Perjalanan Allegri Antar Juventus Jadi Penguasa Italia

17 Mei 2019 23:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pelatih Juventus, Massimiliano Allegri. Foto: REUTERS/Alberto Lingria
zoom-in-whitePerbesar
Pelatih Juventus, Massimiliano Allegri. Foto: REUTERS/Alberto Lingria
ADVERTISEMENT
Kedatangan Allegri memang belum sanggup membentuk Juventus menjadi raja Eropa. Namun, lain cerita jika bicara soal Italia. Sejak datang ke Juventus pada 16 Juli 2014, 'Si Nyonya Tua' tambah menjadi-jadi di jagat sepak bola Italia.
ADVERTISEMENT
Allegri tidak datang dengan langkah enteng. Bayang-bayang kegagalan di AC Milan menjadi kawan karibnya. Hanya dua gelar juara yang berhasil diboyongnya ke San Siro: scudetto 2010/11 dan Piala Super Italia 2011.
Itu persoalan pertama. Persoalan kedua, Antonio Conte adalah sosok yang digantikan oleh Allegri di Juventus. Sebagian besar orang tahu kualitas Conte. Juventus tak cuma jadi tim pemenang, tapi juga ditopang oleh perhitungan taktik yang cerdik.
Antonio Conte dan calon suksesornya, Massimiliano Allegri. Foto: ALBERTO LINGRIA / AFP
Namun, Allegri tak butuh waktu lama untuk sampai di Turin. Sehari setelah Juventus mengumumkan kepergian Conte, Allegri datang, bersiap menjadi suksesor.
Allegri paham benar bagaimana caranya menancapkan tiang pancang yang jadi penanda kedatangannya. Musim perdana, 2014/15, ditutupnya dengan dua gelar juara sekaligus, scudetto dan Coppa Italia.
ADVERTISEMENT
Musim perdana Allegri di Juventus dengan scudetto. Foto: ANDREAS SOLARO / AFP
Sebenarnya, Juventus punya peluang emas untuk merengkuh treble. Bagaimana tidak? Si Nyonya Tua berhasil menjejak hingga laga puncak Liga Champions.
Yang menjadi lawan Juventus di partai final yang digelar di Olympiastadion, Berlin, itu adalah Barcelona. Pertandingan itu mempertontonkan secara gamblang seperti apa kecerdikan taktik Luis Enrique. Tidak ada Lionel Messi di daftar pencetak gol Barcelona, tapi laga tetap berakhir dengan kekalahan 1-3 untuk Juventus.
Pada laga itu, Enrique menginstruksikan Messi sebagai umpan. Pelatih mana pun yang memimpin melawan Barcelona kala itu pasti akan menginstruksikan barisan pertahanannya mengurung Messi.
Itu pulalah yang dilakukan Allegri. Sayangnya, taktik ini jadi senjata makan tuan. Pertahanan Juventus compang-camping, gawang Gianluigi Buffon luluh lantak dihajar gol Ivan Rakitic, Luis Suarez, dan Neymar.
ADVERTISEMENT
Juventus kalah di final Liga Champions 2014/15. Foto: ODD ANDERSEN / AFP
Tak ada cara lain membalas luka musim lalu dengan gelar juara di musim terkini. Itulah yang sedapat-dapatnya dilakukan Juventus pada 2015/16. Scudetto lagi-lagi melayang ke tangan Juventus.
Tepat pada 25 April 2016 atau begitu mereka menyelesaikan laga pekan ke-35, gelar juara liga ke-32 itu berhasil direngkuh. Kepastian itu direbut Juventus karena mereka merangkum keunggulan 12 poin atas Napoli yang jadi runner up.
Scudetto ini tak sekadar menambah koleksi trofi di kabinet klub. Gelar juara ini membuat mereka membungkus lima scudetto dalam lima musim beruntun, mengulang pencapaian 1930/31 hingga 1934/35. Tak cuma scudetto, Coppa Italia dan Piala Super Italia pun berhasil diamankan.
Juventus rayakan scudetto 2015/16. Foto: GIUSEPPE CACACE / AFP
Lantas, apa kabar Liga Champions? Jangankan mengangkat trofi ‘Si Kuping Besar’, sampai ke perempat final pun Juventus tak mampu. Pasukan Allegri dikandaskan oleh racikan taktik Pep Guardiola. Ya, itu menjadi tahun terakhir Guardiola melatih Bayern Muenchen.
ADVERTISEMENT
Juventus sebenarnya memberikan perlawanan impresif pada leg pertama. Tertinggal 0-2 akibat gol Thomas Mueller (43’) dan Arjen Robben (55’), Juventus mencetak gol balasan via Paulo Dybala (63’) dan Stefano Sturaro (76’).
Allegri memimpin sesi latihan Juventus jelang laga melawan Bayern. Foto: MARCO BERTORELLO / AFP
Hasil imbang 2-2 di leg pertama memberi beban lebih kepada Juventus di putaran kedua. Pasalnya, Bayern melakoni laga kandang dengan bekal dua gol tandang. Namun, Bayern ternyata tidak membutuhkan hitung-hitungan gol kandang dan tandang untuk melangkah ke perempat final karena kemenangan 4-2 menjadi penutup laga leg kedua.
Musim 2016/17 ditandai Juventus dengan beberapa keputusan transfer yang cukup menghebohkan: Mulai dari kedatangan Gonzalo Higuain dari Napoli hingga hengkangnya Paul Pogba ke Manchester United.
Selebrasi gol Allegri, Dybala, dan Higuain. Foto: Reuters/Alberto Lingria
Untuk mendatangkan Higuain, Juventus mesti merogoh kocek hingga 90 juta euro. Ketika itu, angka tadi menjadi yang tertinggi ketiga di sepanjang sejarah bursa transfer di dunia dan tertinggi di jagat sepak bola Italia.
ADVERTISEMENT
Dua bulan berselang, Juventus melepas Pogba ke Old Trafford dengan angka yang tak kalah fantastis: 105 juta euro alias yang tertinggi di sejarah bursa transfer kala itu.
Nilai transfer yang begitu tinggi dibayar Higuain dengan cara elegan. Ia menjadi pemain Juventus yang paling rajin menjebol gawang lawan di seluruh kompetisi yang dibuktikan dengan torehan 32 golnya.
Allegri merayakan scudetto 2016/17. Foto: Filippo MONTEFORTE / AFP
Urusan merengkuh scudetto tampaknya tidak menjadi masalah yang kepalang rumit bagi Juventus. Mereka kembali dinobatkan sebagai penguasa Serie A saat kompetisi menyisakan satu laga lagi.
Begitu pula dengan Coppa Italia. Usai menundukkan Lazio 2-0 di partai puncak, Juventus ditahbiskan sebagai tim pertama yang menjuarai Coppa Italia tiga musim beruntun.
Asa untuk menjadi juara di Liga Champions belum juga pupus. Bahkan harapan Allegri untuk menimang gelar juara itu meninggi karena Juventus berhasil menjejak ke partai pemungkas.
ADVERTISEMENT
Kali ini yang menjadi lawan adalah Real Madrid. Dan tak berbeda jauh dari musim perdananya, Allegri menutup laga prestisius itu dengan kekalahan 1-4.
Allegri gagal lagi di final Liga Champions 2016/17. Foto: Filippo MONTEFORTE / AFP
Musim 2017/18 ditutup Juventus dengan temaram. Bukan, ini bukan karena mereka gagal mengamankan gelar scudetto dalam tujuh musim beruntun. Allegri mesti merelakan anak asuh sekaligus pemimpin timnya, Gianluigi Buffon, hengkang ke Prancis--memulai perjalanan barunya bersama Paris Saint-Germain (PSG).
Allegri lagi-lagi mesti gigit jari jika membahas Liga Champions. Langkah mereka musim ini ibarat kemunduran jika dibandingkan dengan semusim sebelumnya. Tak ada laga semifinal, apalagi final. Langkah Juventus terhenti di babak perempat final.
Allegri rasanya menjadi pelatih yang paling layak buat bersorak-sorai jelang musim 2018/19. Bagaimana tidak? Pemain sekelas Cristiano Ronaldo meninggalkan Real Madrid dan menjejak ke Allianz Stadium. Nilai transfer yang mencapai 100 juta euro itu tidak boleh disia-siakan, Allegri menatap Liga Champions 2018/19 dengan mantap.
ADVERTISEMENT
Ronaldo merayakan scudetto pertamanya bersama Juventus. Foto: Isabella BONOTTO / AFP
Meski demikian, kedatangan Ronaldo memaksa Allegri untuk memutar otak. Juventus yang tadinya identik dengan skema 4-2-3-1 mesti bersalin rupa menjadi 4-3-3. Tujuannya jelas, memberikan ruang bagi Ronaldo untuk menggila bersama kawan-kawannya.
Allegri memimpin Juventuts melakoni Serie A 2018 dengan beringas. Saat kompetisi baru menyelesaikan 33 pekan, Allegri sudah berhasil mempersembahkan scudetto untuk Juventus.
Pemain Juventus merayakan kemenangan liga Serie A bersama para suporter. Foto: REUTERS
Raihan itu begitu spesial karena menjadi scudetto kedelapan milik Juventus secara beruntun sekaligus menjadikan Si Nyonya Tua sebagai tim pertama di lima kompetisi top eropa yang melakukan hal tersebut.
Dengan kata lain, Allegri berhasil mematahkan rekor Olympique Lyonnais sebagai perengkuh tujuh gelar juara liga dalam tujuh musim beruntun sejak 2001/02 hingga 2007/08.
ADVERTISEMENT
Max Allegri diguyur air pada pesta Scudetto Juventus. Foto: Reuters/Massimo Pinca
Gelar juara ini ternyata berimbas langsung kepada pencapaian pribadi Allegri. Ya, pelatih berusia 51 tahun itu menjadi pelatih pertama di Serie A yang sukses meraih gelar juara lima kali berturut-turut.
Allegri juga menjadi pelatih kedua dengan torehan Scudetto terbanyak, yakni enam--lima bersama Juventus dan satu bersama AC Milan. Allegri hanya kalah dari Giovanni Trapattoni yang sukses meraih tujuh gelar.
Tak ada gelar juara Liga Champions untuk Allegri bersama Juventus. Foto: Marco Bertorello / AFP
Sayangnya, perjalanan Allegri di Liga Champions tak semanis di kompetisi liga. Alih-alih mencapai final, Juventus justru disingkirkan oleh tim kuda hitam, Ajax Amsterdam.
Pada leg pertama di Johan Cruijff Arena, Juventus hanya mampu mengamankan skor imbang 1-1. Gol Ronaldo di menit ke-45 dibalas oleh David Neres tepat setelah turun minum alias menit ke 46. Pada leg kedua, kekalahan 1-2 memaksa Juventus untuk merelakan tiket semifinal ke tangan pasukan Erik Ten Hag.
ADVERTISEMENT
Juventus disingkirkan Ajax di Liga Champions 2018/19. Foto: Filippo MONTEFORTE / AFP
Kegagalan di Liga Champions membuat kapasitas Allegri sebagai pelatih dipertanyakan. Namun, manajemen menegaskan bahwa Allegri akan tetap menjadi pelatih mereka pada musim 2019/20.
Sayangnya, penegasan itu tak terbukti. Per Jumat (17/5/2019), Juventus mengumumkan bahwa Allegri tak lagi menjadi pelatih mereka pada musim depan.
Tentang siapa yang menjadi suksesor, entahlah. Yang jelas, siapa pun itu, tugasnya tak cuma memastikan Juventus menjadi penguasa Italia, tapi juga penakluk Eropa.