Permainan Komplet Liverpool Ubah Mimpi Buruk Barca Jadi Kenyataan

8 Mei 2019 7:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ernesto Valverde di laga melawan Liverpool. Foto: REUTERS/Phil Noble
zoom-in-whitePerbesar
Ernesto Valverde di laga melawan Liverpool. Foto: REUTERS/Phil Noble
ADVERTISEMENT
Tak ada Barcelona yang menggebrak di leg kedua semifinal Liga Champions 2018/19. Apa-apa yang ditampilkan Blaugrana di putaran penentuan justru berkebalikan dengan penampilan mereka di leg pertama. Berlaga di Camp Nou, Barcelona menang 3-0. Bertandang ke Anfield pada Rabu (8/5/2019), kekalahan 0-4 malah datang menghajar.
ADVERTISEMENT
"Mereka menjadi sangat kuat. Mereka bertanding dengan sangat hebat. Mereka menggilas kami, sungguh," ucap Ernesto Valverde, dilansir Sky Sports.
Valverde tak perlu berkomentar panjang lebar tentang kemenangan Liverpool. Valverde tak perlu mencari alasan untuk menutupi kekalahan timnya. Bahkan untuk mengakui kebangkitan Liverpool, seseorang tak perlu memakai jersi Liverpool dan berteriak You'll Never Walk Alone dengan lantang.
Tak ada Liverpool yang kelabakan membangun pertahanan atau terburu-buru merancang serangan pada laga di Anfield kali ini. Berhitung mundur, keputusan taktik yang Juergen Klopp di leg pertama ibarat keputusan membuka kotak pandora alias melahirkan beragam mala buat seluruh suporter Liverpool.
Misalnya, dari lini serang. Entah apa yang ada di benak Klopp sampai ia menurunkan Georginio Wijnaldum sebagai false nine, mengambil posisi penyerang tengah, posisi yang acap jadi tempat kebesarannya Roberto Firmino.
ADVERTISEMENT
Wijnaldum bukan pemain buruk, tapi mengambil peran tadi di skema permainan Liverpool menjadikannya pemain semenjana. Oke, ia memang berhasil melepaskan pressing defensif. Tapi, urusan menyerang, ia gagal. Buktinya, tak ada tembakan yang ia ciptakan waktu itu.
Nah, kalau di lini pertahanan, Joe Gomez menjadi salah satu penyebab. Sebenarnya keputusan Klopp menurunkan Gomez masuk akal. Klopp membutuhkan bek sayap yang disiplin dan tak sebentar-sebentar naik ikut menyerang. Visi bermain Jordi Alba menjadi pertimbangan.
Sayangnya, faktor kebugaran alpa dari perhitungan Klopp. Ia tampak kikuk dalam sistem permainan The Reds. Akibatnya fatal. Salah satunya, gol Luis Suarez di babak pertama itu.
Namun, situasi berubah 180 derajat di leg kedua. Liverpool tak cuma agresif, tapi juga efektif. Pertahanan mereka pun kompak. Aliran bola lawan bahkan berulang kali dihentikan sejak lapangan tengah. Kalaupun muncul tembakan mengarah gawang, Alisson Backer sanggup menggagalkannya.
ADVERTISEMENT
Sementara, Barcelona justru kehilangan pace dan ritme permainannya. Serangan Barcelona begitu mudah terbaca karena mirip dengan apa yang mereka lakukan di leg pertama: mengandalkan serangan balik Luis Suarez dan dribel-dribel Lionel Messi.
Barcelona gagal ke final Liga Champions 2018/19. Foto: Reuters/Carl Recine
Soal serangan model kedua, gol kedua Barcelona di leg pertama memang diawali dengan aksi dribel Messi. Namun, bukannya tidak mungkin Klopp membaca permainan tersebut dan menyusun sistem pertahanan yang efektif.
Sementara, ada perubahan kentara di permainan ofensif Liverpool. Divock Origi yang menjadi penyerang tengah juga punya kualitas ofensif yang lebih oke dengan rekannya itu sendiri--Wijnaldum.
Bila diperhatikan, Origi tipe penyerang yang dapat menerapkan konsep berlari cerdas. Maksudnya, pergerakan tanpa bola yang diikuti dengan pengambilan posisi tepat untuk menerima umpan dari kawannya. Setidaknya, itu yang ia tunjukkan di gol pertama tadi.
ADVERTISEMENT
Wijnaldum juga berhasil menunjukkan kualitasnya. Ia masuk sebagai pemain pengganti di babak kedua. Tidak bermain sebagai pemain di lini terdepan, Wijnaldum beroperasi di pos gelandang--pos yang notabene membuatnya begitu dinamis.
Kompletnya permainan Liverpool mau tidak mau membuat Valverde mengakui kekuatan lawannya itu. Bagi sang juru taktik Barcelona, mimpi buruk yang mereka hadirkan bagi Liverpool di Camp Nou jadi seperti tak ada seram-seramnya lagi.
Ekspresi kekecewaan suporter Barcelona. Foto: Reuters/Carl Recine
"Ini hasil yang buruk untuk suporter kami dan tim ini sendiri, tapi Liverpool memang layak diapreasiasi. Tim ini--Barcelona--akan menderita, begitu pula dengan suporter," lanjut Valverde.
"Kami masih memiliki trofi yang bisa diperjuangkan. Tim ini akan bertarung hingga musim tuntas. Tapi, sekarang kami hanya bisa tertegun melihat mereka. Sungguh mengerikan," tutup Valverde.
ADVERTISEMENT
Liverpool pada akhirnya mengganjar Barcelona dengan hukuman yang lebih seram ketimbang mimpi buruk: kenyataan bahwa mereka gagal ke final. Padahal, jelang leg pertama laga semifinal, Messi sudah memproklamirkan bahwa trofi Liga Champions akan mereka bawa pulang tahun ini.
Tapi, asa tinggal asa. Liverpool-lah yang kini bersiap menaklukkan laga puncak, membalas kekalahan musim lalu. Maka, apa boleh buat, 'Si Kuping Besar' tak bakal singgah ke Camp Nou musim ini.