Piala Dunia 2006: Memaklumi Raymond Domenech yang Eksentrik

25 Mei 2018 15:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Domenech, pelatih Prancis yang eksentrik. (Foto: AFP/Franck Fife)
zoom-in-whitePerbesar
Domenech, pelatih Prancis yang eksentrik. (Foto: AFP/Franck Fife)
ADVERTISEMENT
Mempercayai takhayul tak membikin seseorang menjadi berbeda dari yang lain. Justru, itu membuatnya menjadi biasa saja. Akan tetapi, jika seseorang itu adalah Raymond Domenech, ceritanya tentu saja lain. Sebab, pria Prancis satu ini bukan manusia biasa.
ADVERTISEMENT
Jika nama Domenech nantinya dilupakan oleh sejarah, salahkanlah Zinedine Zidane. Olympiastadion Berlin, 11 Juli 2016, Prancis berada di ambang gelar juara dunia keduanya. Zidane membawa Prancis unggul lebih dulu lewat penaltinya di menit ketujuh. Dua belas menit berselang, Marco Materazzi mencetak gol balasan Italia.
Setelah dua gol tersebut, tak ada gol tambahan yang tercipta sampai peluit panjang. Wasit pun kemudian memberi perpanjangan waktu untuk menentukan pemenang. Di babak perpanjangan waktu itu, Prancis mampu tampil lebih baik. Beberapa kali mereka membuat Italia ketar-ketir.
Melihat hal itu, Materazzi tak tinggal diam. Orang Italia punya seni tersendiri untuk keluar dalam situasi sulit. Furbizia namanya. Hari itu, Materazzi mengeluarkan furbizia-nya. Oleh bek Internazionale itu, saudara perempuan Zidane dikata-katai. Alhasil, tandukan Zidane pun melayang ke dada Materazzi yang sontak terjatuh sambil mengaduh.
ADVERTISEMENT
Wasit Horacio Elizondo dari Argentina awalnya tidak melihat kejadian tersebut. Baru setelah diberi tahu oleh asistennya, Elizondo memalingkan wajah ke tempat kejadian perkara. Di sana, Materazzi masih tersungkur dan tak lama berselang, Zidane pun diperintahkan untuk meninggalkan lapangan. Di akhir pertandingan, Italia menang 5-3 lewat adu penalti untuk menggondol trofi Piala Dunia keempatnya.
Final Piala Dunia 2006 itu adalah pencapaian terbaik Domenech sepanjang kariernya menjadi pelatih. Setelahnya, Domenech seperti kehilangan sentuhan sampai akhirnya harus menjadi musuh negara menyusul kekacauan di Piala Dunia 2010.
Domenech ditunjuk menggantikan Jacques Santini menyusul kegagalan Prancis di Piala Eropa 2004. Di turnamen itu, Prancis disingkirkan Yunani di perempat final. Oleh Federasi Sepak Bola Prancis (FFF), Domenech diberi target membawa Les Bleus ke semifinal Piala Dunia 2006.
ADVERTISEMENT
Misi Domenech itu tidak mudah. Prancis, sampai saat itu, seperti belum pulih benar dari kegagalan memalukan di Piala Dunia 2002. Sebagai juara bertahan, Prancis harus pulang lebih cepat dari Korea Selatan dan Jepang karena gagal melewati fase grup. Mereka kalah dari Senegal dan Denmark serta hanya mampu bermain imbang melawan Uruguay.
Di Piala Dunia 2002 itu, Prancis yang hampir sama sekali tidak diperkuat Zidane harus mengakhiri turnamen sebagai juru kunci grup. Lalu, di Piala Eropa 2004, meski telah diperkuat kembali oleh pemain andalannya tersebut, Prancis tetap belum optimal. Tak heran jika setelah turnamen itu, Zidane -- beserta pemain-pemain veteran lain seperti Claude Makelele dan Lilian Thuram -- memilih untuk pensiun.
ADVERTISEMENT
Tanpa kehadiran tiga veteran itu, Prancis kesulitan di Kualifikasi Piala Dunia 2006. Berada segrup dengan Israel, Swiss, Republik Irlandia, Kepulauan Faroe, dan Siprus, Thierry Henry dkk. harus menelan tiga hasil imbang dalam lima pertandingan pertama. Domenech kemudian memutuskan untuk memohon agar Zidane, Thuram, serta Makelele mau kembali ke Timnas.
Domenech beruntung karena ketiga pemain tadi akhirnya mau kembali. Prancis pun akhirnya melewati kualifikasi sebagai juara grup yang berhak untuk lolos secara otomatis ke Jerman. Sisanya adalah sejarah.
Zidane dan Domenech di sesi latihan. (Foto: AFP/Pedro Pavani)
zoom-in-whitePerbesar
Zidane dan Domenech di sesi latihan. (Foto: AFP/Pedro Pavani)
Bagaimana Prancis lolos ke Piala Dunia dan bagaimana mereka lolos ke final itu tak membuat Domenech aman dari kritikan. Sedari awal, sudah ada keraguan akan kemampuannya. Biar bagaimana pun, ketika ditunjuk menjadi pelatih Timnas, Domenech tak punya banyak pengalaman di level tertinggi. Antara 1989-1993 dia memang pernah menangani Lyon. Akan tetapi, di sana dia tidak sukses.
ADVERTISEMENT
Setelahnya, Domenech dipercaya untuk menangani Timnas Prancis U-21. Sebelas tahun lamanya sosok kelahiran 1952 itu bertahan di sana. Domenech pun ditunjuk menangani Timnas senior tanpa restu Presiden FFF kala itu, Jean-Paul Escalettes. Ketika itu, yang menjadi target utama Escalettes adalah Laurent Blanc. Domenech pun harus benar-benar berhati-hati kalau tak mau kehilangan pekerjaan.
Maka dari itu, memanggil ulang Zidane, Thuram, dan Makelele adalah langkah yang sebenarnya logis bagi Domenech. Pada 2006, meski pemain-pemain itu sudah berusia lanjut, mereka masih diandalkan oleh klubnya masing-masing. Zidane di Real Madrid, Thuram di Juventus, Makelele di Chelsea.
Keberhasilan di Piala Dunia 2006 berkat bantuan ketiga pemain ini pun membuat publik perlahan bertanya-tanya, "Apakah Domenech sosok pelatih bagus atau dia hanya beruntung karena memiliki pemain-pemain bagus?"
ADVERTISEMENT
Wajar jika publik bertanya-tanya. Sebab, pada proses pemilihan pemain, banyak orang yang menganggap bahwa Domenech sebenarnya tak memiliki kompetensi. Ludovic Giuly, Robert Pires, dan Philippe Mexes dia tinggalkan dari skuat. Kemudian, dia juga membuat pengumuman publik bahwa di Piala Dunia 2006, kiper utama Prancis adalah Gregory Coupet dan bukan Fabien Barthez.
Gregory Coupet dan Raymond Domenech. (Foto: AFP/Pedro Pavani)
zoom-in-whitePerbesar
Gregory Coupet dan Raymond Domenech. (Foto: AFP/Pedro Pavani)
Coupet, ketika itu, merupakan kiper paling dominan di Liga Prancis dengan keberhasilannya membawa Olympique Lyonnais jadi juara dalam lima musim beruntun. Keputusan Domenech itu pun membuat Coupet kesal sampai akhirnya minggat dari kamp latihan.
Soal mengapa Coupet harus rela menjadi cadangan, juga mengapa Giuly dan Mexes tidak disertakan, Domenech tidak pernah memberi jawaban memuaskan. Publik pun dibuat kesal olehnya. Namun, itu semua belum seberapa dibanding ketika sang pelatih memberi alasan di balik tidak dibawanya Pires ke Piala Dunia.
ADVERTISEMENT
Pires yang lahir pada 29 Oktober 1973 itu berzodiak Scorpio dan karena alasan itulah, Domenech memutuskan untuk tidak membawanya. Menurut Domenech, orang-orang berzodiak Scorpio tidak cocok dengan dirinya yang berzodiak Aquarius. Orang-orang Scorpio dianggapnya selalu melakukan hal-hal yang bertentangan dengan dirinya.
Pires pun tidak terima. Ketika itu, dirinya berkata, "Aku pasti sangat mengganggu dirinya. Ini rasanya seperti berada di sekolah. Rasanya seperti umurku masih 20 tahun dan baru pertama kali bermain sepak bola."
Sebagai ganti dari Pires, Domenech memutuskan untuk membawa Vikash Dhorasoo. Yang menarik, nantinya Domenech juga akan berseteru dengan pemain berdarah India-Mauritania itu menyusul film dokumenter Dhorasoo yang berjudul Substitute.
Pires di Piala Eropa 2004. (Foto: AFP/Franck Fife)
zoom-in-whitePerbesar
Pires di Piala Eropa 2004. (Foto: AFP/Franck Fife)
Zodiak yang tidak disenangi Domenech bukan cuma Scorpio. Leo pun mendapat perhatian khusus darinya.
ADVERTISEMENT
Bagi Domenech, orang-orang berzodiak Leo tidak bisa bertahan. "Ketika aku punya pemain Leo di pertahanan, rasanya aku ingin menembak mereka, karena aku tahu pasti ada salah satu dari mereka yang bakal melakukan hal-hal tolol," kata Domenech seperti dikutip dari Telegraph. Di Piala Dunia 2006, ada dua pemain Leo di pertahanan Prancis: William Gallas dan Mikael Silvestre.
Domenech sendiri, setelah dipecat dari Timnas usai Piala Dunia 2010, belum pernah lagi menangani tim besar. Pada Maret lalu, dia pernah menjadi salah satu pelamar untuk jabatan pelatih Tim Nasional Kamerun. Akan tetapi, jabatan itu gagal didapatkannya dan Domenech pun kini masih menjadi analis sepak bola di televisi.
Pada wawancara dengan Guardian tahun 2016 lalu, Domenech menyanggah bahwa keputusannya tidak membawa Pires ke Piala Dunia 2006 itu semata-mata karena si pemain berzodiak Scorpio. "Aku tidak pernah melakukan itu. Sama sekali tidak," katanya.
ADVERTISEMENT
Lantas, apa yang sebenarnya terjadi?
"Aku adalah orang yang selalu ingin tahu. Aku selalu tertarik pada hal-hal yang berhubungan dengan cara kerja manusia. Aku mempelajari semua teknik komunikasi, analisis transaksional, dll. Aku juga mempelajari astrologi dan grafologi. Jika aku bilang 'aku mempelajari grafologi' tidak akan ada orang yang protes karena di situ ada sisi ilmiahnya," papar Domenech.
"Namun, astrologi punya sisi mistis dan ketika aku membicarakannya, orang-orang langsung melihatku sebagai seorang penyhir dengan bola kristalnya. Astrologi berguna dalam melihat karakter orang. Ini bukan soal memprediksi masa depan, tetapi soal memahami seseorang," lanjutnya.
Kendatipun Domenech sudah mengeluarkan klarifikasinya, anggapan orang terhadapnya masih sulit sekali diubah. Terlebih, kelakuan-kelakuannya di luar lapangan juga tak membuat orang menjadi simpatik. Usai Prancis tersingkir di Piala Eropa 2008 lalu, misalnya, Domenech 'merayakan' itu dengan melamar kekasihnya di sebuah siaran langsung televisi.
ADVERTISEMENT
Hal itu membuat citra eksentrik semakin kuat melekat kepada Domenech. Seilmiah apa pun penjelasan yang diberikan, orang akan tetap sulit mempercayainya. Terlebih, kegagalan memalukan di Piala Dunia 2010 membuat dirinya begitu dimusuhi dan ketika seseorang berada di posisinya, sulit untuk menjelaskan kepada orang lain bahwa dia awalnya bermaksud baik.
2006 sudah lama berlalu. Namun, Domenech belum beranjak dari sana. Pada tahun itulah momen-momen terpenting dalam karier Domenech terjadi. Jika Zidane tak termakan provokasi busuk Materazzi, bisa jadi orang-orang akan lebih mudah untuk memaafkan serta memakluminya.