Piala Dunia 2018: Si Spesialis 'Plan B' itu Bernama Marcus Rashford

8 Juni 2018 16:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Marcus Rashford (Foto: Twitter/@MarcusRashford)
zoom-in-whitePerbesar
Marcus Rashford (Foto: Twitter/@MarcusRashford)
ADVERTISEMENT
28 Februari 2016, Manchester United berhasil membikin malu Arsenal di Old Trafford. Bukan Memphis Depay yang jadi pahlawan kemenangan 'Iblis Merah' kala itu, melainkan pemuda yang baru berusia 18 tahun dan 120 hari, Marcus Rashford namanya.
ADVERTISEMENT
Dua kali ia menjebol gawang Petr Cech, sebelum Ander Herrera menyempurnakan kemenangan United hari itu. Arsenal sendiri cuma mampu membalas dua gol balasan via Danny Welbeck dan Mesut Oezil. United menang 3-2.
Waktu itu, hingar bingar Rashford belum sampai seminggu. Beberapa hari sebelum laga melawan Arsenal itu, ia juga membuat kejutan dengan mencetak dwigol ke gawang Midtjylland di Liga Europa. Menariknya, ia hanya masuk sebagai plan b setelah Anthony Martial absen lantaran cedera.
Muda, impresif, dan berasal dari Inggris pula, membuat Rashford makin dipuja. Apalagi usianya kala itu sama persis saat Wayne Rooney mencetak dwigol pertamanya di Premier League. Langkah apik yang nampaknya bakal kekal. Rashford mengakhiri musim 2015/2016 tersebut dengan 5 gol dan 2 assist dan cuma butuh 11 pertandingan untuk melakukannya.
ADVERTISEMENT
Namun, musim keduanya bersama tim senior United berjalan di bawah harapan. Hanya 5 gol dan sebiji assist dari 32 pertandingan dibuatnya, lebih buruk dari torehannya di edisi perdana. Torehannya musim lalu mengalami peningkatan, tapi tak begitu cemerlang. Total 7 gol dan 5 assist dibukukan Rashford di pentas Premier League.
Well, Rashford merasakan konsekuensi bermain untuk tim raksasa. Ia harus siap untuk bersaing dengan pemain-pemain lain yang punya posisi sama dengan dirinya. Selain Rashford, United juga masih memiliki Martial yang juga biasa bermain sebagai penyerang sayap dan keduanya harus bergantian untuk mengisi pos tersebut.
Alhasil, Rashford pun harus siap untuk digeser ke posisi lain, termasuk pos penyerang tengah. Sialnya, kadang ia tidak begitu apik ketika dimainkan di posisi tersebut. Buruknya pengambilan keputusan --menunjukkan ia belum begitu matang-- plus penyelesaian akhir yang kurang baik membuatnya terlihat kurang cocok bermain sebagai penyerang tengah.
ADVERTISEMENT
Kini, 'masalah' untuk Rashford bertambah dengan kehadiran Alexis Sanchez. Kendati belum bisa menampilkan performa terbaiknya secara konsisten, Alexis sering masuk starting XI. Repotnya, Alexis juga biasa bermain sebagai penyerang sayap.
Rashford mencetak gol ke gawang Liverpool. (Foto: Reuters/Andrew Yates)
zoom-in-whitePerbesar
Rashford mencetak gol ke gawang Liverpool. (Foto: Reuters/Andrew Yates)
Namun, di tengah-tengah pesonanya tak lagi megah, Rashford kembali mencuri perhatian. Pemain kelahiran Wytenshawe, Manchester, itu menghadirkan kejutan pada laga Inggris vs Kosta Rika, Jumat (8/6/2018) dini hari WIB. Pada laga yang dimenangi The Three Lions dengan skor 2-0 itu, Rashford mencetak gol cantik.
Sepakannya dari jarak sekitar 30 meter gagal diantisiapasi dengan baik oleh Keylor Navas. Ya, Anda tidak salah baca: Rashford mencetak gol via tendangan jarak jauh. Padahal, biasanya dia mengandalkan trademark kecepatan dan dribel untuk mendobrak pertahanan lawan.
ADVERTISEMENT
Apa yang diperlihatkan Rashford itu boleh jadi bikin pusing Manajer Inggris, Gareth Southgate. Pasalnya, eks manajer Middlesbrough itu biasa mengandalkan Harry Kane sebagai penyerang tengah dan Raheem Sterling sebagai penyerang sayap.
Kini, ia menyaksikan sendiri: Rashford juga bisa diandalkan. Andai Southgate ingin beralih ke 'plan b', yakni memainkan Rashford sebagai penyerang sayap dan memasang Jamie Vardy sebagai striker tunggal --seperti yang dilakukannya pada laga versus Kosta Rika--, ya, sah-sah saja.
Namun, ada perbedaan gaya main antara Kane-Sterling dan Rashford-Vardy. Jika Kane-Sterling bergerak dinamis dari sisi sayap hingga area tengah, Rashford-Vardy intens bergerak di tepi pertahanan lawan.
Lalu, apakah perbedaan gaya main itu berarti masalah? Ya, tidak juga. Sebab, dengan demikian Southgate bisa menerapkan strategi yang berbeda-beda.
ADVERTISEMENT
Di United, Rashford biasa digunakan oleh manajernya, Jose Mourinho, untuk mendobrak via serangan balik. Biasanya, strategi ini dijalankan ketika menghadapi tim yang begitu dominan dalam penguasaan bola dan menerapkan pressing ketat (contoh: Liverpool).
Kecepatan Rashford juga bisa dijadikan senjata andai Southgate memilih untuk memainkan strategi longball yang diarahkan langsung ke jantung pertahanan lawan. Cara ini terbukti jitu ketika United sukses mengalahkan Liverpool 2-1 di Old Trafford, Maret 2018.
So, Andai Kane atau Sterling mengalami kebuntuan, Southgate tahu ke mana ia harus menoleh. Rashford, pemuda yang tiba-tiba mencuat dua musim silam itu, bisa menjadi 'plan b' dari strateginya.