terlibatnya Barra Bravas dengan kegiatan mafia bukanlah hal yang aneh. Menurutnya, kelompok ultras di Argentina memang tidak hanya sebatas memiliki hasrat sangat besar untuk mendukung tim kesayangannya. Mereka tak segan untuk melakukan bisnis-bisnis gelap demi menyambung hidup.
Suporter River Plate jelang laga final Copa Libertadores. (Foto: REUTERS/Alberto Raggio)
zoom-in-whitePerbesar
Suporter River Plate jelang laga final Copa Libertadores. (Foto: REUTERS/Alberto Raggio)
"Ultras di Argentina, bukan hanya sekadar hasrat mendukung klub, tapi juga sebuah bisnis. Tiket dijual dengan harga yang sangat mahal di pasar gelap. itu hal yang lazim," ujar Vickery kepada BBC Radio 4, dilansir BBC.
"Jadi, jika ada interpretasi yang muncul bahwa aksi kekerasan suporter River Plate kemarin merupakan sebuah aksi balas dendam yang terencana melawan polisi, yang menutup jalur keuntungan finansial mereka dari laga ini, hal itu bukanlah hal yang salah," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Yah, ternyata sepak bola Argentina masih dihiasi hal-hal yang sedemikian gelapnya. Tak heran, dalam tulisannya di laman The Guardian, Jonathan Wilson menyebut bahwa 'Argentina punya kesempatan menunjukkan wajah sepak bola mereka yang lebih baik, tapi mereka menghancurkan kesempatan itu begitu saja'.