Piala Dunia 1998: di Prancis Beckham Diusir, di Inggris Beckham Dicaci

23 Mei 2018 21:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Beckham dan Simeone di Piala Dunia 1998. (Foto: GERARD CERLES / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Beckham dan Simeone di Piala Dunia 1998. (Foto: GERARD CERLES / AFP)
ADVERTISEMENT
Pertandingan Inggris melawan Argentina di Piala Dunia 1998 menampilkan dua wajah sekaligus: pahlawan dan musuh. Bila Michael Owen menjadi pahlawan, maka David Beckham menyandang predikat sebagai musuh.
ADVERTISEMENT
Laga perebutan tiket perempat final ini berjalan sengit. Baru berlangsung selama enam menit, Argentina berhasil membukukan keunggulan berkat gol penalti Gabriel Omar Batistuta. Berupaya mengejar ketertinggalan, Inggris menyamakan kedudukan di menit 10 lewat cara yang sama. Alan Shearer berhasil melakukan tugasnya sebagai algojo tendangan penalti.
Untuk keberhasilan Inggris menyamakan kedudukan ini, skuat asuhan Glenn Hoddle pantas berterima kasih kepada Michael Owen. Gerak liarnya menjadi ancaman yang menakutkan bagi barisan pertahanan Argentina. Seolah tak punya cara lain, Roberto Ayala melakukan pelanggaran demi menghentikan laju si bocah ajaib.
Inggris dihadiahi keajaiban pada menit 16. Gol solo run Owen mengantarkan Inggris pada keunggulan 2-1 di babak pertama.
Bila The Three Lions menutup babak pertama dengan puja-puji, maka mereka memulai laga babak kedua dengan fragmen memalukan. Dua menit babak berdua berjalan, Diego Simeone menekel Beckham.
ADVERTISEMENT
Keduanya lantas terjatuh. Bukannya segera bangkit, Beckham justru menendang Simeone yang hendak bangun dan melanjutkan pertandingan. Celakanya, wasit melihat tendangan Beckham dan langsung mengganjarnya dengan kartu merah.
Sialnya lagi, Argentina berhasil menyamakan kedudukan menjadi 2-2 di pengujung laga berkat gol Javier Zanetti. Pertandingan pun pada akhirnya berlanjut ke babak adu penalti. Di antara pemain Timnas Inggris sendiri, Beckham dikenal andal sebagai spesialis bola-bola mati. Kartu merahnya ini juga mengusirnya dari pertarungan satu lawan satu di babak adu penalti.
Babak adu penalti ibarat kutukan turun-temurun bagi skuat Inggris. Sebelum dan sesudah berlaga di Prancis, Inggris tak pernah bisa melepaskan diri dari kutukan adu penalti: Piala Dunia Italia 1990, Piala Eropa 1996, setelahnya kutukan adu penalti terus mengiringi langkah Inggris sampai Piala Eropa 2012.
ADVERTISEMENT
Inggris benar-benar harus menyingkir dari Prancis setelah Argentina menyegel kemenangan 4-3 di babak adu penalti demi berebut tempat di babak perempat final. Bila Hernan Crespo gagal mencetak gol dari titik penalti, maka kegagalan Inggris lahir dari sepakan Paul Ince dan David Batty.
Rakyat Inggris menyambut kepulangan skuat dengan melahirkan dua julukan baru bagi dua pemainnya: Anak Ajaib dan Bocah Bodoh dari Manchester. Media-media Inggris memenuhi halaman depan pemberitaan mereka dengan menyandingkan gol Owen dan kartu merah Beckham.
Orang-orang Inggris memuja Owen dan membenci Beckham sekaligus. Dua peristiwa yang bertolak belakang ini terjadi di saat bersamaan, lahir dalam satu pertandingan yang sama.
David Beckham ketika berseragam United. (Foto: Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
David Beckham ketika berseragam United. (Foto: Reuters)
Hampir empat tahun setelah pertandingan yang dihelat di Stadion Geoffroy-Guichard itu, Simeone berbicara tentang kartu merah Beckham. Alih-alih membantah, sosok Argentina yang sekarang sudah menjabat sebagai pelatih Atletico Madrid ini mengakui, ada kesempatan yang diambilnya pada momen itu. Sederhananya, mumpung ditendang, mengapa tidak jatuh sekalian?
ADVERTISEMENT
"Saya menekelnya (Beckham -red), kami berdua pun terjatuh ke tanah. Saat saya mencoba untuk bangkit, ia menendang saya dari belakang. Tentu saya mengambil keuntungan. Dan saya pikir, setiap orang juga akan mengambil keuntungan dengan cara yang sama," ungkap Simeone dalam sesi wawancaranya bersama Matt Tench untuk The Guardian.
"Kalau menyoal sepak bola, kadang seorang pemain harus diusir dari lapangan, kadang ia dibiarkan pemain. Sayangnya, saat itu Inggris harus kehilangan seorang pemain."
"Ngomong-ngomong, bukankah wajar bila kita mengambil keuntungan dalam setiap kesempatan yang datang dalam hidup? Kalau Anda tidak jeli mengambil kesempatan, maka Anda akan kehilangan banyak hal di sepanjang hidup," tegas Simeone.
Yang buka suara tentang kartu merah Beckham saat itu bukan hanya Simeone, tapi sejumlah pemain Argentina lainnya. Salah satunya, Roberto Perfurmo, mantan kapten Timnas Argentina yang kini dikenal sebagai kolomnis surat kabar.
ADVERTISEMENT
Menurut Perfurmo, apa yang terjadi di laga tersebut adalah hal wajar yang tak perlu dibesar-besarkan. Kalau Inggris menanggapinya dengan berlebihan, maka artinya, mereka bertanding di turnamen sepak bola tertinggi dengan sikap naif.
"Benar, Simeone melakukan sesuatu di pertandingan tersebut. Beckham memang diusir karena kartu merah. Mungkin hal ini terasa janggal bagi satu sosok naif yang menjadi bagian dari Timnas Inggris yang begitu jujur. Permainan kami terinspirasi dari model permainan Italia."
Pelatih Atletico Madrid, Diego Simeone. (Foto: Sergio Perez/Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Pelatih Atletico Madrid, Diego Simeone. (Foto: Sergio Perez/Reuters)
"Saya harus mengakui, pemain Inggris memang lebih naif. Permainan kami, orang-orang Argentina, penuh perhitungan. Kami mempelajari lawan-lawan kami dengan detail, kami mencari cara untuk menghancurkan mereka. Begitu kami temukan, kami akan mencoba menerapkannya."
"Kalau emosi memang menjadi kelemahan seorang pemain, maka kami akan memancingnya untuk marah. Karena dalam sepak bola, saat Anda marah, itu artinya Anda sudah kalah."
ADVERTISEMENT
Kartu merah benar-benar membikin Beckham sebagai musuh publik Inggris. Sepanjang tahun, cacian dan hujatan menjadi menu yang dilahap Beckham, bahkan saat ia melakoni laga bersama Manchester United.
Dalam wawancara bertahun-tahun setelahnya, Beckham juga mengakui, kartu merah itu menjadi titik terendah di sepanjang perjalanan kariernya sebagai pesepak bola.
"Kartu merah itu benar-benar menghancurkan saya. Rasanya, saya ada di titik terendah dalam kehidupan. Namun, saya bersyukur untuk Tony Adams. Dia menjadi satu-satunya pemain yang ada buat saya di ruang ganti," ungkap Beckham dalam wawancaranya bersama Paul Wilson untuk The Guardian.
Kekalahan di babak adu penalti meninggalkan duka mendalam bagi Timnas Inggris. Pasalnya, mereka sudah memulai laga dengan brilian. Gol Owen yang ramai dibicarakan menjadi bukti, Terlebih, yang menjadi lawan adalah Argentina.
ADVERTISEMENT
Tak heran bila atmosfer ruang ganti begitu muram. Masing-masing pemain terlalu sibuk merundung diri sendiri dengan kesedihan karena gagal menjejak lebih jauh di Piala Dunia 1998. Kata Beckham, satu-satunya pemain yang menunjukkan kepedulian kepadanya adalah Tony Adams.
Sebenarnya, Adams tidak melakukan tindakan yang luar biasa. Yang dilakukan Adams saat itu hanya merangkul Beckham dan meyakinkannya, bahwa kekalahan Inggris tak ada hubungannya dengan kartu merah itu.
Cerita tentang hujatan yang diterima Beckham setelah Piala Dunia itu bukan omong kosong. Beckham bahkan menjelaskan, keluarganya pun merasa terancam selepas gelaran itu. Saking sulitnya masa-masa itu untuk Beckham, ia sempat berpikir untuk pensiun dini.
"Untuk sementara, situasinya jadi mengerikan. Saya dan keluarga menerima sejumlah ancaman. Itu hal yang sulit saya terima, tapi keluarga saya menanggung beban yang lebih berat. Ibu, ayah, nenek, dan kakek saya harus melewati masa-masa sulit."
ADVERTISEMENT
"Di saat itu pula, saya sempat berpikir untuk hengkang dari dunia sepak bola, tapi sepak bola adalah hal yang saya cintai. keluarga adalah hal terpenting dalam hidup saya, tapi tanpa sepak bola, saya adalah orang yang terhilang."
"Kira-kira selama tujuh minggu saya tidak dapat melakukan apa pun. Saya merasa terancam dan benar-benar tidak enak hati. Namun, orang pertama yang menelepon saya dalam situasi ini adalah Alex Ferguson. Dia bilang kepada saya: Jangan khawatir, Nak. Kamu hanya perlu kembali ke Manchester, ke tempat di mana orang-orang mencintaimu. Kembali ke mari dan kamu akan baik-baik saja."
Beckham menuruti omongan Ferguson. Ia kembali merumput di Manchester walau cacian dan amarah publik tak hilang dengan segera. Setelah Piala Dunia 1998, bila Owen dipuja dan kariernya melejit, maka Beckham dicaci dan kariernya menanjak.
ADVERTISEMENT
Setahun setelahnya, Beckham menjadi bagian dari skuat yang mengantarkan United kepada treble winners. Namanya bahkan menduduki posisi runner up Pemain Terbaik FIFA tahun 1999. Kala itu, ia hanya kalah dari Rivaldo.
Lapangan bola dan sepak bola pada dasarnya selalu sama, tapi kehidupan setiap pelakonnya memiliki liku dan terjalnya tersendiri. Di negeri sendiri, Beckham jadi orang asing. Namun, pengasingan sering menjadi metode terbaik untuk mematangkan diri. Itu pulalah yang terjadi pada Beckham.
Kartu merah dan segala peristiwa yang mengekornya menjadi nasib buruk. Beckham pikir kariernya sudah di ujung. Namun, di ujung itu pulalah Beckham tetap menendang bola. Masuk ke satu lapangan ke lapangan lainnya, berebut gelar dari satu turnamen ke turnamen lainnya.
ADVERTISEMENT
Dan setelahnya kita tahu, di masa tuanya, Beckham tak perlu mengais-kais peruntungan di lapangan bola.